Panas begitu terasa menyengat dipermukaan kulit, beberapa anak berlarian di taman kota. Seorang gadis tengah duduk di kursi taman dengan beberapa belanjaan yang berada di sampingnya. "Thomas kau sangat lama!" sungut Thea kala melihat seorang berstatus sahabatnya keluar dari dalam mobil berwarna biru gelap.
"Maaf ada beberapa pekerjaan mendesak yang harusku urus," ucap pria itu sembari berjalan mendekat ke arah Thea, "Hanya ini?" tanyanya tatkala melihat jumlah barang belanjaan yang Thea taruh di sisi kiri tubuhnya."Ya, aku hanya membeli beberapa kebutuhan pokok, terlalu malas bagiku untuk berkeliling mall," jawab Thea lalu berjalan pergi meninggalkan Thomas yang menenteng belanjaannya, Thomas menggeleng pelan, "Kau pikir aku pelayanmu!" erangnya sembari memasukan beberapa belanjaan Thea ke dalam bagasi mobilnya."Ada lagi yang kau butuhkan?" tanya Thomas saat setelah ia baru duduk diatas jok mobil, ia memakai seat belt tanpa menolehkan kepalanya ke arah Thea, "Tidak ada, mari pulang. Aku sangat lelah," ucap Thea lalu menyenderkan kepalanya pada jendela mobil.Thomas merasa ada hal yang berbeda dengan Thea, apakah dia tidak dalam mood yang bagus sekarang? Tangan Thomas terulur untuk menyentuh kepala Thea, namun sebelum tangan itu sampai pada kepala Thea, dia menepis tangannya dengan kasar, membuat Thomas mengeluarkan desisan ngilu karena jari-jarinya terasa sakit."Tak usah macam-macam, aku mengatur rambutku selama 20 menit!" bentak Thea lalu memejamkan matanya, pria itu hanya bisa menghembuskan nafas pasrah, Thomas menjalankan mobilnya, sedikit rasa kecewa hinggap di hatinya.Lima menit perjalanan telah berlalu, Thea membuka mata, pemandangan yang pertama kali dia lihat adalah Thomas yang menyetir mobil dengan wajah serius. "Thomas kau tau?" ucap Thea tiba-tiba membuat Thomas sedikit tersentak, "Kau mengagetkanku! bagaimana jika tadi aku reflek menginjak pedal gas?" tanya Thomas dengan sedikit bentakan."Mati!" jawab Thea seolah tanpa beban, membuat Thomas mendecak kan lidahnya pelan. Thomas masih ingin hidup. "Ada yang ingin kau bicarakan?" tanya Thomas, matanya tetap terfokus pada jalanan yang ramai. Banyak orang yang lebih memilih berjalan kaki di kota ini, membuat Thomas harus ekstra hati-hati jika saja ada orang yang menyebrang secara sembarangan. Tidak pada zebra cross."Ya, aku ingin sedikit bercerita," ujar Thea dengan helaan nafas panjang di akhir kalimatnya, "Lakukan saja, aku akan mendengarkan!" sahut Thomas cepat."Beberapa waktu lalu di pesta salah satu selebritis yang sedang naik daun, aku melakukan berhubungan seksual!" ucap Thea dengan tarikan nafas panjang di awal kalimatnya, "Ya lal- hah!" Mendadak Thomas mengerem mobilnya membuat Thea hampir terbentur jika tidak memakai seat belt. Biasanya Thomas hanya mendengarkan ocehan Thea tentang betapa jahatnya keluarganya, betapa mereka membedakan antara dirinya dengan keturunan lain. Namun, kali ini berbeda, kalimat pertama yang diucapkan oleh Thea membuat jantung Thomas berantakan.Ingatan Thomas berpacu pada kejadian beberapa waktu lalu, tentang bagaimana ia berhubungan dengan seorang selebriti. Apakah Thea melakukan itu di tempat yang sama dengannya? Satu kapal?Thomas menarik nafas panjang, "Hei, bukan- oke simpan ceritamu dulu ... Kita akan bicara lagi nanti!" ucap Thomas lalu kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Pikirannya kacau.Thomas, menghentikan mobilnya di sebuah cabang cafe miliknya. Lalu berjalan memutar untuk membukakan pintu Thea. Pria yang memakai kaus berwarna biru itu berkata, "Kau bisa jelaskan padaku didalam!" Kemudian pria berusia seperempat abad itu berjalan, meninggalkan Thea yang masih mencoba mengatur napas."Kau ingin membunuh," ucapan Thea dipotong oleh Thomas, "Diam sekarang, jelaskan di dalam!" bentak Thomas, aura di sekitar pria itu berubah menjadi lebih dingin dari biasanya, punggung Thea berkeringat.Thomas berjalan mendekati salah satu karyawan yang bekerja padanya kemudian berucap, "Jangan biarkan siapapun masuk ke ruangan istirahat!" perintahnya yang dibalas anggukan oleh karyawannya, kemudian tanpa aba-aba pria itu menarik lengan Thea masuk kedalam ruangan kantornya.Sedangkan karyawan tadi nampak syok atas kedatangan bosnya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.•••"Sekarang katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya!" seru Thomas lalu mendudukkan bokongnya di atas Sofa, diikuti oleh Thea yang kemudian duduk di sebelahnya. Thea berdehem singkat sebelum menjawab pertanyaan dari sahabat kecilnya, "Emm, boleh aku minta segelas air, tenggorokanku terasa kering," ucap Thea membuat Thomas menghembuskan nafas kasar.Meskipun kesal, pria yang memiliki tubuh lebih tinggi dari Thea itu tetap saja menuruti permintaan Thea, Thomas berjalan ke arah meja kerjanya lalu menghubungi salah satu staf menggunakan telepon kantor.Saat telepon tersambung Thomas langsung berucap tanpa memperdulikan ucapan lawan bicaranya, "Halo selama-" ucapan karyawan itu yang langsung terpotong oleh Thomas,"Bawakan sebuah dalgona coffee dingin dan ice Americano!" perintahnya lalu mematikan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban terlebih dahulu.Thomas berbalik, lalu berjalan menghampiri Thea dengan sikap yang berbanding terbalik dari biasanya, "Kita akan membicarakan hal tadi setelah pesanan dibawa masuk!" tegas Thomas lalu kembali mendudukkan pantatnya di sofa, di samping Thea yang tengah menahan nafas gusar.Tangannya berkeringat, sungguh... Ini pertama kali baginya melihat sisi lain dari Thomas, sahabat kecilnya.Pintu diketuk membuat dua orang yang masih berdiam diri sepanjang waktu tadi menoleh "Masuk!" perintah Thomas singkat, tak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka. Dari belakang pintu muncul seorang pria dengan pakaian barista yang melekat ditubuhnya.Ruangan kembali hening setelah barista tadi menyelesaikan pekerjaannya. Meninggalkan dua orang manusia yang masih terdiam dengan Thomas yang memandangi Thea, "Jika kau terus memandangiku seperti itu maka kepalaku akan berlubang!" sarkas Thea sembari meletakan minumannya kembali di atas meja. Thomas menyunggingkan senyumnya kala mendengar ucapan Thea, membuat bulu kuduk gadis itu meremang. "Mendekat kemari!" perintah Thomas lembut namun dengan penekanan di akhir kalimatnya. Thea yang sudah pasrah akan takdirnya hanya menurut dan bergeser mendekat ke arah teman kecilnya, "Berhenti menunduk dan lihat wajahku!" nada ucapan Thomas terdengar ketus, lalu tangan kekar pria itu meraih pergelangan gadis yang telah menemani masa pertumbuhannya
Sudah terhitung satu Minggu sejak Thea tinggal di hotel. Hari ini gadis dengan rambut sepinggang itu tengah merapikan barang barang yang akan dia bawa pindah ke tempat tinggal barunya, "Jangan lupa untuk mengemas itu Thomas," ujar Thea sembari menunjuk meja di samping ranjang dan berlalu pergi ke toilet. Lelaki itu hanya menurut dan langsung mengemas barang yang ditunjuk oleh Thea.Saat dia sedang mengemas beberapa perabotan ide jahil muncul di kepalanya, "Hei, bagaimana dengan celana dalammu?" teriak Thomas dengan kekehan kecilnya, berniat menggoda Thea."Aku akan mengemasnya sendiri! jangan sekali-kali kau berniat untuk menyentuhnya, kecuali jika kau sudah siap kehilangan nyawamu saat ini!" teriak Thea dari dalam toilet. Thomas lantas tertawa mengejek, kemudian berjalan menuju sofa, pria berusia 25 tahun itu duduk santai dengan memainkan ponselnya hingga tak sadar ada orang yang tengah memperhatikan perilakunya."Apa yang kau lakukan!" kaget Thomas sedikit membentak, jantungnya ber
Bau alkohol menyeruak didalam sebuah gedung dengan lampu warna-warni yang berpijar secara bergantian. Wanita wanita dengan pakaian terbuka menari sepanjang dentuman music di perdengarkan, "Tropical Mocktail, ukuran pint dengan campuran soda!" pesan seorang gadis dengan wajah malu-malu, ah sepertinya dia baru pertama kali datang ketempat ini.Sudah sejak seminggu Thea bekerja di diskotik yang dikelola oleh Thomas, tak ada yang istimewa, seluruh pengunjung sama seperti orang pada umumnya. "Apa Anda baru pertama kali kemari?" tanya Thea berbasa-basi, "Ya, bersama temanku!" Thea hanya mengangguk menanggapi pernyataan gadis tadi. Gadis itu memakai gaun pendek berwarna kuning, sungguh tampak mencolok di dalam club. Apa dia ingin menarik perhatian pada binatang buas disini?"Apa temanmu juga baru pertama kali kesini?" tanya Thea, "Ah tidak, dia sudah sering ke diskotik, kebetulan dia mengajakku hari ini!" ucapnya membuat Thea mengerutkan keningnya.Thea menggeleng pelan mengusir pikiran bur
"Apa kau pikir aku akan mendengarkanmu, cantikku?"Perkataan itu seakan menarik usus Thea keluar dari tempatnya. Menjijikan, dia harus segera mencari jalan keluar sekarang!"K-kau siapa?" tanya Thea berusaha mengambil kembali ketenangannya. Alis pria itu berkerut, "Tentu saja aku belahan jiwamu!" ujarnya. Urat-urat merah nampak pada dahi Thea, dasar gila."Apa kau adalah orang yang sama?" tanya Thea. Satu alis pria itu terangkat, tak mengerti maksud Thea. "Apa kau orang yang sama yang menguntitku!" bentaknya, berjalan semakin mundur. Mata pria itu melebar, lalu mengangguk mantap beberapa kali."Dasar gila!" teriak Thea. Ekspresi wajah pria itu menggelap, wajahnya muram. Sebuah kalimat yang ia ucapkan membuat Thea tercengang, "Ya, itu aku. Kau yang membuatku gila! Mengapa kau sangat cantik sialan," rancaunya.Pria itu menarik napas beberapa kali, "Andai aku tampan, kau pasti juga akan memandangku berbeda kan?" hardiknya, "Sialan, kalian para wanita selalu saja memandang uang dan wajah!
Thea segera menyadari keadaan sekitar, dia membuka matanya. Saat yang pertama kali dia lihat adalah tatapan tajam Thomas, Thea mendadak bisu, tak ada isakan sedikitpun yang keluar dari bibirnya."Apa yang terjadi padamu?" tanya Thomas menatap tajam keadaan Thea. Pupil mata gadis itu bergetar, "A-aku ... " Thea tergagap, tak mampu mengutarakan apa yang terjadi padanya. Thomas yang memiliki temperamen buruk lantas berteriak, memanggil namanya dengan keras."THEA!"Thea tersentak, air mata kembali menetes dari matanya. Thomas tampak menyeramkan, gadis itu semakin menutupi wajahnya dengan selimut. Thomas mengacak rambutnya dengan kasar, urat-urat menonjol dari lehernya."Thea, ayo bicara denganku!" Nada bicaranya berubah menjadi lembut dalam sekejap mata, dengan suara bergetar Thea berucap, "T-tidak mau … k-kau tenangkan dirimu d-dulu!" Thomas mengembuskan napas kasar, berusaha menoleransi sikap Thea yang mengesalkan baginya."Ceritakan semua yang terjadi barusan, tolong. Selain sahabatmu,
Suara pintu diketuk membuat Thea harus terbangun dari istirahatnya, Thea mengucek mata sebentar lalu berjalan menuju pintu utama rumahnya, "Ya!" seru Thea menjawab ketukan pintu."Hai kakak!" suara remaja laki-laki yang baru memasuki masa puber masuk kedalam gendang telinga Thea, "Kenapa Raka, ada yang kau perlukan?" tanya Thea lantaran merasa aneh akan kemunculan anak ini dirumahnya, sebenarnya ia mengira bahwa yang mengetuk pintu rumahnya adalah Thomas. "Apa kau sakit?" tanya Raka berbasa-basi, "Ya, ada apa?" tanya Thea balik. Apakah wajahnya sangat pucat hingga orang yang baru bertemu dengannya menyadari bahwa ia sakit? Raka hanya mengangkat bahunya untuk menanggapi ucapan Thea, kemudian ia menyodorkan sebuah kantung plastik berwarna ungu tepat di hadapan Thea. "Apa ini?" tanya Thea, matanya memandangi wajah Raka lekat. "Tidak tahu," Raka mengalihkan pandangannya dari tatapan curiga Thea ,"buka saja!" seru Raka lalu segera melenggang pergi dari rumah
Thomas telah menyelesaikan administrasi rumah sakit Thea, beberapa saat lalu dia juga kembali untuk membantu Thea berjalan menuju tempat parkir. Wajah pucat Thea terus membuatnya khawatir, meskipun Thea terus mengatakan bahwa dirinya telah membaik Thomas terus saja mengkhawatirkannya."Thea," panggil Thomas ketika sudah berada di dalam mobilnya, wajahnya kembali ceria saat berada didekat Thea, gadis itu hanya menengok ke arah Thomas tanpa menjawab panggilan sahabatnya."Bagaimana rencanamu selanjutnya?" tanya Thomas, Thea hanya menundukkan kepala tanpa menjawab pertanyaan Thomas, beribu-ribu hal masuk dan terpikir di dalam kepala Thea. "Aku harap kau kembali memikirkan ucapanmu waktu itu," ujar Thomas kemudian melanjukan mobilnya meninggalkan gerbang rumah sakit.Jalanan sore ini cukup lenggang, dengan awan yang bersinar kemerahan Thea terus memandang keluar kaca, matanya menatap dahan-dahan dari pohon besar bergoyang akibat burung yang bertengger di atasnya. Angin
"Terserah, tapi Thea aku berharap kau tidak akan membuat keributan di cafe. Jangan pernah muntah karena morning sickness, itu akan membuat pelangganku kabur!" Thea termenung, Thomas yang dia kenal bukanlah orang yang seperti ini. Biasanya Thomas akan selalu memperhatikannya, lagipula Thomas juga pasti tahu, morning sickness tidak bisa dikendalikan oleh ibu bayi. Thea dengan perasaan yang campur aduk menganggukkan kepalanya, ia harus memaklumi bahwa setiap orang bisa berubah. Mungkin Thomas yang di sampingnya saat ini bukan lagi Thomas yang menjadi kawan semasa kecilnya.•••Thea sampai di rumahnya pada malam hari, Thea langsung membersihkan tubuhnya saat setelah berada di rumah. Rumah yang dibeli dengan uang hasil penjualan asetnya ini benar-benar nampak kumuh. Dinding yang telah mengelupas dan lantai yang berwarna kekuningan sama sekali tak Thea pedulikan. Bagaimanapun juga harga apartemen jelas lebih murah daripada harga rumah, beruntung Thea bisa membeli rumah dengan kondisi yang