Sebelumnya, ketika begitu banyak orang yang mencaci Ian di Internet, Netflag merasa ragu ketika mendapat panggilan telepon dari Sutradara Ben mengenai penawaran hak tayang “Hantu? Siapa Takut!”. Mereka takut, jika mereka membeli hak tayang serial televisi tersebut dan tidak populer, maka mereka akan mengalami kerugian. Membeli izin penggunaan Hak Cipta sangatlah mahal. Mereka tidak ingin membuang uang hanya untuk sampah.Namun, setelah menonton tiga episode pertama, kini mereka ingin sekali membeli hak tayang perdana serial televisi tersebut. Alasan utama staf Netflag ingin membelinya adalah karena keberadaan Ian dalam drama tersebut. Entah dari segi ketampanan maupun kemampuan aktingnya, Ian sangat luar biasa.Ini sangat berbeda dengan komentar sepihak di Internet. Penampilan dan kemampuan akting Ian sudah cukup baginya untuk menjadi pemeran tokoh utama pria.“Sutradara Ben, Netflag bersedia membeli hak siar perdana Anda seharga 50 miliar rupiah, ditambah dividen yang sesuai. Namun, a
Ketika kedua drama televisi tersebut ditayangkan secara bersamaan, Netflag dikunjungi oleh banyak penonton. Kebanyakan dari mereka adalah penonton yang ingin melihat betapa buruknya akting Ian.Komentar yang tak terhitung jumlahnya muncul di akun Sosial Media resmi ‘Hantu? Siapa Takut!’. @FandiST: Ayo kita tonton ‘Hantu? Siapa Takut!’. Mari kita lihat seperti apa kualitas drama itu. Jika kemampuan akting Ian benar-benar buruk, aku bersiap menghujat akun Sosial Medianya.@IamNumber1: Hei, bisakah kalian berhenti menghinanya? Sudah beberapa hari kalian menghujat Ian. Cobalah kita tonton dulu dramanya. Mungkin saja akting Ian sangat bagus.@LisaLover66: Aku menontonnya karena ingin melihat Lisa. Aku tidak peduli dengan Ian. Oh Dewiku, menikahlah denganku …@LisaFans1: Hei, orang di atas yang ingin menikahi Lisa, sebutkan alamatmu! Ketika episode pertama dan kedua sudah rilis, para pengunjung plarform langsung membuka episode pertama. Pembukaan “Hantu? Siapa Takut!” adalah lagu pembuka
Setelah tayang selama dua hari, popularitas “Hantu? Siapa Takut!” meningkat pesat, mencapai 50 juta views! Dan penayangannya melebihi 100 juta kali! Baru dua hari tayang dua hari, tapi hasilnya sudah sangat menakjubkan. Hal tersebut membuat para karyawan Netflag Indonesia tercengang. Mereka tahu bahwa drama ini sangat bagus, tetapi mereka tidak menyangka hasilnya akan se-bombastis itu. “Aku tak menyangka, membeli hak siar drama ini adalah keputusan yang tepat! Sudah beberapa tahun terakhir, tidak ada drama yang benar-benar menarik. Namun, kali ini, ‘Hantu? Siapa Takut!’ menggebrak air yang stagnan ini. Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa drama ini merupakan sebuah mahakarya yang fenomenal!” “Mungkin saat ini, di berbagai sudut kota dan jalanan, mulai dari muda hingga tua, ada banyak sekali orang yang membicarakan drama ‘Hantu? Siapa Takut!’.” ucap staf Netflag bernama Rizky dengan penuh kekaguman ketika melihat data statistik “Hantu? Siapa Takut!”. Sebagai orang yang memutuskan
Suasana kantor IndoFlix Media menjadi hening dan suram. Drama andalan mereka, “Bukan Anak Jalanan Biasa” benar-benar dihancurkan sepihak oleh “Hantu? Siapa Takur!”. Rentetan persiapan yang dilakukan IndoFlix Media di tahap awal semuanya sia-sia. Sebaliknya, hal itu membuat serial televisi “Hantu? Siapa Takut!” semakin populer.Wajah Zain menjadi hijau. Mengingat dirinya sangat meremehkan “Hantu? Siapa Takut!”, bahkan yakin dengan mudahnya menghancurkan drama itu, kini semua itu membuat wajahnya serasa telah ditampar keras.Dari dua hari penayangan saja, IndoFlix Media benar-benar telah kalah. Bahkan Zain tidak menyangka “Hantu? Siapa Takut!” benar-benar sebuah mahakarya. Baik itu deri segi cerita maupun logika plotnya, integritas keseluruhan cerita tidak ada bandingannya dengan drama televisi lainnya.“Golden Entertainment tidak sesederhana yang terlihat. Apakah mereka merekrut beberapa ahli dari Hollywood?”“Siapa sangka, kemampuan akting Ian, seorang pendatang baru di industri ente
Senja di Jakarta selalu sibuk dengan deru kendaraan yang berlomba pulang. Namun, pada Senin malam ini, suasana berubah. Langit yang biasanya kelabu kini menyala merah, seolah-olah matahari terbenam tak ingin berakhir. Dinding cahaya merah, seperti tirai tebal yang tak terduga, tiba-tiba terentang, membentuk kubah yang memisahkan Jakarta dari dunia luar. Klakson mobil yang biasanya menandakan kesibukan, kini menjadi nyanyian kepanikan. Pengemudi yang terjebak dalam kemacetan menatap ke atas, mata mereka melebar dalam ketakutan, terpaku pada fenomena merah yang menggantung di atas mereka. "Cahaya apa itu?" teriak seorang pengemudi, suaranya tenggelam dalam kegaduhan. "Apakah ini akhir dunia?" gumam seorang ibu, tangannya gemetar memeluk anaknya. "Tidaaak … aku belum siap untuk mati! Aku masih belum punya pacar!" jerit seorang pemuda, setengah berdoa, setengah berharap. "Ini pasti invasi alien!" seru seorang kakek, matanya terbelalak tak percaya. Banyak orang yang menduga-duga menge
“Sekarang … kalian sudah bisa tenang?” Ketika suara Libra yang tenang dan terkendali menggema di seluruh penjuru Jakarta, keheningan mendadak menyelimuti kota. Warga yang terperangkap dalam kubah merah hanya bisa menatap layar ponsel mereka dengan mata yang terbelalak, bibir terkatup rapat, tak satu pun berani mengeluarkan suara. Ketakutan yang sempat menguasai mereka kini berganti menjadi diam yang mencekam.Libra, dengan senyum yang tersembunyi di balik topengnya, mengamati keheningan yang telah ia ciptakan. "Begini kan lebih baik," ucapnya, suara tenangnya berkontras dengan senyum puas yang tergambar dari balik topeng.Kabar yang ia sampaikan selanjutnya seakan menjadi oase di tengah padang pasir keputusasaan. "Sebagai hadiahnya, aku akan memberi kalian kabar baik. Aku bisa membebaskan kalian dari kurungan ini, asalkan kalian bersedia mengikuti permainanku." Kata-katanya menyalakan semangat dalam hati yang telah lama padam.Mata warga yang tadinya mati rasa kini berbinar, seakan-ak
Kakek tua berjenggot putih itu duduk dalam keheningan, matanya terpaku pada layar melayang yang memperlihatkan kekacauan yang ditimbulkan oleh Libra. Urat-urat di dahinya menonjol, tanda kemarahan yang mendidih di dalamnya. Tiba-tiba, dengan gerakan yang penuh amarah, tangannya yang keriput menghantam meja di depannya. Dentuman keras terdengar, dan dalam sekejap, meja itu pecah berkeping-keping seperti kaca yang terlempar. Getaran yang dilepaskan dari pukulannya bukan hanya meretakkan meja; ia merambat ke seluruh struktur gedung 15 lantai, mengguncangnya hingga ke dasar. Suara gemuruh memekakkan telinga bergema, disertai debu dan puing yang menari-nari di udara, menutupi pandangan seperti kabut tebal. Orang-orang di dalam gedung tidak sempat mengucapkan sepatah kata pun sebelum mereka tertimbun dalam reruntuhan. Kakek tua itu berdiri, sekarang melayang di atas awan debu yang tebal, siluetnya tercetak jelas di bawah sinar rembulan. "Beraninya ... beraninya serangga seperti kalian meru
Api membumbung tinggi di berbagai tempat kota Jakarta, membuat langit menjadi semakin merah. Asap tebal mengepul, membawa bau hangus yang menyengat hidung. Jeritan dan teriakan marah bergema, mengiringi langkah para warga yang dengan brutalitasnya membakar gedung demi gedung, mencari-cari markas Kementerian Penanggulangan Bencana Supranatural. Tanpa belas kasihan, mereka menyeret dan menghakimi siapa saja yang mereka curigai sebagai anggota kementerian. Darah tak bersalah pun tumpah di jalanan, menjadi saksi bisu atas keganasan massa yang telah kehilangan segala rasa kemanusiaan. Dalam kekacauan yang tak terkendali itu, sebuah kebetulan membawa mereka pada penemuan yang mengejutkan. Di bawah stadion Gelora Bung Karno, tersembunyi markas rahasia Kementerian Penanggulangan Bencana Supranatural, terbongkar karena mesin penjual minuman otomatis yang hancur—yang tak disangka adalah pintu rahasia. Massa yang sudah termakan oleh hasutan Libra, memaksa menerobos masuk, menghancurkan dan men