Hani turun dari mobil berwarna silver milik Niko. Sedikit memijit pelipisnya yang terasa pusing. Tak terbiasa berkeliling naik mobil mewah. Kedua tangannya menenteng plastik obat yang tadi baru dibeli di apotik."Kemari kamu!"Sentak kasar ibu Siti, dan menarik lengan Hani menuju pojok ruang tamu."Kemana saja kamu sama nak Niko. Bisa-bisanya kamu berani menggoda adik majikan kamu ya. Sadar diri kamu itu siapa, nak Niko itu siapa. Dia tak sepadan dengan kamu."Ibu Siti mengeratkan tangannya pada lengan Hani. Namun Hani hanya mengerutkan keningnya tak mengerti jalan pikiran ibu Siti."Jika kamu masih berani seperti ini, aku akan mengusir kamu dari sini!"Hani menatap tajam wajah ibu Siti."Iya bu, usir saja. Tapi ingatlah, bagaimana jika nyonya Greta tau yang sebenarnya. Bagaimana latar belakang mas Bram. Apa dia masih bujang atau sudah memiliki istri di kampung," jawab Hani tegas.Mata ibu Siti memerah menahan amarah, bagaimana pun bisa saja keberadaan mereka terancam di dalam rumah i
Hani menghela napas panjang. Dan terus melanjutkan mencuci pakaian majikannya kembali. Bayangan tadi, dia akan simpan rapat-rapat dalam memorinya. Bagaimana kebaikan Niko untuknya selama ini dia harus menyimpannya dan terus mengingatnya sepanjang waktu. Apa yang sudah Niko lakukan mungkin tak bisa dia balaskan. Tapi dengan segala perintah Niko, apa pun dia akan lakukan semuanya.Malam ini Hani pulang agak larut. Sebab pekerjaannya yang menumpuk baru selesai. Hani menyeka keringat di keningnya. Bersiap untuk kembali ke kamar belakang."Kenapa baru kembali ke belakang?"Suara berat di belakang Hani mengagetkanya.Hani menunduk dan menjawab, " Bukankah tadi siang aku sudah katakan tuan, pekerjaanku akan menumpuk jika aku keluar dan lergi bersenang-senang. Beruntung nyonya Gretatak tahu, jika tidak mungkin ...," Hani tak melanjutkan perkataannya."Mungkin nyonya Greta akan mengusir aku dari rumah ini," lanjut Hani lemas."Aku yang akan bertanggung jawab, jika kakaku berani melakukan hal
Satu minggu nyonya Greta terbaring sakit di rumah. Karena merasa sakitnya hanya sakit kepala biasa, dia memilih beristirahat di rumah saja. Dan memantau pekerjaannya dari rumah, terhubung dengan sekertaris pribadinya yang memudahkan dia masih bisa mengontrol pekerjaannya.Dina adalah sekertaris kepercayaannya sudah lebih dari lima tahun. Segala sesuatu urusan kantornya dapat dikerjakan olehnya tanpa banyak bertanya. Nyonya Greta sudah sangat menyayanginya seperti adik kandungnya sendiri."Sayang, aku bawakan sarapan untuk kamu." Bram masuk ke dalam kamar, membawakan nampan berisi sarapan dan susu hangat.Bram melayani istrinya sebaik mungkin, hingga menyuapi makanan ke mulut nyonya Greta. Tak lupa segelas susu untuknya, sehabis makan.Kemudian obat-obatan yang sudah diganti olehnya. Tanpa sepengetahuan istrinya itu."Cepat sembuh ya sayang." Bram mengecup kening istrinya dengan lembut, nyonya Greta hanya mengangguk lemah.Lima menit kemudian, istrinya terlelap dalam tidurnya.Di
"Terima kasih pak"Pria itu mengangguk dan berlalu pergi.Tanpa menunggu lama nyonya Greta memeriksa pekerjaan itu dan menandatangani berkas penting itu."Aduh, bagimana ini?" Nyonya Greta terlihat khawatir."Berkas-berkas ibu akan di serahkan pada Dina untuk pelaksanaan kerja sama. Tapi Dina malah berhalangan datang kemari, karena harus bertemu klien penting di kantor. Padahal berkas ini sangat dibutuhkan," keluh nyonya Greta."Sini sayang, biar aku yang antarkan berkas ini ke perusahaan kamu.""Benar tak apa-apa mas?" Tanya nyonya Greta memastikan."Iya sayang, jangan khawatir. Aku bisa kok membantu kamu melakukan apa saja," jawab Bram dengan mantap, kemudian mengambil berkas itu dan berlalu keluar dari ruangan istrinya. Hanya membutuhkan tiga puluh menit perjalanan, Bram tiba di perusahaan milik istrinya. Dia sudah beberapa kali di ajak nyonya Greta ke perusahaannya. Tentunya hanya untuk melihat-lihat keadaan perusahaan istrinya itu. Perusahaan besar yang di geluti oleh istriny
"Ada apa ribut-ribut di sini?"Suara bariton Niko mengagetkan mereka yang berada di ruang makan.Para pelayan yang tadi mengintip kini berhamburan lari kembali menuju ke dapur. "Kami sedang mengalami masalah keluarga," jawab Bram.Niko berlalu dan tak ingin menanggapi perkataan Bram.Jika Niko sudah naik ke lantai atas, Hani wajib membawa secangkir kopi panas ke lantai atas di kamar milik Niko."Ini kopinya tuan," ucap Hani sambil meletakkan kopi di atas meja kerjanya.Niko meminta Hani duduk di kursi di depan meja kerjanya."Apa ada yang mencurigakan?""Sepertinya musibah sedang melanda keluarga tuan Bram. Rumah mereka di kampung kebakaran.""Baguslah kalau begitu.""Kok bagus tuan, orang mendapat musibah tuan malah tenang saja dengan mengucapkan kata bagus," protes Hani."Kamu mau aku mengasihani mereka?" Tanya Niko."Bukan begitu maksudku.""Aku mencurigai mereka Hani, pasti kesehatan kakakku yang bermasalah ada kaitannya dengan mereka.""Kenapa tuan berpikiran seperti itu?""Soaln
Rasa aman melakukan pekerjaan, saat ibu Siti dan Nita kembali ke kampung.Para pelayan melakukan pekerjaan seperti biasanya untuk melayani majikan mereka. Pagi-pagi secangkir kopi panas untuk tuan Niko, disiapkan oleh Hani. "Mbok Rumi, tolong katakan pada para pelayan yang lain, siapkan segala sesuatunya untuk kakakku. Siang nanti dia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit.""Baik tuan, silahkan menikmati sarapannya," ucap mbok Rumi sopan.Sedang Hani melakukan tugasnya seperti biasa. Tak akan ada lagi beban yang memberatkan dirinya. Dengan kepergian ibu Siti dan Nita membuat dia sedikit merasa lega. Kesombongan ibu Siti dan Nita di rumah ini membuat dirinya merasa khawatir.Jika saja ibu Siti dan Nita terus berada di rumah ini, suatu saat rahasianya pasti terbongkar sebelum waktunya. Bukannya Hani tak menginginkan nyonya Greta mengetahui rahasia besar suaminya.Dia hanya merasa ketakutan jika semuanya terbongkar, dia belum bisa membayar ganti rugi kontrak kerjanya jika terpaks
"Selamat datang nyonya."Para pelayan mengangguk hormat pada nyonya Greta yang turun dari mobilnya memasuki rumah.Mata sayu nyonya Greta menandakan bahwa dia masih belum benar-benar pulih dari rasa sakitnya. Dia membalas sapaan para pelayan dengan seulas senyum dari bibirnya yang pucat.Bram memapah tubuh istrinya menuju ke lantai atas."Mbok Rumi ini menu yang disarankan oleh dokter di rumah sakit untuk kak Greta."Niko menyodorkan sebuah notes kecil untuk mbok Rumi.Catatan khusus dari ahli gizi, untuk nyonya Greta agar lebih cepat pemulihannya.Mbok Rumi menerimanya.Berbagai menu sehat yang harus dikonsumsi oleh nyonya Greta. Sambil membacanya mbok Rumi mengangguk-angguk tanda mengerti. "Hani, ayok bantuin mbok Rumi buatkan bubur sayuran untuk nyonya Greta," ajak Mbok Rumi pada Hani yang masih sibuk merapikan isi kulkas."Iya mbok, sebentar lagi."Hani menyelesaikan tugasnya lalu bergegas membantu mbok Rumi. Memotong beberapa potongan sayur ke dalam panci bubur buatan mbok Rumi.
Yang tak kalah terkejut adalah Hani. Baru saja menikmati hidup menjadi asisten rumah tangga yang terbebas dari mulut jahat ibu Siti dan Nita. Baru saja merasa lega, akan kepergian mereka. Sayang semua itu tak berlangsung lama. Cuma dua hari, kini mereka kembali lagi, membuat kepala Hani pusing memikirkannya.Bagaimana caranya agar kedua wanita ini segera pergi dari rumah milik majikannya. Biar bagaimana pun, mana mungkin mereka harus tinggal bersama di rumah ini. Hani saja merasa tak suka. Apa kabar dengan perasaan nyonya Greta barusan.Hani menghela napas panjang. Ingin kembali menuju ke dapur."Eh, babu. Buatkan kami minuman yang seger yah. Gerah dan haus rasanya," ucap ibu Siti pada Hani sambil mengipas wajahnya dengan tangan."Iya nyonya," jawab Hani menunduk patuh.Tapi di dalam hatinya terasa nyeri yang teramat hebat.Sambil menuju ke dapur dengan wajah di tekuk. Antara malas dan marah Hani membuat minuman yang diminta ibu mertua majikannya."Yang sabar Hani. Tak usah diperdulik