"Apasih, kenapa kau membenciku! Aku itu kan ayahmu!" bentak Richard, suaranya menggelegar mengagetkan Thea. Sebenarnya dia telah seringkali mendengar suara dengan nada ini, tapi tak pernah sekalipun Thea bisa terbiasa. Thea menarik nafas panjang, berusaha mendapatkan ketenangannya kembali."Kau masih bertanya mengapa aku membencimu, ayah? Kau sungguh masih bertanya?" Thea tersenyum saat mengatakan hal itu, berusaha menutupi rasa sakit yang terasa di hatinya. Rasa sakit mulai menjalar, melewati setiap saraf yang ada di tangannya. Rasa nyeri menyebar ke seluruh tubuhnya, ini adalah rasa sakit yang selalu ia rasakan saat berbicara dengan ayahnya. Rasa sakit itu terus menjalar melewati jari-jarinya, tangan Thea terkepal menahan rasa ngilu. "Ibuku, kau meninggalkannya saat setelah melahirkan. Kau bahkan tidak pernah memperbolehkan aku untuk bertemu dengannya. Kau," Suara teriakan menggema, hal itu berasal dari Richard. Pria tua yang memiliki jiwa arogansi yang tinggi tak mu
Thea menoleh saat merasakan tepukan di bahunya, Thea berjingkat kaget saat berbalik untuk melihat siapa yang menepuk pundaknya. "Ah Raka, kenapa?" tanya Thea. Kenapa anak itu bisa sampai di daerah ini? Biasanya Raka hanya ada di pinggiran kota, sedangkan ini di tengah kota.Raka yang memandang wanita di depannya ini dengan pandangan aneh, Raka hanya menepuk pundaknya lalu mengapa Thea sampai harus berjingkat kaget seperti itu? "Maaf aku menyentuhmu, sedari tadi saat aku memanggil namamu kau sama sekali tidak menjawab," ucap Raka menjelaskan. Ia tak ingin dipandang aneh karena telah menyentuh orang lain tanpa izin terlebih dahulu."Ah ya, tak apa. Aku memang sedang termenung tadi. Jadi Raka, apa yang kau butuhkan?" Thea memandang anak remaja di depannya dengan pandangan penuh selidik. Biasanya walaupun mereka bertemu secara tidak sengaja, Raka tidam akan pernah menegurnya. Tak ada hal yang istimewa tentang hubungannya dengan Raka.Raka mengeluarkan sebuah a
Suara telepon berdering memecahkan suasana di dalam mobil yang hening, nama Thomas terpampang jelas di sana. Waktu menunjukkan bahwa Thea sudah sangat terlambat untuk datang ke tempat kerja. Wanita yang berumur hampir seperempat abad itu menghela nafas panjang sebelum akhirnya menggeser naik tombol hijau yang tertera pada layar ponselnya.[Olá Thomas, Bom Dia ...] [Halo Thomas, selamat pagi …] sapa Thea, keringat dingin mengalir di pelipisnya saat tidak mendengar sahutan apapun dari seberang. Hanya suara nafas yang terdengar, telapak tangan Thea mulai mengeluarkan keringat.[Thomas?] [Thomas?] panggil Thea sekali lagi, baru setelah itu terdengarlah suara sahutan dari seberang yang membuat Thea akhirnya bernafas lega.[Sim. Bom dia também Thea, você está com problemas?][Ya. Selamat pagi juga Thea, apa kau sedang berada dalam masalah?] sahut Thomas pada akhirnya. Dalam keadaan seperti ini sebisa mungkin Thea harus berkata jujur,
Ekspresi itu hanya muncul saat Thomas berada pada puncak amarahnya, berbeda dengan saat berada di dalam mobil kemarin … Thomas saat itu masih bisa mengendalikan dirinya. Thea menunduk, pasrah akan hidupnya. Bagaimanapun Thomas adalah orang yang lebih mengerikan dari pada ayah atau seluruh mantan keluarga besarnya."M-maaf," Hanya itulah kata-kata yang mampu terucap pada lisan Thea. Ruangan hening, Thea masih menunduk sementara Thomas tak memberikan jawaban apapun. Hanya suara detik jam yang menjadi tanda bahwa waktu terus berjalan, sama sekali tidak berhenti."Duduklah!" perintah Thomas menunjuk kursi di depan sofa tempatnya duduk. Thea menggigit bibir cemas, dengan langkah yang sangat pelan dia berjalan ke arah sofa. Ruangan ini memiliki desain yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan beberapa minggu lalu, karena Thomas telah merombak keseluruhan isi dari ruangan ini. Saat Thea bertanya mengapa, hanya senyumanlah yang Thomas berikan sebagai jawaban untuk Thea.
"Hoek ... " Isi perut Thea keluar dari mulutnya, mengenai makanan dan minuman pesanan pelanggan. Seluruh isi cafe langsung menengok ke arahnya, pelanggan wanita yang memesan jus jambu berteriak, "APA-APAAN INI, APA INI JENIS PELAYANAN BARU?" sinisnya. Seketika ruangan bertambah riuh dengan bisik-bisik antar pengunjung, Thea langsung berlari ke arah toilet yang terletak di sebelah dapur namun hal itu malah lebih memicu kemarahan pelanggan, "Dia muntah dan dia bekerja di dapur? Sekarang aku mulai meragukan kebersihan yang ada pada makananku!" bentak wanita tadi.Riuh keributan bertambah dengan pesat, beberapa orang tak jadi memesan kemudian langsung keluar dari cafe, orang yang terlanjur memesanpun tidak melanjutkan acara makannya. Thomas yang mendengarkan laporan dari resepsionis langsung berjalan keluar ruangan untuk menenangkan pelanggan."Maaf untuk para Tuan dan Nona atas kekacauan yang tengah terjadi, saya memohon maaf atas nama pemilik cafe. Sebuah k
Pintu terbuka, menampilkan sesosok wanita tua yang Thea kenal, dia adalah bibi Mai. Tak ada banyak hal yang dikatakan oleh bibi Mai, wanita itu hanya mengatakan beberapa komplain dari pelanggan yang meminta untuk mengganti makanan. Thomas pun hanya mengangguk menyanggupi permintaan dari pelanggan, sekali lagi hembusan nafas kesal keluar dari bibirnya.Thomas kembali berbalik setelah menutup pintu, mata ungu pria itu menatap Thea tajam. Perlahan kakinya melangkah untuk kembali ke tempat duduknya. Hanya detik jam di dinding dan suara nafas yang terdengar di ruangan yang sepi ini, malam semakin larut dan hampir tidak ada kendaraan yang berlalu lalang."Thea, kau masih ingat dengan peringatan yang aku berikan tadi siang, kan?" ucap Thomas mengawali pembicaraan. Mata pria itu kini beralih dari wajah Thea ke akuarium di tengah sofa, banyak jenis ikan hias yang ditempatkan di satu ekosistem yang sama. Thea mengangguk, namun saat dia menyadari bahwa Thomas sedang tidak memperhatikan dirinya
Tak ada tanda cap atau nama di atas amplop cokelat yang dipegang oleh Thea. Dia teringat akan hari itu, hari dimana Richard Peterpeon memutuskan hubungan dengannya, Thea menggeleng pelan kemudian meletakan amplop itu kembali ke meja, mungkin itu hanyalah salinan surat pemutusan hubungan kekerabatan.Masih dengan keadaan telanjang, Thea melirik ke arah jam dinding ... Malam semakin larut, jam menunjukan pukul setengah satu dini hari. Thea mengacak rambut panjangnya, wanita itu menguap cukup lebar tanpa menutupi mulutnya. Kepalanya sangat pusing akibat terlalu banyak menangis, sebuah ingatan mulai berputar di dalam otaknya ... Itu adalah waktu dimana dia pertama kali mengetahui bahwa ada kehidupan lain di dalam tubuhnya. Hari di mana Thomas menjadi sangat marah.Thea ingat dengan jelas perkataan Thomas saat itu, perkataan Thomas bahwa membesarkan seorang anak tidaklah semudah yang Thea bayangkan. Mungkin saat itu Thomas memang berniat untuk melindungi Thea dan bayinya, namun saat setelah
Thea segera berlari ke arah tanah lapang, dibanding dengan taman tempat ini sangat terpencil dan tidak ada hal yang nampak istimewa sedikitpun yang mampu menarik perhatian orang-orang bahkan untuk segera melirik tempat ini.Tak ada bangku sama sekali, ini hanyalah sebuah tanah yang biasa digunakan anak-anak untuk bermain bola. Karena terletak tepat di samping irigasi besar, lapangan bola ini tampak seperti tanah galian yang menjorok ke bawah. Thea melepaskan alas kakinya dan segera berlari menuju tangga untuk ke bawah, tanah yang di tutupi rerumputan hijau langsung menyentuh kakinya, sensasi dingin terasa menggelitik pada telapak kakinya.Penerangan di sini tidak terlalu bagus, hanya ada sebuah lampu di masing masing sudut lapangan ini yang terlihat. Thea segera berlari tepat di tengah lapangan, tangannya segera menaruh barang belanjaannya tepat di bawah kakinya. Matanya memandang langit, bintang-bintang bersinar sangat cerah pada dini hari ini. Bulan juga mulai mu