Share

6 Menikmati Cahaya Rembulan

"Kamu masih gak ngerti apa kesalahanmu heh?!!!" tanya Vania sambil uring-uringan di telpon.

"Iya, Van. aku tidak tahu, Van. mungkin ada orang yang memfitnah aku. mungkin si tukang Cleaning Service itu yang memfitnahku," jawab Ardy membela dirinya di ujung telpon.

"KAMU JANGAN MENUDUH ORANG!!! GAK ADA ORANG YANG FITNAH KAMU!!! AKU MELIHAT PERBUATANMU DENGAN MATA KEPALAKU SENDIRI DAN ITU SUDAH LEBIH DARI CUKUP BAGIKU, UNTUK PUTUS DENGANMU, TAU!!!" teriak Vania yang sebal dengan sikap Ardy yang seenaknya menuduh Davin sebagai tukang fitnah itu.

"Perbuatan apa sih? aku gak ngarti, say. please, jangan terpengaruh orang, say," kata Ardy ngeyel.

"Aku melihat perselingkuhanmu dengan Lita kemarin di kantor. dan aku melihat perbuatan kalian berdua itu dengan mata kepalaku sendiri. jadi, jangan bilang kalau ada yang fitnah kamu, karena aku yang melihatnya sendiri, MENGERTI!!!" sembur Vania.

"Kemarin? oh, itu. itu bukan apa-apa, beb. Lita hanya membantu tugasku di kantor. itu aja."

"Kamu kira aku anak kecil yang tidak bisa melihat, mana yang sedang membantu dan mana yang sedang berbuat yang tidak-tidak, heh!!! sudahlah, jangan mengelak lagi, akui saja perbuatan mu itu!!!"

"Oke. baik. ehm....itu, aku akui. tapi, itu adalah perpisahan kami. ya....itu perpisahan kami. kami berdua berjanji untuk jalan sendiri-sendiri, dan itu adalah hal terakhir yang kami lakukan. begitu."

"Sudahlah, Ardy. kamu gak perlu nge les lagi. karena aku sudah tahu siapa kamu, dan aku tidak akan pernah kembali padamu. tidak akan pernah!!! jadi, terimalah perpisahan kita ini."

"Aku tidak akan mau menerimanya, Van. please..."

"POKOKNYA KITA PUTUS...TUS....TUS," teriak Vania sambil menutup teleponnya dan langsung memblokir nomor telpon Ardy dari handphonenya. karena Vania tahu, kalau Ardy, pasti akan mencoba lagi menghubunginya.

Begitu Vania menutup teleponnya, dia kaget karena Davin sudah mengajaknya duduk di depan jendela kamar untuk menikmati sinar bulan di malam ini.

Sebelum Vania duduk, Vania sempat menatap wajah tampan Davin, wajahnya terkena pantulan cahaya rembulan hingga wajah itu, terlihat tampan bagi Vania bahkan bukan cuma tampan, tapi, sangat tampan.

Vania merasa sedikit menyayangkan saat mengingat profesi Davin yang hanya seorang karyawan Cleaning Service itu, tapi, bagi Vania, Davin dengan profesinya ini, masih jauh lebih baik dari Ardy dengan kelakuannya itu.

Untuk beberapa saat, mereka berdua menikmati cahaya rembulan tanpa ada yang bersuara sama sekali, keduanya tenggelam dalam indahnya cahaya rembulan, tanpa kata-kata, tanpa suara, tapi, kedua hati mereka semakin menyatu di bawah cahaya rembulan.

"Aku ingin kesana," kata Vania memecah keheningan.

"Ke sana? hmm. hanya astronot yang bisa ke atas sana."

"Aku tahu. karena itu, aku ingin ke Paris dulu. Menikmati menara Eiffel," kata Vania.

Setelah itu, hening lagi, hingga akhirnya, Vania kembali memecah keheningan," Kamu sendiri, kamu ingin kemana?"

"Aku... aku tidak ingin kemana-mana. impianku sederhana. aku cuma ingin menemani wanita yang aku cintai kemanapun dia ingin pergi, kalau dia ingin ke Paris, aku akan menemaninya kesana, bahkan, kalau dia ingin ke bulan, aku juga akan menemaninya," jawab Davin sambil menatap wajah Vania.

"Hahahaha.... rupanya kamu bisa bercanda juga," kata Vania sambil menonjok pelan ke lengan atas Davin yang duduk di sampingnya.

"Itu bukan candaan," bantah Davin di dalam hatinya. dia memilih untuk tidak mengatakannya langsung kepada Vania, tapi mengucapkannya di dalam hati, agar menjadi janjinya untuk Vania, gadis yang sangat disukainya ini.

"Yuk ah. kita tidur. aku tidur di ranjang dan kamu boleh tidur di sofa, aku tidak akan mengajak teman-temanku kesini, jadi, kamu boleh tidur di kamar ini. oke," kata Vania yang langsung menuju ranjang untuk tidur.

Davin masih duduk di tempatnya tadi, dia masih menatap ke arah rembulan, dia sengaja belum mengikuti anjuran Vania untuk tidur, karena, Davin masih menunggu saat yang tepat baginya untuk menikmati wajah Vania sepuasnya.

Dan akhirnya, saat itupun datang, terdengar suara dengkuran yang sangat halus dari bibir Vania. walaupun halus, tapi, itu sudah cukup bagi Davin untuk mengetahui kalau saat yang dinantinya telah tiba.

Setelah yakin kalau Vania sudah tidur, Davinpun kini menggeser posisinya lebih mendekat ke arah ranjang, karena Davin ingin melihat wajah Vania sepuasnya. saat ini, tubuh Vania telah dibalut selimut tebal, tapi, wajahnya tidak terbalut selimut, dan wajah itu, memancarkan keagungan dan kecantikan yang menjadi satu dalam sebuah kata yang disebut 'sempurna'. ya, kecantikan Vania ini, boleh dibilang, adalah kecantikan yang sempurna.

Sebagai anak orang paling kaya di Hongkong, sejak kecil, Davin sudah melihat atau berkenalan dengan model-model cantik asal Hongkong yang beberapa kali menghadiri acara di rumahnya, tapi, Davin belum pernah menemui wanita secantik Vania, karena itu, saat ini, Davin pun memanfaatkan kesempatan ini untuk menatap wajah Vania sepuasnya.

Setelah puas, Davin pun pergi ke sofa hotel dan jatuh tertidur. Davin terbangun di pagi hari, saat dia mendengar suara Vania yang memintanya untuk bangun.

"Vin, Davin....ayo bangun," kata Vania sambil duduk di sofa yang ditiduri Davin.

Davin pun membuka matanya dan sangat kaget dengan pemandangan wajah Vania yang sangat dekat dengannya itu, hal ini membuat Davin terpesona, saat melihat wajah jelita Vania, setelah terpesona, Davin kelabakan saat menyadari kalau ada iler di pipinya. Davinpun langsung meloncat untuk menuju ke kamar mandi.

"Vin... cepetan mandi ya? kita mau ke restoran hotel. perutku laper," kata Vania kepada Davin.

"Iya. aku mandi dulu ya," kata Davin sambil ngeloyor ke kamar mandi hotel.

**

Beberapa saat kemudian, Davin dan Vania sudah berjalan mendekati restoran hotel, Davin dan Vania bermaksud makan di restoran hotel. Vania mengenakan baju cantik dengan blouse dan celana jeans, sementara Davin, cuma mengenakan kemeja murahan dipadu dengan celana jeans murahan. tapi, walaupun begitu, wajah mereka berdua yang ganteng dan cantik itu, terlihat serasi.

Saat ingin memasuki restoran, mereka berdua dihadang oleh seorang pegawai hotel. Vania segera memberikan dua karcis ke petugas hotel, karcis untuk sarapan pagi mereka.

Dengan ramah, petugas hotel itu, langsung mempersilahkan Vania untuk masuk tapi, waktu Davin juga ingin masuk, petugas hotel tidak membolehkan Davin untuk ikut masuk ke dalam.

"Loh pak. kenapa dia gak bisa masuk?" protes Vania saat melihat petugas hotel langsung mencegat Davin yang ingin mengikutinya masuk ke dalam restoran hotel.

"Begini, non. ada laporan dari seorang tamu terhormat, kalau pemuda ini, dicugai adalah seorang pencuri, tamu hotel kami itu, kehilangan barang berharganya dan dia curiga kalau pemuda ini yang mengambilnya, karena itu, dia tidak bisa masuk," kata petugas hotel sambil menunjuk ke arah Davin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status