Wajah Elang tegang sesaat, mendengar penjelasan Ho tentang siapa sebenarnya Huang. "Dia musuh dalam selimut, dia yang menggulingkan jabatan kakekmu, Bahkan Shang Fu mendapatkan fitnah dari istri Huang, yang berakibat dirinya diusirnya dari kota ini." Ho masih menerawang jauh ke masa silamnya."Bedebah itu yang kau serang waktu ada di tanah keramat, dan kau berhasil membuat kedua istri Huang yang berbentuk kelelawar raksasa itu terluka berat. Entah bagaimana nasib monster jelek itu," timpal Bho dengan geram.Ada rasa amarah dalam diri Elang tentang masa lalu kakeknya yang tersingkirkan oleh lelaki jahat bernama Huang."Aku akan menghadapi dia." Elang semakin mantap dengan tekadnya."Aku punya rencana." Lalu Ho mulai berdiskusi dengan mereka."Kau masih ingat semua kejadian itu Bho? Kaulah saksi satu-satunya atas pertarungan mereka." tanya Ho melihat pada Bho."Iya, akan aku coba mengingatnya, saat itu ..." Bho menceritakan kejadian itu dengan runtut. "Sayang sekali aku dan Sher tak b
Elang masih tegak berdiri dalam tatapan tajamnya.Tiba-tiba,"Aku menolak tawaranmu! Aku lebih baik mati berkalang tanah diatas tanah negeriku dari pada aku menjadi pengecut dan pecundang negara."Elang berkata dengan tegas. Elang semakin menyatu dalam dimensi tersebut, tubuhnya semakin terisi oleh bayangan Shang Fu.Wusttt! Sabetan pedang milik lawan menerpa wajah pemuda tersebut. "Sudah aku duga!! Kau mata-mata itu." sungut Huang."Aku tak pernah menjadi mata-mata siapapun! Kau licik, Huang! "Blasttt! Kali ini Huang memberikan pukulan telak pada Elang. Tubuh pemuda itu langsung mundur selangkah. Pukulan itu hanya mengenai tempat kosong 'Bagus, Elang. Kau mulai bisa mengatur gerak spontan tubuhmu.' bisik paman Ho.Elang kembali menahan kakinya agar tak terjatuh, satu pukulan pada pundak Huang pun tak terelakan.Lengan baju kiri Huang robek."Sialan! Kau memang kampungan Shang Fu. Pantas saja tak ada wanita yang mau hidup bersamamu. Huh ... Ingat kau berhutang budi padaku. Posisi s
Sher, Mae dan Bho tak tahu dengan apa yang terjadi pada mereka. Hanya terlihat Elang yang bertarung sendirian, hologram itu semakin melemah. "Apa yang akan terjadi Ibu? Tubuh Elang semakin samar kita lihat. Apakah ini tandanya, dia dalam kepayahan?""Entahlah, Sher. Ibu tak tahu. Sekarang ini sudah tak bisa gunakan apa-apa lagi. Aku malah khawatir dengan pamanmu. Elang bisa kita tarik dari peredaran hologram itu. Tapi ....""Berjuang lah Elang. Aku mohon bertahan dan kalahkan musuh itu. Demi semuanya." Doa Sher.Terlihat Bho hanya bisa memandang dengan cemas. Batinnya antara menerima takdir dan membenci takdir. Seakan tuhan tak adil padanya, tapi ia harus terima dengan lapang dada.Kembali pada sosok Elang yang sudah cape luar biasa. Kini penampakan Huang betul-betul sangat menyeramkan."Kini kau melawanku, Huang yang sebenarnya, terimalah ini!!!"Kembali Huang maju dan menyerang Elang. Elang tak sia-siakan kelihaian tubuhnya, dirinya terbang ke atas, mereka bertarung di udara. Ela
"Syukurlah, kau sudah siuman Elang, kami semua khawatir padamu," kata Mae dan mulai memeriksa peredaran darah pada tubuh Elang. Mengobati luka-lukanya dengan obatan herbal yang tersedia pada alam.Elang tersenyum, hatinya plong rasanya, meraba pinggangnya, merasakan pedang batu giok masih menempel di kakinya."Aku butuh, warangka untuk pedangku ini," ucap Elang dan mengambil pedang tersebut dari kaki kirinya.Semua berdesir hatinya, melihat apa yang dilakukan Elang."Apa kau tak merasakan sakit pada kakimu?" tanya Sher perlahan."Kakekmu Shang Fu pun meletakan pedang kesayangannya seperti yang kau lakukan. Dan dia tak merasakan sakit," jelas Bho. "Kau betul Bho, pedang ini yang mencari sendiri tempat yang nyamannya, tanpa menimbulkan sakit pada bagian tubuhku.""Kau pemuda yang hebat Elang, luar biasa. Pemuda yang kuat!" Puji Mae dan memeluk pemuda yang sudah dianggapnya anaknya tersebut. Rasanya tak sanggup dirinya menceritakan hal yang sebenarnya terjadi pada Jiang, ibunya."Terima
Brak! sialan, minuman dalam baki itu tumpah akibat kaki Lelaki itu menyandung sesuatu.Terdengar derai tawa dari seseorang yang ternyata dengan sengaja telah mengulurkan kakinya hingga Elang terjatuh."Enak hah! dasar blagu lu!" Suara Jordan membahana dalam cafe yang tak begitu ramai.Mendengar ada kegaduhan , keluarlah Bos Erik dari ruang kerjanya. Segera menghampiri Elang, dan menariknya dari hadapan Jordi."Maafkan karyawan kami yang tak becus, Tuan, mungkin lain kali tak akan terulang lagi." Bos Erik menunduk hormat pada pelanggan."Bos! dia yang membuatku terjatuh." Elang membela dirinya."Diamlah, Elang!" bentak Bos Erik.Elang menatap Jordi, tapi justru Jordi sedang menatapnya dalam kebencian."Lebih baik kau pecat karyawan bodohmu itu, tak ada gunanya, paham?!" Jordi langsung bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan cafe tersebut.Bos Erik langsung mendelik pada Elang."Kau ini! selalu tak becus bekerja, benar saja kata orang tadi. keluar lah dari cafeku.""Bos, kau memec
"Paman!" Panggil Elang pada lelaki setengah tua yang sedang membelah-belah buah semangka dan memasukkannya ke dalam plastik ukuran sedang."Ada apa? mengapa kau tak kerja?""Aku dipecat lagi, Paman. bolehlah aku membantumu hari ini ibu belum makan. setidaknya aku ...." Belum sempat Elang menyelesaikan kalimatnya, Paman Rudi langsung menghentikan kegiatannya. melepas celemeknya, lalu menyerahkan pisau dan berkata, "gantikan aku, potong semangka ini, masukkan dalam plastik, dan antarkan pada Mang Udin, semuanya berjumlah tiga puluh."Elang hanya diam saja, mengikat celemek pada pinggangnya, dan melihat Pamannya berlalu dengan mengendarai sepeda Elang.'Pasti kau langsung mendatangi ibu 'kan?"batin Elang sambil tersenyum. Sejak kematian Erin adiknya, ibu menjadi hilang ingatan. Kecelakaan itu merenggut nyawa Ayah dan Erin adik Elang satu-satunya. Ibu mengalami benturan hebat pada bagian belakang kepalanya. Lalu siapa Paman Rudi? dia yang paling sayang pada Ibu. Bukan siapa-siapa, bukan
Elang mendapati ibunya sedang mencuci pakaian banyak sekali. lelaki bermata sipit itu memperhatikan pakaian yang telah dijemur ibunya, karena itu adalah pakaian Ayah dan adiknya."Ibu, tak usah lah betkali-kali baju ini dicuci, toh tak terlalu kotor, karena hanya tersimpan di lemari, bukan?""Biar sajalah, ini untuk kegiatan ibu, karena .... tiba-tiba kangen dengan Erin, sedang apa anak gadisku?" Pandangan mata ibunya menerawang jauh ke atas langit."Besok kita ke makam Ayah dan Erin ya, Bu.""Boleh lah, tapi ....""Paman Rudi kemari, dan tinggalkan beberapa uang, itu simpan saja untuk ibu." Elang mencoba memancing informasi pada ibunya siapa yang dia maksud dengan gadis bermata emas."Ambilah saja untukmu, aku tak butuh uang Rudi, kasihan dia. bertahun-tahun harus membela ibumu ini. "Elang berjalan masuk ke dalam ruangan, benar saja di atas meja sudah ada beberapa lembar uang yang tertindih oleh sebuah gelas yang isinya masih penuh. Elang mengambil dan memasukkannya ke dalam sebuah
Kejadian malam itu membuat geger pinggiran kota. Elang ditangkap pihak berwajib, Elang sudah menjelaskan dengan kejujuran, bahkan luka-luka yang didapatnya menjadikan bukti bahwa dirinya yang diserang kelompotan Jordi. elang yang menjadi korban. Atas celakanya Jordi, Elang tak tahu menahu, dirinya hanya mendorongnya biasa, bahkan tubuh Jordi lebih besar dari Elang.Elang hanya menjalani tahanan luar saja dan wajib lapor.Jordi terkapar di rumah sakit, beberapa tulang punggung bagian bawah ada yang patah. Keadaan yang sangat rawan, bisa saja Jordi mengalami kelumpuhan.***ibunya menatap Elang lama. Berulang kali Elang meminta maaf pada ibunya. Ibunya hanya meneteskan air matanya saja. Tangan dengan jari kecilnya mencoba menyentuh sudut bibir Elang yang sudah mengering."Sakit, Nak?""Tidak, Bu apakah kita bisa pergi dari kota ini dan hidup dengan yang baru?"Jiang terdiam, dan menggeleng lemah. "Tidak Nak, tidak bisa. ibu ingin terus berada di rumah ini."Elang terdiam, ada rasa kece