"Hari ini kamu harus istirahat untuk memulihkan kondisimu. Jadi, aku sebagai Penjaga...Ehem, bukan. Maksudku sebagai gurumu ini akan kembali nanti. Jika kau sudah merasa lebih baik, cobalah untuk mempelajari lipatan kertas itu!" ucap Akandra yang langsung berbalik.Dan saat berbalik, Akandra melihat Tabib Arsa yang masih mengamati mereka. Melihat itu Akandra jadi teringat dengan saksi mata yang mengetahui apa yang sudah terjadi sejak tadi. Padahal sejak tadi dia tidak menyadari jika ada tabib di ruangan itu."Aku pergi dulu. Tolong jaga muridku dengan baik." Akandra mengatakannya sambil berjalan ke arah pintu.Namun, saat Sampai di depan pintu—langkah kaki Akandra terhenti. Dia membalikkan badan dan kembali menatap ke arah Pandya kemudian beralih menatap ke arah tabib Arsa. Sedang tabib Arsa yang mendapat tatapan itu kembali merasakan keringat dingin yang menyergap di sekujur tubuhnya."Jika ada orang lain mengetahui tentang apa yang terjadi tadi, aku akan langsung mencarimu dan membu
PAAATS!BUUUKK!"ARGH!"BRUUUK!"AAARGH!! UHUK!"Suara perkelahian beriringan dengan suara teriakan para murid yang kesakitan. Para penjaga dan guru membekuk semua murid yang berdemo di gerbang akademi hanya dalam waktu yang singkat. Bahkan, kini para murid yang tadi berteriak-teriak sudah tidak berkutik dan tidak sadarkan diri.Agha dan Baadal yang melihat dari kejauhan merasa puas dengan apa yang mereka lihat. Karena, walaupun memang ada unsur tidak adil—tapi ujian tetaplah ujian. Mereka yang gugur berarti tidak berhak menyandang status pendekar murni sekalipun.Apalagi ada sosok istimewa yang bisa menyelesaikan ujian tanpa tenaga dalam. Hal itu membuat standard para guru kini menjadi semakin tinggi untuk meloloskan para murid. Karena ini pertama kalinya dalam sejarah ada seorang murid tanpa tenaga dalam bisa berhasil di ujian tahap 1."Mereka sangat sombong. Padahal guru-guru bahkan penjaga disini memiliki kemampuan yang lebih tinggi di banding mereka, tapi mereka tetap melakukan h
Di dalam ruang pengobatan akademi, tabib Arsa masuk membawa nampan yang berisikan jarum akupuntur beserta ramuan obat yang dia buat. Dia cukup sibuk sejak semalam karena Pandya yang pada akhirnya tidak sadarkan diri, setelah bertahan cukup lama dengan rasa sakit yang dideritanya. Dan ini sudah ketiga kalinya dia kembali membawakan alat akupuntur dan ramuan obat untuk Pandya.Nampan itu diletakkannya di nakas samping tempat tidur agar memudahkan tabib Arsa untuk menggunakannya. Namun, belum sempat memulai pekerjaannya—Pandya terbangun dari tidurnya. Dia menatap tabib Arsa dengan wajah yang masih pucat."Tabib...," panggil Pandya dengan suara yang masih serak."Namaku Arsa, kau bisa memanggilku tabib Arsa," jawab tabib Arsa menanggapi panggilan Pandya."Ah, kalau begitu... Tabib Arsa, apa kondisi saya cukup parah?" Pandya bertanya sambil berusaha untuk duduk, namun langsung di tahan oleh tabib Arsa.Mendengar pertanyaan itu membuat tabib Arsa menatap Pandya dengan tatapan nanar. Walaupu
'Tentu bisa. Saat ini jiwaku sudah menyatu denganmu, jadi itu bukan hal sulit untuk melakukannya. Memang kenapa?' tanya Sakra bingung.'Jika menggunakan tenaga dalam milikmu, aku akan bisa sembuh lebih cepat bukan? Tapi jika aku bisa sembuh lebih cepat, orang-orang akan mencurigaiku. Jadi, apa kau bisa mengatur denyut nadiku agar tidak ada yang curiga setelah aku sembuh?' Pandya menjelaskan idenya.'Idemu tidak buruk. Baiklah, aku akan mengaturnya agar tidak akan ada orang yang curiga. Tapi apa rencanamu setelah itu?' Sakra masih belum benar-benar paham dengan rencana yang dipikirkan oleh Pandya.Pandya menyunggingkan senyumannya tanpa sepengetahuan tabib Arsa. Dia sudah membayangkan apa yang akan dilakukannya, setelah tubuhnya benar-benar sembuh. Apalagi saat ini Akandra sudah menjadi guru baginya, dia yakin kalau pamannya itu juga mempunyai rencana untuk bisa membuatnya tetap mendapat pelatihan selama masa pemulihannya.'Baiklah. Kalau begitu kau bisa mulai menyembuhkan luka dalamku
Raut ketegangan terpancar dari wajah para murid. Mereka benar-benar terkejut dengan pengumuman yang mendadak itu. Bahkan, untuk keuntungan ujian tahap 1 saja belum mereka terima semua, tapi mereka sudah harus memikirkan tentang ujian tahap kedua."Bukankah ini terlalu cepat untuk ujian tahap kedua?" bisik salah seorang murid."Benar, bukankah 3 tahun ada 6 tahap ujian? Bukankah paling tidak ada waktu 6 bulan untuk setiap tahapannya?" tambah murid yang lain."Sudahlah, lebih baik kita dengarkan dulu saja penjelasannya!" jawab salah seorang murid menghentikan pembicaraan itu.Semua masih menunggu kelanjutan ucapan Agha. Namun, bukannya melanjutkan bicara—dia malah menghampiri salah seorang penjaga yang membawa sebuah kotak dengan kedua tangannya. Kotak berwarna hitam itu cukup besar, walaupun sepertinya penjaga itu tidak merasakan beban sama sekali saat membawanya.Agha menganggukkan kepala kepada salah seorang penjaga yang langsung paham dengan apa yang dimaksud. Penjaga itu membuka gu
Setelah selesai dengan memperagakan sebuah jurus, Akandra menghampiri Pandya yang masih menatapnya. Dia tahu jika Pandya akan terkejut dengan apa yang dilakukannya, tapi ini memang sudah Akandra rencanakan sebelumnya. Dia ingin Pandya melihat secara langsung, seni bela diri dari Ajaran Pedang yang seharusnya sudah dia pelajari sejak awal."Kau tahu apa jurus yang aku perlihatkan barusan?" tanya Akandra mencoba memberi kesempatan kepada Pandya untuk menebak."Aku merasa tidak asing dengan setiap gerakannya. Tapi, gerakan guru tadi benar-benar sangat sempurna!" jawab Pandya antusias."Benar, sebenarnya kamu sudah sering melihatnya. Tapi, melihatku secara langsung mungkin membuatmu ragu itu gerakan yang sama atau bukan." Akandra kembali memancing Pandya untuk kembali menebak.Pandya kembali berpikir dan mengingat-ingat setiap gerakan yang dilihatnya barusan. Dia benar-benar seperti sudah sering melihatnya, dengan versi yang berbeda. Dan saat akhirnya dia ingat, matanya langsung melotot k
"Kalau itu, lebih baik kau tau bersama murid yang lain. Aku hanya akan membantumu berlatih untuk mempersiapkannya. Sudahlah, kau istirahat saja untuk malam ini—dan baca semua kitab yang aku letakkan disana!" perintah Akandra sambil menunjuk nakas di samping tempat pembaringan.Kitab yang dimaksud oleh Akandra sudah bertumpuk di atas nakas—yang cukup banyak dan tebal dengan ukuran yang berbeda-beda. Mungkin, itu semua kitab bela diri Ajaran Pedang yang belum pernah Pandya pelajari sebelumnya. Dan sekaranglah saatnya dia bisa mempelajarinya, setelah bisa menepati janji dengan 5 pemimpi Ajaran.Setelah memberi perintah, Akandra langsung keluar dari ruang pengobatan tanpa berbalik lagi. Setelah menatap kepergian Akandra hingga tubuhnya terhalang oleh pintu, Pandya duduk di tempat pembaringan dan mengambil salah satu kitab yang dibawakan sang guru. Dia melihat judul buku yang tertulis di sudut sampulnya."Jurus Ajaran Pedang Tahap Awal? Apakah aku benar-benar harus mempelajarinya dari awal
'Aku juga tidak tahu. Tapi melihat tadi dia melirik kearah kitab, sepertinya dia tahu kalau pamanmu datang kesini.' Sakra mengatakan pemikirannya.'Benarkah? Lalu, bagaimana jika dia melaporkan kalau paman melanggar peraturan?' tanya Pandya panik.'Menurutku itu tidak mungkin. Jika memang dia berniat seperti itu, pasti dia mengajak si tabib untuk menjadi saksi," jawab Sakra santai.Pandya tampak memikirkan jawaban Sakra yang menurutnya masuk akal. Lagipula, penjaga timur dan barat adalah pasangan dengan kekuatan hebat di akademi. Pandya pikir memang tidak mungkin jika Agha akan menyulitkan Akandra hanya untuk mendapat pujian.Setelah cukup lama berpura-pura tidur, pada akhirnya Pandya merasa sudah tidak nyaman dengan posisinya. Dan mau tidak mau dia harus bersikap seperti baru saja terbangun, agar bisa menggerakkan tubuhnya dengan bebas. Sedangkan tabib Arsa yang melihat pergerakan Pandya langsung mendekat kearahnya."Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya tabib Arsa saat Pandya sudah b