"Ria, dengarkan dahulu penjelasanku! Aku sama sekali tidak pernah mendukung dan membenarkan sikap Tante Sandra. Sekalipun aku ada hubungan darah dengannya, aku tahu perbuatannya itu salah," kata David. Riana terdiam, ia memejamkan matanya dan berusaha mencerna perkataan David. Riana sudah terlalu sering melihat kemunafikan, sejak Tante Sandra mengusik kehidupan keluarga mereka. "Maaf karena selama ini aku menyalahkan kamu atas semua perbuatan tantemu, Mas. Aku harap perkataanmu itu benar, bahwa kamu tidak ada sangkut pautnya dengan rencana busuk Tante Sandra untuk menghancurkan keluargaku. Lihat, Mas! Wanita itu tidak pernah puas, sekalipun kami sudah kehilangan semuanya. Dia sudah merebut ayah kami, mengusir kami dari rumah, dan membuat ibuku kehilangan pekerjaan," kata Riana. Sejujurnya beberapa waktu setelah David menjauhinya, hati Riana dipenuhi dengan tanya, apakah keputusannya memutuskan hubungan dan membenci David sudah tepat? Karena Riana merasa David tulus dan tidak menyem
"Mengapa penjualan butik kita terus menurun?" tanya Sandra dengan suara cukup keras. Semua karyawan tidak berani mengangkat wajahnya, tak seorangpun memberi jawaban. "Penjualan bulan ini yang terburuk sejak butik ini dibuka. Dulu saat ada Hana di sini, toko tidak pernah sesepi ini," kata Donna. "Bagaimana mungkin? Kita bahkan menggunakan jasa desainer ternama, juga biaya promosi yang mahal. Apa kalian tidak melayani pembeli dengan baik?" tanya Sandra lagi. "Maaf, bukan seperti itu, Bu. Beberapa pelanggan yang pernah datang kemari dan akan menggunakan jasa kita, tiba-tiba membatalkannya. Mereka kecewa ketika mengetahui bahwa Bu Hana tidak lagi bekerja di sini," jawab salah seorang karyawan. "Sial! Pasti Hana yang menghubungi pelanggan kita dan merayu mereka untuk kembali menggunakan jasanya," cerutu Sandra. Sandra telah menggelontorkan banyak dana untuk membayar gaji desainer mahal dan berusaha membuat butik itu lebih berkembang. Namun kenyataannya justru berbanding terbalik, but
David mendengar suara langkah kaki Tante Sandra menuju kamar itu. Ia segera memasukkan kertas itu ke dalam sakunya dan menoleh ke arah pintu. "David, kamu tidak sopan! Mengapa kamu langsung masuk ke kamar ini? Om Hadi sedang beristirahat," kata Sandra yang tidak bisa menutupi rasa cemas. Sandra tentu takut David dan orang tuanya curiga melihat keadaan Hadi. "Tante, orang yang sedang sakit juga butuh dihibur dan didampingi," jawab David. Kedua orang tua David juga menyusul dan berdiri di belakang Sandra. Mendengar jawaban David, Sandra merasa geram. Ia berusaha agar David dan orang tuanya tidak berlama-lama ada di kamar itu. "Kita keluar saja, ya? Om Hadi itu sedang sakit, dia sering sensitif dan justru merasa sedih kalau ada orang yang mengasihani dia." Sandra langsung menggandeng tangan Mama David. Sebelum keluar dari kamar itu, David menatap kembali Om Hadi. Ia merasa pria itu sedang menderita dan ingin menyampaikan sesuatu padanya. David mengusap punggung Om Hadi dan keluar da
Sandra meninggalkan rumahnya dengan kesal. Gagal mendapatkan tanda tangan dari suaminya, ia memilih pergi dengan seorang pria muda yang selalu datang menjemputnya setiap malam untuk berpesta. Setelah Sandra pergi, Nur baru berani masuk ke dalam kamar tuannya. Ia terkejut melihat Hadi terkapar tak berdaya di lantai dalam kondisi setengah sadar. "Bibi! Tolong!" seru Nur. Bibi tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Hadi. Sebenarnya sedari tadi ia dan Nur sudah gemetar dan ketakutan mendengar amarah Sandra, tetapi tidak ada yang berani mendekat jika Sandra sedang dalam keadaan marah seperti itu. Nur dan bibi berusaha mengangkat tubuh Hadi ke kasur. Walaupun berat tubuh Hadi telah banyak berkurang, tapi tetap saja membutuhkan banyak tenaga untuk mengangkatnya. Nur yang bertubuh mungil tidak mampu mengangkatnya sendiri. "Bi, bagaimana ini? Aku takut melihat keadaan tuan. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk?" tanya Nur. "Iya, Nur. Kasihan Tuan Hadi, sudah sakit malah dianiaya seper
David segera membawa Hadi ke rumah sakit untuk mendapat perawatan dokter. Hari itu juga, seluruh saudara dan keluarga Sandra mengadakan pertemuan penting. Mereka semua merasa terkejut, karena Sandra telah berhasil menipu mereka dan merencanakan perbuatan sejahat itu. "Mama gak percaya kalau Sandra bisa berbuat sejahat itu, Nak. Dulu dia orang yang baik," kata Mama David dalam perjalanan ke rumah. "Iya, Ma. Secepat itu manusia bisa berubah, ya. Dulu aku juga mengenal Om Hadi sebagai orang yang baik. Aku gak menyangka Om Hadi bisa meninggalkan istri dan anak-anaknya demi wanita lain," ujar David sambil mengemudi. Mama David bertanya, "Apa kamu sudah memberi tahu keluarga Mario?" "Ah, hampir saja aku lupa. Aku hubungi Riana dulu, Ma," kata David. David mengambil ponselnya dari dalam saku dan menelepon Riana. "Halo, Ria. Aku punya kejutan untukmu. Besok pagi aku jemput, ya," kata David. David tersenyum membayangkan reaksi Riana saat menerima kabar yang akan ia sampaikan. ***Keeso
Hadi diijinkan pulang ke rumah dan menjalani rawat jalan. Riana berusaha membujuk ibunya untuk mengijinkan ayahnya tinggal di rumah untuk sementara, tapi Hana tidak menanggapinya. Siang itu Riana menjemput ayahnya sendirian di rumah sakit. Ternyata Hadi sudah meminta pengacaranya untuk mencari sebuah panti jompo. Sebenarnya Hadi bisa saja membeli rumah sendiri dan mencari asisten rumah tangga.Namun Hadi sengaja mencari sebuah tempat yang menampung beberapa orang lanjut usia. Ia sadar, sendiri di masa tua seperti ini adalah hukuman bagi kesalahannya di masa lalu. Penyesalan yang mungkin akan tersisa sampai akhir hidupnya nanti. Secara rutin Riana mengunjungi Hadi, menemani berbincang, bercerita, dan menyuapi ayahnya. Itu merupakan satu hal yang bisa menghibur dan menguatkan Hadi. Kondisi Hadi kini mulai membaik dan stabil. Ia juga cukup menikmati waktu dengan beraktivitas dan berkomunikasi dengan penghuni lainnya. Beberapa penghuni yang menderita stroke atau tidak bisa berbicara de
Sejak pertemuan itu, Hana mencoba tetap berhubungan baik dengan mantan suaminya. Satu kali dalam sebulan, Hana menemui Hadi dan membawakan makanan atau buah untuknya. Tanpa terasa Riana telah lulus SMA. Hari itu setelah acara kelulusan, Riana mengajak Mario dan ibunya ke panti jompo. Hadi mengusap air mata haru yang mengalir di pipinya, ia melihat putrinya telah tumbuh dewasa. David juga menyempatkan diri untuk pulang dari luar kota, demi menemani dan merayakan hari bahagia kekasihnya tersebut. Hana tersenyum melihat Riana sangat bahagia. Beberapa kali Riana mengajak semuanya untuk berfoto bersama. Hana juga merasa bahagia melihat keluarga mereka seakan kembali utuh walau hanya untuk sesaat. Sampai saat ini, Hana masih merasakan cinta pada Hadi. Namun rasa cinta itulah yang membuatnya merasakan sakitnya luka dan pengkhianatan itu. Jika persoalan rumah tangga yang harus dihadapi adalah ekonomi atau hal lain, mungkin dirinya akan bertahan. "Ayah, doakan aku, ya. Aku akan kuliah di
Riana sudah mulai kuliah di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Hadi melalui pengacaranya membiayai kuliah Riana dan menyediakan semua keperluannya sampai lulus. Hadi juga mengembalikan rumah yang dulunya dihuni oleh Hana. Di rumah itu, Hana memulai kembali kehidupannya dengan lebih tenang. Jadi juga memberi modal untuk Hana, agar bisa mengembangkan usahanya. Walaupun Hana belum bisa menerima kembali Hadi sebagai suaminya dan mencintai dia seperti dulu, tapi ia secara rutin mengunjungi Hadi di panti jompo. Itu membuat Hadi merasa sangat bersyukur, karena setelah Riana pergi ke luar kota untuk melanjutkan pendidikan, tentu ia merasa sendiri dan kesepian. Hana dan Hadi berusaha menjalin hubungan baik seperti dua orang sahabat. Seperti pagi itu, Hana datang ke panti dan membawa makanan kesukaan Hadi. Ia meluangkan waktu untuk makan siang bersama dengan Hadi. Hana membuka kotak makan yang dibawanya dan meletakkannya di meja. Hadi mengamati makanan yang tersaji di hadapannya. Menu yang