“Oke,” ucap Brooke menatap Galen sebentar lalu memalingkan wajahnya. Gadis itu bingung harus bersikap seperti apa meski telah menerima saran dari Milly.
Materi yang diajarkan oleh guru kali ini terasa lebih membosankan dari biasanya bagi Galen. Waktu berjalan terasa sangat lambat untuk menuju bel istirahat berbunyi. Dia hanya menghela napas pendek berkali-kali saking tidak sabar bel berbunyi.
Beberapa jam kemudian, guru pun keluar dari kelasnya karena jam belajarnya berakhir. Galen sudah beranjak dari bangkunya dan menunggu Brooke berdiri. Pemuda itu sengaja berdiri di sisi meja teman sebangkunya agar tidak kabur.
“Ayo, ikuti aku,” ajak Galen menatap Brooke ke dalam matanya.
Gadis itu menoleh ke arah Milly untuk meminta pertolongan tapi temannya hanya mengedikkan bahu. Dengan terpaksa, Brooke pun berdiri dan mengikuti langkah lebar Galen menuju perpustakaan.
Pemuda kembaran Galaxy itu membawa Brooke ke ruangan The Enigma Boy
Deruan napas Galen hampir menyatu dengan napas Brooke. Pemuda itu menjauhkan kepalanya lalu mengusap bibir Brooke yang sedikit pucat dengan jempolnya. Lalu, dia mengecup kening si pemilik unit.“Nanti malam kutunggu jawabanmu,” ucap Galen menatap lembut netra Brooke. “Aku pamit.”Galen memutar tubuh Brooke agar tidak menghalangi pintu. Jika dia tidak pulang saat ini, dia takut membuat kecewa banyak orang jika tetap berada di sini. Pemuda itu menoleh sekali lagi sebelum menutup pintu unit tersebut.Pemuda jangkung itu berjalan normal hingga dia tiba di mobil. Tangannya gemetar saking dia tidak menyangka bahwa dia mendapat ciumannya dengan gadis yang dia sukai. Jantungnya berdetak cepat hingga dia takut untuk mengendarai mobil.Dering ponselnya yang nyaring membuat kesenangannya berakhir. Di sana tertera nama sang ibu yang menghubunginya.“Ada apa, Mom?” tanya Galen mencoba senormal mungkin meski detak jantungnya m
“Gak,” timpal Galaxy pelan tapi masih belum hilang isakannya.“Gak papa, kok. Kita sedih, tapi saat di pemakaman nanti jangan nangis lagi. Ben pasti sedih kalo tahu kita menangis,” saran Galen. Kakaknya paham mengapa Galaxy begitu bersedih terlebih Ben adalah seorang sosok pengganti kakek dalam hidup mereka.Kakek dan Nenek dari pihak ayah dan ibunya masing-masing sudah meninggal tapi mereka tidak tahu bagaimana. Jadi, ketika kematian Ben yang sangat mendadak membuat mereka terpukul.Dari kejauhan, si bungsu mendekat ke kedua kakaknya karena melihat mereka masih saja bersedih. Putri bungsu itu memeluk Galaxy dan tidak meninggalkan sisi kakaknya selama proses orang-orang berdoa. Baru ketika akan berangkat ke pemakaman, Lily memilih bersama kedua orang tuanya.“Ben, adalah pengganti ayah selama aku tinggal di mansion setelah ayah meninggal,” ucap Lionel memberi sedikit kata untuk mengantarkan kepergian Ben ke tempat istir
“Mom, akhir pekan ini, aku dan Galaxy mau naik gunung ya,” ucap Galen meminta izin kali ini.“Kenapa tiba-tiba?” tanya Joanna sedikit heran. Biasanya Galaxy yang meminta izin dibanding kakaknya.“Gak papa. Pengen ngajak Galaxy aja, Mom,” keluh Galen.Joanna tersenyum karena sosok Galen ternyata bisa perhatian terhadap adiknya. Kadang dia sebagai ibu jarang mendapat perlakuan manis dari si sulung. Namun, sekalinya perhatian membuatnya meleleh.Dia hanya berpesan untuk tetap hati-hati menjaga diri dan adiknya. Mengenai persiapan, putranya itu menjawab jika semua disiapkan oleh teman-temannya. Namun, kali ini Joanna menegaskan bahwa tidak boleh ada teman perempuan yang ikut dan Galen hanya bisa mengiyakan.Toh, tujuan pendakian kali ini untuk menghibur Galaxy bukan untuk menggaet perempuan. Galen pun duduk di meja makan karena sarapan sebentar lagi dimulai. Keluarga itu selalu dan mengharuskan sarapan sebelum beraktivitas apapun. Meski mereka dalam kondisi libur juga.“Lil, bangun. Ayo s
“Dasar gak profesional!” Joanna menutup teleponnya dengan kesal, usai bengkel langgangannya menolakmenangani mobilnya yang tiba-tiba mogok dan berasap di tengah jalan.Tidak tahu ingin menghubungi siapa lagi, dia pun mencobalagi dengan menyalakan kunci mobilnya, tetapi tetap tidak ada respon. Lantas Joanna keluar dari mobil, dan membuka kap mesinmobilnya. Keluarlah asap dari mesin itu yang membuatnya terbatuk.“Oh, Tuhan!” teriaknya kencang.Joanna menelan kekecewaaan meski dirinya ingin menangiskarena ia sama sekali tidak mengerti apapun mengenai mobil. Temannyayang dia mintai tolong pun tidak membalas. Satu-satunya solusi adalah dengancara meminta tolong kepada pengendara mobil yang lewat. Wanita cantik itumencoba melambaikan tangan, tetapi tidak ada satu pun mobil yang berhenti.Beberapa menit kemudian, sebuah mobil mendekat setelah diamelambai untuk yang kesekian kalinya, hingga tangannya terasa kebas.Pengemudi mobil sedan berwarna merah itu menepikan kendaraannya di de
“Hey, Anna! Kau melamun?” seru Elise memanggil Joanna yang sedari terlihat termenung.“Maaf, Lis. Ada apa?” sahut Joanna yang masih sedikit linglung. Dia masih memiikirkan ujian yang baru saja dilakukannya.“Kamu khawatir ujianmu tidak lolos lagi? Ayolah, jangan pesimis dulu.” Elise adalah teman yang selalu memberinya semangat jika dia sedang sedih.Joanna hanya menggeleng sambil tersenyum lalu kembali ke pekerjaannya sebagai sekretaris umum. Salah satu hal yang membuatnya mengikuti ujian sertifikasi adalah agar dia bisa ditugaskan menjadi sekretaris dengan jabatan yang lebih tinggi dan tentunya mendapatkan gaji yang lebih besar. Tidak seperti sekarang, wanita itu masih berpindah-pindah bagian sesuai posisi yang kosong.Kemudian, Joanna teringat akan mobilnya yang entah bagaimana nasibnya. Saking terburu-burunya dia lupa tidak meminta kartu nama pria itu. Meski dia yang sudah memberikan kartu nama dan nomor ponselnya, tetapi Joanna harus menunggu pria itu mengirim pesan kepadanya lebi
“Hah. Tanner?” desis Joanna yang tidak yakin akan pendengarannya. “Lionel James Tanner adalah putra Franklin Tanner?”Namun, semua keraguan dan rasa penasaran itu hilang begitu melihat sosok laki-laki yang sedari kemarin telah menolongnya sedang berdiri di atas panggung. Wajah Joanna menjadi pias dan tanpa sadar ia telah menahan napas.‘Jadi, selama ini hidupku masih saja berhubungan dengan Tanner? Argh,’ erang Joanna hanya dalam hati.Saat Elise menepuk bahu Joanna, dia menghembuskan napas yang sedari ditahannya.“Kamu kenapa, Anna? Capek berdiri? Mau pergi dari sini?” Elise merasa temannya terlihat tidak baik-baik saja. Bibirnya yang kehilangan warna darah membuatnya khawatir.“Ah, aku tidak apa-apa. Aku hanya kaget dengan pimpinan kita yang baru. Itu saja- ya itu saja,” balas Joanna lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri. Ia tersenyum canggung.Elise pun memilih untuk tetap di samping temannya itu, dan mulai memperhatikan sambutan yang disampaikan oleh pimpinan baru mereka. Sement
“Buka pintunya!” teriak Joanna kali ini lebih keras.Wanita itu semakin panik, sementara Lionel terkejut melihat seorang bocah laki-laki memanggil Joanna dengan sebutan ibu dan membuat wanita itu gelisah. Akhirnya ia membuka pintu sesuai permintaan Joanna. Lionel melihat sekretarisnya menghampiri bocah kecil itu dan cepat mengajaknya masuk ke dalam. Saking paniknya Joanna, pria itu jadi tidak fokus melihat wajah si bocah.Karena pintu rumah sekretarisnya tidak terbuka lagi, Lionel memutuskan untuk pergi dari sana. Entah bagaimana caranya dia sampai di hotelnya dengan selamat, saking terkejutnya dia dengan kenyataan bahwa Joanna sudah memiliki anak.Sementara itu, Joanna meminta kedua putranya untuk berkumpul di ruang tamu. Dia khawatir apabila Lionel sempat melihat putranya. Kedua putranya yang berusia 6 tahun itu menurut dan menunggu di ruang tamu sementara ibunya selesai mandi.“Dengar, kalian berdua, lain kali jika sudah malam jangan keluar rumah sembarangan seperti tadi,” tegur Jo
“Apa??” Lionel terkejut dengan permintaan ayahnya.“Iya, Tuan. Menikah dengan wanita yang fotonya ada di dalam amplop ini, atau sisa warisan ayah anda akan disumbangkan kepada yayasan yang sudah dipilih. Waktu yang diberikan ayah anda adalah satu tahun sejak anda menerima foto tersebut. Hanya itu yang bisa saya sampaikan. Saya permisi,” pamit pengacara itu setelah menyerahkan amplop tersebut.Lionel masih termenung dan tidak bergerak dari posisinya. Saat Jeff menghampirinya, baru dia berdiri dan menyimpan amplop itu di laci kedua ruang kerja ayahnya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dijadikan syarat oleh ayahnya.“Maaf, Tuan, mengganggu istirahat anda, tetapi ini laporan yang harus anda periksa dan tanda tangani untuk kerja sama dengan Soft Game Inc karena sudah tertahan selama tiga hari kemarin.” Jeff meletakkan dokumen tersebut di meja kerja. Dia meninggalkan tuannya sendirian karena dia masih berkabung."Baiklah, terima kasih, Jeff. Untuk sementara, kamu gantikan aku berada