"Belum tidur, Rin?" tanya Narsih yang masih melihat lampu di kamar Arin terang."Belum, Bu. Lagi kerjain tugas dari Mas Kaisar, tinggal dikit lagi. Ibu kalau ngantuk tidur saja, jangan tungguin Arin." Narsih tampak beranjak ke belakang dan kembali lagi dengan secangkir susu."Ibu nggak buatkan kopi karena takut kamu tipesnya kambuh. Susu saja biar nggak lelah banget di layar hp besar kayak gitu," ucap Narsih. Arin tertawa kecil sambil menerima secangkir susu pemberian Ibunya."Makasih, Bu. Ini itu namanya laptop, temennya ponsel dan Tv," terang Arin."Lektop?""Leptop, Bu. Pakai P, bukan k.""Oh, Tengtop.""Oalah, Laptop, Bu. Ya wis lah apapun itu, intinya ini itu yang biasa orang kelurahan pake buat input-input data.""Heleh, kamu ngomong kayak gitu Ibu nggak tahu. Ya sudah, Ibu mau tidur dulu. Kamu jangan kemalaman, besok berangkat jam berapa?""Mungkin jam setengah enam, bangunkan jam empat ya, Bu.""Nggak terlalu awal?""Arin harus siapkan semua ini dan memastikan semua beres.""B
Arin memasukan kembali ponsel di saku celananya. Ia berusaha tak menggubris panggilan telepon Bayu, hendak ia blokir tetapi takutnya Agam yang membutuhkannya.[Angkat, Rin. Agam cariin kamu, dia tak mau makan kalau nggak sama kamu.] Mungkin lelah karena panggilan tak juga diangkat, akhirnya Bayu memilih mengirim pesan saja pada Arin. Arin tak membuka, hanya sedikit mengintip dari beranda depan ponselnya dan kemudian mengabaikannya begitu saja.Panggilan telepon dari Kaisar masuk dan kali ini Arin langsung mengangkatnya.[Assalamualaikum, Rin. Kenzi sudah pergi?][Waalaikumsalam, sudah, Mas. Ada apa ya?][Kamu cek email yang baru masuk di laptop ruang kerja saya, ada tiga pesanan masuk yang katanya harus diselesaikan hari ini. Mas minta tolong sama kamu, bantu saya kerjakan hari ini ya. Mas lagi ada urusan penting, sepertinya hari ini nggak bisa pulang dan agak lama di Purwokerto. Bisa nggak?][Arin coba kerjakan dulu ya, sorean nanti Arin kirimkan laporannya ke ponsel Mas Kai. Gimana
"Naik Koprades saja, Rin.""Iya, itu bingkisan buat Rina sudah, Bu?" tanya Arin saat memakai kerudungnya."Sudah, ayo cepat. Keburu siang nanti panas di angkutan umumnya," ujar Narsih sambil menenteng kardus berisi oleh-oleh untuk anak bungsunya."Bentar, Arin kunci rumah dulu." Arin memutar kunci rumahnya dan meletakkannya di dalam slingbag miliknya.Arin mengambil alih kardus di tangan Narsih dan membawanya ke ujung gang untuk menyetop angkutan umum berwarna merah dan ungu."Biasa ini si Koprades, kalau ditunggu lama kalau nggak ditunggu pada seliweran," gerundel Narsih."Sabar, Bu. Namanya juga angkutan umum, kadang ngetem dulu di pangkalan." Saat sedang menunggu, bu RT dan Umi serta ketiga warga yang lain lewat. Mereka sepertinya hendak ke sawah karena memakai caping di kepalanya dan pancong di tangannya."Ke sawah, Bu-Ibu?" sapa Arin dengan ramah."Iya dong. Kita wong deso, ya pasti pekerjaannya ke sawah dan ladang. Emang kamu, wong deso tapi lupa sama cangkang sendiri. Sok ngota
"Mampir ke rumah Bude aja ya, Bu. Kita harus sekalian bicarakan kepindahan Ibu pada mereka, siapa tahu mereka keberatan dan ada usulan lain," ucap Arin."Begitu tak apa, memang ini angkutan umumnya lewat Lomanis?" "Lewat, makannya Arin ingin ke sana karena sejalan."Setelah dari pesantren, Arin langsung ke rumah Pakde Supri. Bagaimanapun, mereka adalah keluarga besar ayahnya. "Assalamualaikum." Arin dan Narsih mengucap salam ketika memasuki pelataran rumah Pakde Supri."Waalaikumsalam, Bulik. Wah, ada tamu jauh. Tumben banget kesini bareng, Rin, Bulik?" sapa Sekar."Hanya mampir, tadi habis nengokin Rina di pesantren. Ayah Ibumu ada?" tanya Narsih."Nggak, Bulik. Jam segini mereka masih kerja, sore nanti pulangnya. Masuk dulu, Bu Lik, Arin. Biar Sekar buatkan minum sekalian kalian beristirahat." Arin dan Narsih duduk di kursi tamu, menikmati suasana kota yang masih sedikit ramai. Rumah Pakde Supri bukanlah perumahan, tetapi lingkungan di sekelilingnya merupakan perumahan elit. Laha
Setelah semalam menginap di rumah Pakde Supri, kini Arin sudah kembali ke rumahnya. Iya harus izin lagi dua hari untuk membantu berkemas, membereskan segala sesuatu yang akan ditinggalkan ia untuk bekerja di Rinjani bersama ibunya."Bu, tidak usah membawa pakaian terlalu banyak, beberapa saja kan kita seminggu sekali pulang," ucap Arin saat melihat ibunya sedang berkemas baju ke dalam tas ransel."Enggak banyak hanya 5 setel saja, itu nanti uang penjualan kambing sama ternak lain kamu simpan saja." Tadi pagi Arin sempat mengurus ATM di bank dan membuatkan mobilbangking agar ia mudah dalam melakukan transaksi. Pesanan desain dari Mak Ni sudah dikerjakan oleh Kenzi saat kemarin malam berada di rumah Pakde. Sungguh kerjasama yang kompak antara Arin, Kenzi dan Kaisar, ketiganya bahkan bahu-membahu mengerjakan tugas, mana yang luang, mereka yang mengerjakan."Sudah semua, Bu?" tanya Arin pada Narsih."Sudah, kita pamit dulu sama Pak RT. Jadi kalau apa-apa tidak bingung nanti mencarinya,"
Hari ini, tepatnya 1 minggu sudah Arin dan ibunya bekerja di rumah Kaisar. Arin merasa seperti tinggal di rumahnya sendiri karena majikan tidak pernah pulang, Kenzie baru mengabarkan akan pulang hari ini setelah dari Jakarta satu minggu lamanya."Bu, nanti Kak Kenzi pulang. Kita mau masak apa ya enaknya?" tanya Arin saat berbelanja di pasar Sangkal Putung."Biasanya Nak Kenzie itu sukanya makan apa?" tanya Narsih."Semua makanan dia suka kecuali udang." Akhirnya Narsih membeli beberapa sayuran dan juga daging sebagai pelengkap masakan. Setelah dirasa cukup, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang karena hari sudah menjelang siang.Saat berada di parkiran tak sengaja Arin bertemu dengan Susi dan Reni. Keduanya tampak baru akan berbelanja. Arin mencoba pura-pura tidak melihat tetapi Reni memanggil Arin, membuat ia akhirnya terpaksa menjawab panggilan mantan mertuanya."Loh Kamu tinggal di sini, Rin? Kamu pasti sudah tahu kalau kami tinggal di sekitar sini. Kamu sengaja pasti menjual rum
Hari ini Arin benar-benar sangat sibuk, aktivitas di percetakan sudah mulai ia laksanakan. Kini pekerjaan rumah tangga, Narsih yang mengambil alih untuk membantu Arin dan meringankan semua pekerjaannya."Bu hari ini Arin mau ke percetakan, mungkin pulang agak sorean soalnya mau mengantar pesanan dari pihak Pertamina.""Sekarang pesanan sudah mulai berskala besar. Jadi mohon bantuannya ya, Bu." Dengan sopan Kaisar meminta bantuan Narsih untuk membantu pekerjaan rumahnya."Iya, Nak Kaisar. Ibu senang melakukannya daripada tinggal di sini tidak melakukan apapun malah justru Ibu ngantuk."Setelah berpamitan dengan Narsih Arin dan Kaisar berangkat bersama menuju percetakan. Hari ini Kenzi sudah mulai bekerja lagi di kafe, dia sudah berangkat tadi jam 8 pagi."Mas apa sebaiknya nanti pesanan yang baru, kita kerjakan di rumah saja nanti malam. Selebihnya kita kerjakan di percetakan, kalau semuanya hanya dikerjakan di percetakan pasti akan membuat kita kesulitan karena kita tidak mungkin lemb
"Bay, kamu bilang sama Susi suruh antar agama ke sekolah. Ibu hari ini merasa tidak enak badan kepala pusing, mungkin darah tinggi Ibu kumat." Reni memegangi kepalanya yang terasa berat. Ia seharian ini sudah sangat lelah membersihkan rumah dan juga menyiapkan keperluan anak menantu juga cucunya.Susi yang baru saja pulang dari salon langsung rebahan di samping suaminya. " Mas, tadi Susi dapat extra bonus karena sudah menjadi langganan di salon Santika di sebelah Perumahan itu, loh. Cium bau aroma rambutnya, pasti nanti malam Mas bakalan minta nambah." Reni yang berada di samping Bayu merasa kesal. Bukannya membantunya membersihkan rumah, justru menantunya ini malah memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan dirinya dan juga Agam. Bahkan dia tanpa malu berbicara masalah ranjang di depannya."Coba kamu kurangi pergimu itu yang kurang bermanfaat. Itu Agam butuh perhatian kamu," sungut Reni."Mas?" rengek Susi."Bu, biarkanlah Susi melayani suaminya ini. Tugas Ibu, membantu meringankan