Canggung. Sebuah kata yang mampu menjelaskan kondisi Thea saat ini. Gadis itu kini tengah duduk di samping Yohan, mereka berhadapan dengan Yolanda yang menatap kedua sejoli itu dengan tatapan menelisik.
Di ruangan ini hanya ada mereka bertiga, para pekerja yang biasanya selalu berada di sekitar Yolanda sudah pergi sedari tadi atas perintah dari Nyonya rumah tersebut."Sekarang bisa kamu jelaskan?" Rupanya Yolanda sudah tak sabar untuk menunggu penjelasan dari Yohan. Yohan mengangkat dagunya, ia menarik napas panjang agar memudahkannya menyelesaikan penjelasannya dalam sekali hentakan napas."Perkenalkan Mom, ini Thea. Aku akan menikah dengannya. Ada beberapa kejadian yang menimpa kami, dan aku memutuskan untuk memilih untuk menikahinya. Aku mohon Mom, tolong jangan menentang pilihanku yang ini," ujarnya dengan wajah datar seakan ini bukanlah hal yang terlalu sulit baginya. Wajah Yolanda tampak syok berat."Menikah?" tanyanya seakan memastikan. YohJam menuju bahwa malam semakin larut, Thea telah berpindah dari balkon menuju sebuah kamar yang ditujukan oleh Yolanda. Sedangkan Yohan kini telah pergi entah kemana. Thea bersiap merebahkan tubuhnya setelah membersihkan tubuhnya tadi.Dalam gelap gadis itu masih terbangun, ia mengedipkan matanya beberapa kali ... berharap agar kantuk datang menghampiri. Tangan Thea terjulur ke atas perutnya, sekarang perutnya mulai membuncit. Gadis itu bersenandung dalam gelap, berharap hal itu dapat membuatnya mengantuk. Namun, nihil ... ia malah menginginkan Yohan berada di sisinya saat ini."Berhenti memikirkan papamu, mama mengantuk!" serunya, ia berbicara dengan bayinya sendiri. Thea terdiam, ia merasa bahwa apa yang baru saja ia lakukan adalah suatu hal yang aneh."Ayo tidur," ajaknya pada bayinya. Thea mulai menata bantal untuk membuat bagian kepalanya lebih tinggi. Gadis itu mulai memejamkan mata.Saat matanya benar-benar telah mengantuk ia merasa melihat
Suara ketukan pintu terdengar membuat Thea harus terbangun dari tidurnya, dengan perasaan kesal gadis yang telah melewati masa remaja itu membukakan pintu dengan kasar. Sepasang matanya langsung menangkap seorang gadis yang berusia sebaya dengannya."Hai kakak," sapanya. "Oh hai, Dira. Mengapa kau kemari?" tanya Thea. Kedatangan Dira sungguh tak biasa baginya. Meskipun tidak bermusuhan, biasanya mereka akan bertingkah tidak mengenal satu sama lain. Kedatangan Dira pada kamar Thea bukanlah hal yang dapat diduga."Apakah salah jika aku mengunjungi sepupuku?" tanya Dira dengan kedua bahu terangkat. Kemudian tanpa persetujuan dari pemilik ruangan terlebih dahulu, Dira menerobos masuk ke dalam kamar Thea.Thea hanya bisa menghembuskan napas kasar saat merasakan Dira melewatinya, usia dan perilaku gadis itu tidaklah seimbang.Thea Berbalik, kepalanya berdenyut sakit saat melihat Dira tengah mengacak-acak isi lemari miliknya, entah apa yang sedang gadis itu cari. Saat Thea hendak melangkahkan
Alis pria itu terangkat ke atas, Thea menghembuskan nafas kasar berharap mendapatkan kesabaran ekstra atas dukungan alam yang penuh polusi ini."Tuan, apakah kau kira seluruh hal di dunia ini bisa dibeli oleh uang?" sindir Thea. Satu sisi bibir pria itu terangkat keatas, membentuk senyuman yang membuat Thea semakin naik pitam."Ya, semua hal bisa dibeli oleh uang. Itu adalah dasar dari kehidupan Nona," jawabnya. Thea tersenyum lembut menanggapi ucapan pria itu, berbanding terbalik dengan matanya yang mengisyaratkan permusuhan."Baiklah, mari diskusikan seberapa banyak kau mampu untuk membeli ampunan dariku," ucap Thea. Pria yang memakai kemeja hitam itu berjalan mendekat ke arah Thea, matanya bergerak memperhatikan Thea dari ujung kepala sampai kebawah kakinya yang tertutupi oleh sepatu berhak tinggi."Jangankan maaf darimu, seluruh tubuhmu juga aku mampu untuk membelinya!" gertak pria itu. Kakinya terus berjalan mendekat kearah Thea. Saat jarak keduanya hanya tersisa beberapa sentime
Seorang pria dengan kemeja berwarna hitam yang melekat di tubuhnya baru saja keluar dari sebuah mobil mewah, disusul oleh seorang pria muda di belakangnya yang bekerja sebagai sekretaris pribadinya. "Tuan muda, anda yakin akan datang ke acara seperti ini?" tanya sekretaris itu."Sure!" ucap pria berkemeja hitam menyanggupi pernyataan sekretarisnya, pria bertubuh tinggi itu memberikan jas miliknya kepada penjaga pintu masuk ruang utama saat akan memasuki ruangan.Yohan mengembuskan nafas perlahan, berusaha menenangkannya emosi atas kejadian beberapa waktu lalu. Pria itu, Yohan berjalan mendekat kearah pintu aula utama. Saat dirinya memasuki ruangan, orang-orang yang tadinya mengobrol menjadi terdiam, memandang kearahnya … penasaran. Heran lantaran melihat kehadiran Yohan Radcliffe ke pesta yang jauh dari kata istimewa ini.Jasmine, sang pemilik acara terlihat senang dengan kehadiran dari pria itu, matanya berbinar bahagia begitu melihat sosok jangkung yang kerap bersama dirinya berja
"Yohan!" panggil Jasmine dari kejauhan. Yohan yang mendengar namanya dipanggil lantas memutar kepalanya ke arah sumber suara. Jasmine, gadis yang sedari tadi membuntuti dirinya datang dengan segelas minuman ditangannya. Yohan memijat kepalanya pelan, bagaimana bisa dia melupakan minuman pesanannya."Yohan, aku membawa cocktail yang kamu pesan!" ujar Jasmine saat berada beberapa langkah di depan Yohan. Yohan memasang ekspresi wajah aneh, sedangkan sekretarisnya—Devan— menahan tawa saat melihat raut wajah orang yang dilayaninya."Hm, taruh!" seru Yohan matanya menatap meja di depannya. Jasmine yang mengerti maksud dari arah tatapan Yohan lantas menuruti seruan Yohan, menaruh minumannya di atas meja. Lalu, tanpa persetujuan dari Yohan terlebih dahulu Jasmine mendudukan pantatnya pada Sebuah kursi tepat di sebelah kiri Yohan.Jasmine diam tak berbicara satu patah katapun saat Yohan dan Devan memandangnya aneh. Ia tidak memperdulikan tatapan mereka berdua, gadis itu malah memandangi setiap
Pagi harinya, Thea bangun dengan keadaan tidak memakai sehelai benang pun, bagian bawahnya terasa sakit, banyak bekas ciuman pada tubuhnya. Thea turun dari ranjang, kemudian berjalan perlahan ke arah toilet disebelah kanan ruangan. Air mata terus bercucuran dari matanya, hal yang mampu ia lakukan saat ini hanyalah memandangi dirinya yang penuh akan ciuman di depan cermin. Ia merasa jijik pada dirinya sendiri.Perlahan Thea mengoleskan foundation pada bagian tubuhnya yang memiliki bekas kemerahan dari pria yang tidak dikenalnya. Thea memegangi perutnya, sekali lagi air mata menetes di pipinya.Thea takut, sangat takut … ini adalah masa suburnya.Saat Thea keluar kamar mandi, dirinya mendapati pria yang telah menidurinya tertidur nyaman tergelung dalam selimut. Mata Thea memicing, menatap benci pada pria yang telah melakukan hal yang tidak senonoh kepadanya, ingin sekali dia membunuh pria yang tengah lelap dalam tidurnya itu.Thea ingat, pria itu adalah orang yang sama yang bertengkar d
Cahaya matahari menembus gorden, seorang pria mengerjapkan mata perlahan, Yohan baru saja terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Sebenernya sudah lama saat dia terakhir kali bisa tertidur dengan nyenyak. Mata Yohan membulat sempurna saat mengingat kejadian semalam, buru-buru dia berbalik, matanya semakin melebar kala melihat tempat tidur yang kosong. Segera ia menyingkapkan selimut. Bercak darah terlihat membuat umpatan kasar keluar dari bibirnya, "Sial Aku memerawani anak orang!" geramnya lalu tangannya meraih ponsel yang terletak di meja.[Telepon tersambung]"Halo … selamat pagi Tuan, apa ada yang Anda butuhkan," ucap seseorang di seberang, asistennya. Suara pria itu terdengar parau, Yohan yakin pria itu baru terbangun dari tidurnya."Cari tahu, semalam aku tidur dengan siapa!" perintah Yohan, lalu mematikan sambungan telepon tanpa mendengar ucapan dari asistennya terlebih dahulu. Umpatan kasar terus keluar dari bibirnya, segera ia berjalan kearah kamar mandi membersihkan tubuhnya
"Katakan namamu!" perintah Yohan saat telah duduk di hadapan pria yang bersama Jasmine semalam. "Thomas," ucap pria yang hanya mengenakan jubah mandi dengan suara yang sangat lirih, hampir tak terdengar oleh orang lain di ruangan itu.Yohan menatap seluruh pria yang duduk di depannya intens, tinggi badan yang hampir setara dengannya dengan punggung lebar seperti telah menjalani latihan fisik selama bertahun-tahun serta fitur wajah yang indah dengan warna kulit kecoklatan pantas membuat Jasmine tertarik."Apakah kalian mabuk saat melakukannya semalam?" Yohan memandang sinis sepasang manusia di hadapannya. Jasmine bahkan tak mampu mengangkat wajahnya, dengan jujur dia menggeleng, "A-aku tidak mabuk, tapi d-dia aku tak yakin," ucapnya dengan tergagap, ibu jari tangan kirinya menunjuk ke arah Thomas.Jasmine sangat mengetahui tabiat Yohan saat sedang marah, ia selalu mendengar itu dari pelayan dari keluarga Radcliffe, jadi meski seluruh tubuhnya gemetaran karena takut Jasmine lebih memili