"Karena aku menyukaimu," Tentu saja ucapan itu tidak benar-benar keluar dari bibir Thomas, hal itu tertelan jauh ke dalam hatinya. Ia bahkan tak memiliki niat untuk mengakui perasaannya setelah beberapa tahun lalu ditolak dengan mentah oleh Thea.
Thomas, merupakan pria yang posesif kepada Thea. Tak membiarkan sama sekali seorang lelaki untuk mendekati gadis itu. Seorang lelaki brengsek, hanya itu yang mampu menggambarkan Thomas. Setelah ditolak dengan mentah oleh Thea, pria itu bergaul dengan banyak gadis, menebar benihnya kepada setiap wanita yang ia temui.Thea memijit kepalanya saat tak terdengar jawaban dari Thomas setelah beberapa waktu berlalu. "Kau tak akan mengatakannya?" tanya Thea. Thomas berdalih, "Kamu kan sahabatku," ucapnya.•••Setelah mengobrol agak lama dengan sahabat masa kecilnya, kini Thea tengah berjalan kaki menuju halte terdekat. Rintik hujan mulai turun membasahi bumi pada sore hari ini, tak sedikit pula pejalan kaki yang ikut meneduh dengan Thea di halte bus.Setelah berdiri terlalu lama kaki Thea mulai terasa sakit, waktu sudah semakin larut dan hujan juga tak memiliki tanda untuk berhenti.Thea memberanikan dirinya untuk melangkahkan kaki pergi meninggalkan halte bus yang hanya tersisa beberapa lansia dan wanita hamil disana. Baru beberapa langkah keluar dari tempat berteduh, tubuhnya telah basah kuyup, basah karena air hujan yang menembus lapisan pakaiannya.Thea mulai melambatkan langkah kakinya. Tangannya turun kebawah untuk melepas sepatu hak tinggi miliknya, hal fatal bisa terjadi jika ia terpeleset saat mengenakan sepatunya. Hanya dengan kaki yang dilapisi oleh stoking, Thea melangkahkan kakinya ke jalanan pelan.Tak ada satupun kendaraan yang berlalu-lalang, Thea juga gak memiliki niat untuk kembali ke cafe Thomas. Di kota ini banyak pohon besar yang masih terjaga, bau debu yang bercampur dengan air menenangkan pikirannya Thea yang terus terasa kalut dari beberapa hari lalu. Sudah sejak lama dirinya tak merasakan perasaan nyaman ini.Thea berjalan dengan tenang di trotoar, waktu senja membuat jalanan terlihat sepi. Thea mendongakkan kepalanya, "Seperti inikah rasanya kebebasan?" gumamnya."Nona, setidaknya perhatikan pakaian Anda jika ingin bermain dengan hujan!" ucap seseorang dengan suara berat membuat Thea langsung menolehkan kepalanya ke belakang. Thea berjingkat kaget saat menyadari dirinya tak sendirian. Wajah pria itu tak terlihat cukup jelas karena Thea menyipitkan matanya agar tak terkena air hujan secara langsung."Apa maksud," ucapan Thea terpotong kala baru saja menyadari apa yang telah dilakukannya di sepanjang jalan, dia lupa mengenakan pakaian yang cukup tipis, berwarna putih pula. Thea berjalan mundur sambil menutupi kedua aset berharga miliknya menggunakan tangan."Kemari, aku tidak akan mencabuli dirimu!" ujar pria itu yang membuat Thea semakin berjalan mundur, di Brazil yang memiliki kriminalitas cukup tinggi wajar bagi Thea untuk waspada pada orang asing.Jari-jari panjang pria itu mencekal tangan Thea saat akan melarikan diri. "Lepaskan tanganku! siapa kau, aku tidak mengenal dirimu!" teriak Thea yang sayangnya tidak akan didengar siapa pun karena hujan yang lebat, "Diamlah aku hanya ingin membantu dirimu!" bentak pria itu, kemudian melepaskan jaket miliknya."Pakai ini, walau tak akan bisa menghangatkanmu tetapi itu bisa membantu mu untuk terhindar menjadi korban dari para pelaku pelecehan seksual!" lanjutnya lalu meletakan jaket miliknya di atas kepala Thea.Pria itu lantas berjalan pergi tanpa sepatah katapun, Thea hanya menatap bengong ke arah laki-laki yang pergi meninggalkan dirinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. "Apa kau seorang ateis? setidaknya ucapkanlah salam!" teriak Thea yang sayangnya masih dapat didengar oleh pria itu."Privasi!" teriak pria itu masih dengan membelakangi Thea, lalu berjalan pergi meninggalkann Thea yang tengah terdiam akibat perilakunya. Bagaimana ada manusia sebaik dan semenjengkelkan itu pada saat yang sama!•••Thea baru saja keluar dari kamar mandi, setelah membersihkan badan dan pakaiannya basah karena terkena air hujan. Gadis berusia 22 tahun itu melangkahkan kakinya menuju meja rias untuk mengeringkan rambutnya."Yohan," gumamnya ketika membaca kartu nama yang tertinggal pada jaket pria yang ditemuinya tadi sore, Thea menggelengkan wajah, berusaha tak acuh dan lebih memilih untuk menaruh kartu nama tadi di samping meja riasnya.Suara dari hair dryer terdengar, dengar cekatan Thea segera mengeringkan rambut sepinggang miliknya, netra matanya kembali melirik ke arah kartu nama yang terletak di meja sebelah kirinya, "Huh, sepertinya aku memang harus mengembalikan pakaian pria itu!" gumam Thea.Haruskah dirinya memberikan hadiah tambahan sebagai ucapan terimakasih? Thea berpikir keras soal itu. Setelah beberapa saat berfikir akhirnya Thea menyetujui ide itu. Thea akan mengirimkan pakaiannya dengan kartu ucapan terimakasih bersama beberapa kukis kering sebagai hadiah. Thea berpikir itu seharusnya cukup.Thea kembali membayangkan momen itu tanpa sadar, tubuh pria itu tinggi. Mungkinkah tingginya di atas angka 200cm? Thea yang bahkan memiliki tinggi di atas rata-rata wanita Brazil tampak lebih pendek jika disandingkan dengan pria itu.Thea menggelengkan kepalanya untuk mengusir pria itu dari pikirannya. Apakah ia dan pria itu akan bertemu lagi?Panas begitu terasa menyengat dipermukaan kulit, beberapa anak berlarian di taman kota. Seorang gadis tengah duduk di kursi taman dengan beberapa belanjaan yang berada di sampingnya. "Thomas kau sangat lama!" sungut Thea kala melihat seorang berstatus sahabatnya keluar dari dalam mobil berwarna biru gelap."Maaf ada beberapa pekerjaan mendesak yang harusku urus," ucap pria itu sembari berjalan mendekat ke arah Thea, "Hanya ini?" tanyanya tatkala melihat jumlah barang belanjaan yang Thea taruh di sisi kiri tubuhnya."Ya, aku hanya membeli beberapa kebutuhan pokok, terlalu malas bagiku untuk berkeliling mall," jawab Thea lalu berjalan pergi meninggalkan Thomas yang menenteng belanjaannya, Thomas menggeleng pelan, "Kau pikir aku pelayanmu!" erangnya sembari memasukan beberapa belanjaan Thea ke dalam bagasi mobilnya."Ada lagi yang kau butuhkan?" tanya Thomas saat setelah ia baru duduk diatas jok mobil, ia memakai seat belt tanpa menolehkan kepalanya ke arah Thea, "Tidak ada, mari pulang.
Pintu diketuk membuat dua orang yang masih berdiam diri sepanjang waktu tadi menoleh "Masuk!" perintah Thomas singkat, tak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka. Dari belakang pintu muncul seorang pria dengan pakaian barista yang melekat ditubuhnya.Ruangan kembali hening setelah barista tadi menyelesaikan pekerjaannya. Meninggalkan dua orang manusia yang masih terdiam dengan Thomas yang memandangi Thea, "Jika kau terus memandangiku seperti itu maka kepalaku akan berlubang!" sarkas Thea sembari meletakan minumannya kembali di atas meja. Thomas menyunggingkan senyumnya kala mendengar ucapan Thea, membuat bulu kuduk gadis itu meremang. "Mendekat kemari!" perintah Thomas lembut namun dengan penekanan di akhir kalimatnya. Thea yang sudah pasrah akan takdirnya hanya menurut dan bergeser mendekat ke arah teman kecilnya, "Berhenti menunduk dan lihat wajahku!" nada ucapan Thomas terdengar ketus, lalu tangan kekar pria itu meraih pergelangan gadis yang telah menemani masa pertumbuhannya
Sudah terhitung satu Minggu sejak Thea tinggal di hotel. Hari ini gadis dengan rambut sepinggang itu tengah merapikan barang barang yang akan dia bawa pindah ke tempat tinggal barunya, "Jangan lupa untuk mengemas itu Thomas," ujar Thea sembari menunjuk meja di samping ranjang dan berlalu pergi ke toilet. Lelaki itu hanya menurut dan langsung mengemas barang yang ditunjuk oleh Thea.Saat dia sedang mengemas beberapa perabotan ide jahil muncul di kepalanya, "Hei, bagaimana dengan celana dalammu?" teriak Thomas dengan kekehan kecilnya, berniat menggoda Thea."Aku akan mengemasnya sendiri! jangan sekali-kali kau berniat untuk menyentuhnya, kecuali jika kau sudah siap kehilangan nyawamu saat ini!" teriak Thea dari dalam toilet. Thomas lantas tertawa mengejek, kemudian berjalan menuju sofa, pria berusia 25 tahun itu duduk santai dengan memainkan ponselnya hingga tak sadar ada orang yang tengah memperhatikan perilakunya."Apa yang kau lakukan!" kaget Thomas sedikit membentak, jantungnya ber
Bau alkohol menyeruak didalam sebuah gedung dengan lampu warna-warni yang berpijar secara bergantian. Wanita wanita dengan pakaian terbuka menari sepanjang dentuman music di perdengarkan, "Tropical Mocktail, ukuran pint dengan campuran soda!" pesan seorang gadis dengan wajah malu-malu, ah sepertinya dia baru pertama kali datang ketempat ini.Sudah sejak seminggu Thea bekerja di diskotik yang dikelola oleh Thomas, tak ada yang istimewa, seluruh pengunjung sama seperti orang pada umumnya. "Apa Anda baru pertama kali kemari?" tanya Thea berbasa-basi, "Ya, bersama temanku!" Thea hanya mengangguk menanggapi pernyataan gadis tadi. Gadis itu memakai gaun pendek berwarna kuning, sungguh tampak mencolok di dalam club. Apa dia ingin menarik perhatian pada binatang buas disini?"Apa temanmu juga baru pertama kali kesini?" tanya Thea, "Ah tidak, dia sudah sering ke diskotik, kebetulan dia mengajakku hari ini!" ucapnya membuat Thea mengerutkan keningnya.Thea menggeleng pelan mengusir pikiran bur
"Apa kau pikir aku akan mendengarkanmu, cantikku?"Perkataan itu seakan menarik usus Thea keluar dari tempatnya. Menjijikan, dia harus segera mencari jalan keluar sekarang!"K-kau siapa?" tanya Thea berusaha mengambil kembali ketenangannya. Alis pria itu berkerut, "Tentu saja aku belahan jiwamu!" ujarnya. Urat-urat merah nampak pada dahi Thea, dasar gila."Apa kau adalah orang yang sama?" tanya Thea. Satu alis pria itu terangkat, tak mengerti maksud Thea. "Apa kau orang yang sama yang menguntitku!" bentaknya, berjalan semakin mundur. Mata pria itu melebar, lalu mengangguk mantap beberapa kali."Dasar gila!" teriak Thea. Ekspresi wajah pria itu menggelap, wajahnya muram. Sebuah kalimat yang ia ucapkan membuat Thea tercengang, "Ya, itu aku. Kau yang membuatku gila! Mengapa kau sangat cantik sialan," rancaunya.Pria itu menarik napas beberapa kali, "Andai aku tampan, kau pasti juga akan memandangku berbeda kan?" hardiknya, "Sialan, kalian para wanita selalu saja memandang uang dan wajah!
Thea segera menyadari keadaan sekitar, dia membuka matanya. Saat yang pertama kali dia lihat adalah tatapan tajam Thomas, Thea mendadak bisu, tak ada isakan sedikitpun yang keluar dari bibirnya."Apa yang terjadi padamu?" tanya Thomas menatap tajam keadaan Thea. Pupil mata gadis itu bergetar, "A-aku ... " Thea tergagap, tak mampu mengutarakan apa yang terjadi padanya. Thomas yang memiliki temperamen buruk lantas berteriak, memanggil namanya dengan keras."THEA!"Thea tersentak, air mata kembali menetes dari matanya. Thomas tampak menyeramkan, gadis itu semakin menutupi wajahnya dengan selimut. Thomas mengacak rambutnya dengan kasar, urat-urat menonjol dari lehernya."Thea, ayo bicara denganku!" Nada bicaranya berubah menjadi lembut dalam sekejap mata, dengan suara bergetar Thea berucap, "T-tidak mau … k-kau tenangkan dirimu d-dulu!" Thomas mengembuskan napas kasar, berusaha menoleransi sikap Thea yang mengesalkan baginya."Ceritakan semua yang terjadi barusan, tolong. Selain sahabatmu,
Suara pintu diketuk membuat Thea harus terbangun dari istirahatnya, Thea mengucek mata sebentar lalu berjalan menuju pintu utama rumahnya, "Ya!" seru Thea menjawab ketukan pintu."Hai kakak!" suara remaja laki-laki yang baru memasuki masa puber masuk kedalam gendang telinga Thea, "Kenapa Raka, ada yang kau perlukan?" tanya Thea lantaran merasa aneh akan kemunculan anak ini dirumahnya, sebenarnya ia mengira bahwa yang mengetuk pintu rumahnya adalah Thomas. "Apa kau sakit?" tanya Raka berbasa-basi, "Ya, ada apa?" tanya Thea balik. Apakah wajahnya sangat pucat hingga orang yang baru bertemu dengannya menyadari bahwa ia sakit? Raka hanya mengangkat bahunya untuk menanggapi ucapan Thea, kemudian ia menyodorkan sebuah kantung plastik berwarna ungu tepat di hadapan Thea. "Apa ini?" tanya Thea, matanya memandangi wajah Raka lekat. "Tidak tahu," Raka mengalihkan pandangannya dari tatapan curiga Thea ,"buka saja!" seru Raka lalu segera melenggang pergi dari rumah
Thomas telah menyelesaikan administrasi rumah sakit Thea, beberapa saat lalu dia juga kembali untuk membantu Thea berjalan menuju tempat parkir. Wajah pucat Thea terus membuatnya khawatir, meskipun Thea terus mengatakan bahwa dirinya telah membaik Thomas terus saja mengkhawatirkannya."Thea," panggil Thomas ketika sudah berada di dalam mobilnya, wajahnya kembali ceria saat berada didekat Thea, gadis itu hanya menengok ke arah Thomas tanpa menjawab panggilan sahabatnya."Bagaimana rencanamu selanjutnya?" tanya Thomas, Thea hanya menundukkan kepala tanpa menjawab pertanyaan Thomas, beribu-ribu hal masuk dan terpikir di dalam kepala Thea. "Aku harap kau kembali memikirkan ucapanmu waktu itu," ujar Thomas kemudian melanjukan mobilnya meninggalkan gerbang rumah sakit.Jalanan sore ini cukup lenggang, dengan awan yang bersinar kemerahan Thea terus memandang keluar kaca, matanya menatap dahan-dahan dari pohon besar bergoyang akibat burung yang bertengger di atasnya. Angin