Share

Sekedar Hubungan Biologis

Pagi harinya, Thea bangun dengan keadaan tidak memakai sehelai benang pun, bagian bawahnya terasa sakit, banyak bekas ciuman pada tubuhnya. Thea turun dari ranjang, kemudian berjalan perlahan ke arah toilet disebelah kanan ruangan.

Air mata terus bercucuran dari matanya, hal yang mampu ia lakukan saat ini hanyalah memandangi dirinya yang penuh akan ciuman di depan cermin. Ia merasa jijik pada dirinya sendiri.

Perlahan Thea mengoleskan foundation pada bagian tubuhnya yang memiliki bekas kemerahan dari pria yang tidak dikenalnya. Thea memegangi perutnya, sekali lagi air mata menetes di pipinya.

Thea takut, sangat takut … ini adalah masa suburnya.

Saat Thea keluar kamar mandi, dirinya mendapati pria yang telah menidurinya tertidur nyaman tergelung dalam selimut. Mata Thea memicing, menatap benci pada pria yang telah melakukan hal yang tidak senonoh kepadanya, ingin sekali dia membunuh pria yang tengah lelap dalam tidurnya itu.

Thea ingat, pria itu adalah orang yang sama yang bertengkar dengannya semalam. Rasa benci semakin meningkat dalam dirinya, ia ingin memukul kasar pria itu. Namun Thea sadar, hal itu hanya akan membuang waktu, tenaganya sudah tak bersisa. Thea lebih memilih untuk pergi, berharap tak pernah bertemu dengan bajingan seperti dia lagi.

•••

Setelah tiga hari berusaha bertahan hidup dengan tidak keluar dari ruangan lain di kapal pesiar, dengan penuh perjuangan akhirnya Thea sampai dikediaman Peterpeon tempat dimana dia di lahirkan. Beberapa saat lalu terdengar keributan antara Yohan dan Jasmine, karena obat perangsang yang Jasmine berikan padanya.

Saat Thea melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, bukan sambutan hangat yang menerpa telinganya, melainkan suara bariton ayahnya yang memekakkan telinga. "Dari mana saja kamu Thea!" suara berat itu berasal dari pita suara Richard, ayah kandung Thea.

"Thea Peterpeon, jawab pertanyaan papa!" tegas Richard lagi. pria yang juga memiliki marga Perterpeon itu nampak geram kala mendengar kabar bahwa putri satu-satunya terlambat pulang ke rumah. Padahal Dira yang pergi bersamanya telah pulang satu hari yang lalu.

"Apa pedulimu?" tanya Thea santai, lalu dia melangkahkan kakinya menaiki tangga meninggalkan ayahnya. Saat akan mencapai anak tangga ke tiga, bahunya ditarik ... hal itumembuat dirinya terhempas jatuh kelantai marmer putih yang dingin.

Thea berdesis kesakitan, baru saja dia mengalami hal yang buruk, tapi keluarganya bahkan tidak peduli dengan keadaannya.

"Dari mana saja?" cerca ayahnya saat melihat anak perempuannya terduduk di lantai marmer yang dingin, tak memiliki niat satupun untuk membantunya berdiri.

Thea tidak menjawab, dia memilih diam sambil menatap netra biru ayahnya, "Jawab anak sialan," umpat Richard. Ucapannya terhenti saat melihat leher belakang Thea yang terdapat bekas ciuman.

"Jalang kecil ini, kau tidur dengan siapa?" bentak ayahnya dengan nada tinggi. Thea berdiri dengan tangannya sendiri, kemudian mengangkat kepalanya menantang. "Bahkan jika aku mati apa pedulimu, aku tidur dengan sembarang pria yang kutemui, puas?" balas Thea balik membentak ayahnya.

Suara tamparan keras menggema saat sebuah tangan kekar mendarat pada pipi mulus Thea, "Keluar kamu! jika kau ingin memuaskan hasrat biologismu mengapa kau tidak bilang padaku, aku bisa menjual malam pertamamu pada pria-pria berhidung belang dan itu akan menguntungkan bagiku!" cerca ayahnya. Hati Thea ngilu, namun tidak ada tanda-tanda air mata akan keluar, air matanya telah kering untuk keluarga sialan ini.

"Jelas saja aku tidak memberitahumu, aku lebih memilih tidur dengan gelandangan muda dari pada tidur dengan tua bangka beranak 3!" sarkas Thea, dia dengan mata menyipit menentang ayahnya. Ia tak memperdulikan rasa sakit yang ada di wajahnya. Hatinya jauh lebih perih.

"Brengsek! kau sangat tidak berguna seperti ibumu!" teriak ayahnya lalu membanting vas bunga yang ada di sudut tangga. Hal itu tidak membuat jiwa Thea goyah, malahan semakin gencar untuk mencerca ayahnya.

"Sudahlah tua bangka, ancaman dan teriakanmu sudah tidak berguna lagi untukku, aku sudah terbiasa dengan sikapmu hingga hal-hal seperti itu tidak akan mempan lagi untuk keadaan psikologisku. Lebih baik kau urusi jalang laki-lakimu itu!" tantang Thea lalu berjalan menaiki tangga tepat saat selir ayahnya datang.

Sebenernya Richard adalah seorang gay yang meninggalkan ibunya saat setelah melahirkan Thea, pria tua bajingan itu berpikir bahwa wanita hanyalah alat untuk membuat anak.

"Tuan janganlah seperti itu, Thea ... Itu adalah anak satu-satunya milikmu, setidaknya jangan bicara kasar dengannya!" ujar selir ayah Thea dengan suara kecil. Pemandangan yang sangat menjijikkan bagi mata Thea. Tak hanya suaranya, laki-laki itu bahkan memakai gaun peninggalan ibunya, sangat menjijikan.

"Najis! jangan pernah kau sebut namaku dengan mulut kotormu!" bentak Thea, namun seperti biasa. Selir ayahnya akan bertindak lemah dan meminta perlindungan dari ayahnya. Thea bukanlah orang yang menghujat orang lain karena orientasi seksualnya, Thea membenci mereka karena alasan lain.

"THEA!" teriak Richard emosi. Gadis itu terus melangkah meninggalkan ruang tamu, banyak anggota keluarganya yang menonton. Apakah mereka pikir perkelahiannya dengan ayahnya seperti teater?

••••

Thea langsung memilih untuk masuk ke kamar mandi dan mengguyur dirinya di bawah air yang dingin setelah masuk ke dalam kamarnya. Thea menangis dalam diam, air mata tak berhenti menetes.

Dia menangis sampai kepalanya terasa pusing dan jari-jarinya mengkerut akibat aliran air dingin. Tak ada suara yang keluar dari bibirnya. Ia menangis bukan karena merasa sedih, Thea menangis untuk menyalurkan amarahnya yang terasa akan meledak. Sungguh, ia ingin menghancurkan keluarga sialan ini.

Setelah puas menangis Thea keluar dari toilet,

dengan cepat ia mengemasi seluruh barang-barangnya, tidak terlalu banyak karena dia bukan tipe orang yang suka mengoleksi barang. Ia menempatkan beberapa make up pada beberapa bagian wajahnya untuk menutupi bekas tangisannya

Lantas Thea berjalan keluar dari kamarnya, ia berencana untuk pergi dari neraka ini. Jika dia tidak keluar sekarang maka dia akan diusir nanti.

Saat Thea melewati ruang keluarga dia mendengar suara bibinya, "Akhirnya si jalang ini keluar!" ucap bibinya yang sengaja dikeraskan agar Thea mendengarnya dengan jelas. Gadis yang berusia 22 tahun itu tidak memperdulikan hal ini, diam lebih baik daripada menampik ucapan bibinya yang sengaja memancing Thea.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status