Cahaya matahari menembus gorden, seorang pria mengerjapkan mata perlahan, Yohan baru saja terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Sebenernya sudah lama saat dia terakhir kali bisa tertidur dengan nyenyak.
Mata Yohan membulat sempurna saat mengingat kejadian semalam, buru-buru dia berbalik, matanya semakin melebar kala melihat tempat tidur yang kosong.Segera ia menyingkapkan selimut. Bercak darah terlihat membuat umpatan kasar keluar dari bibirnya, "Sial Aku memerawani anak orang!" geramnya lalu tangannya meraih ponsel yang terletak di meja.[Telepon tersambung]"Halo … selamat pagi Tuan, apa ada yang Anda butuhkan," ucap seseorang di seberang, asistennya. Suara pria itu terdengar parau, Yohan yakin pria itu baru terbangun dari tidurnya."Cari tahu, semalam aku tidur dengan siapa!" perintah Yohan, lalu mematikan sambungan telepon tanpa mendengar ucapan dari asistennya terlebih dahulu. Umpatan kasar terus keluar dari bibirnya, segera ia berjalan kearah kamar mandi membersihkan tubuhnya.Betapa gilanya dia tetap melakukan hal itu bahkan ketika pasangan kamarnya menangis, seluruh ingatan yang terjadi semalam berputar di dalam otaknya. Perasaan bersalah timbul, sungguh seperti binatang yang tidak mampu mengendalikan nafsunya.Dulu, Yohan selalu jijik dengan sentuhan orang-orang, tapi bahkan sekarang sepertinya ia juga jijik pada dirinya sendiri. Yohan membulatkan tekad, ia harus menemukan gadis itu berapapun biaya yang dibutuhkan. Darah Radcliffe tidak boleh berkeliaran di jalanan.Bahkan jika keluarganya selalu khawatir akan dia yang tidak akan pernah melanjutkan garis keturunan keluarga, saat mereka mendengar hal ini Yohan yakin mereka juga akan mengerahkan seluruh harta Radcliffe untuk mencari gadis itu. Mysophobia, gangguan kepribadian yang menyebabkan Yohan tidak bisa bersentuhan dengan sembarang hal. Bahkan jika ia benar-benar akan menikah dengan Jasmine, mereka akan menjalankan program bayi tabung.Setelah berpakaian dengan sebuah tunik katun yang disiapkan oleh Devan, Yohan dengan langkah besarnya mencari keberadaan Jasmine. Seluruh kru kapal menjadi kacau, kemarahan Yohan tidak redam sama sekali. Saat Yohan menghampiri pintu kamar Jasmine dia berteriak memanggil nama gadis yang dengan kurang ajar mencampurkan obat dalam minumannya.Tak lama setelah itu muncul Jasmine dengan pakaian yang berantakan, tanda-tanda ciuman hadir di leher dan bahunya, Yohan yakin itu bahkan ada di seluruh tubuh gadis itu. Seluruh orang yang mengikuti langkah Yohan terdiam kaget saat melihat penampilan Jasmine. Bisikan-bisikan penuh cerca dihujamkan pada gadis itu.Yohan menghempaskan pintu, matanya langsung menangkap keberadaan seorang pria yang tengah berbaring di tempat tidur. Kekehan ringan terdengar dari arahnya. "Apakah sebegitu hausnya kau akan belaian pria?" sinis Yohan. Matanya memandang remeh Jasmine dari atas ke bawah. Jasmine yang merasa tak nyaman dengan tatapan itu lantas menundukkan kepalanya.Jasmine malu, banyak orang yang menatap tubuhnya di sini. Yohan yang menyadari hal itu lantas berteriak, menyuruh seluruh orang yang mengikutinya keluar dari ruangan. Pintu dikunci, hanya ada Jasmine, Yohan, Devan, dan pria yang menghabiskan malam bersama Jasmine.Tangisan penyesalan terdengar dari arah Jasmine, Yohan berdecih. Ia sungguh jijik dengan keadaan saat ini. "Apa dia tidur?" Tangan Yohan menunjuk ke arah ranjang. Jasmine melirik ke arah yang dimaksud oleh Yohan. Sebuah jawaban kecil berupa anggukan dari Jasmine mengkonfirmasi keadaan pria itu."Bangunkan!" seru Yohan, kemudian ia kembali berucap, "Mandilah, pakai pakaianmu dengan benar!" Lalu Yohan mengeluarkan ponselnya dari saku, berniat mengunjungi keluarganya. Namun, ia lupa bahwa kapal sedang berlayar. Tak ada sinyal di sini. Yohan membuat wajah masam.Jasmine masih menangis, tapi ia tetap menuruti perintah Yohan. Jasmine berjalan ke kasur, kemudian menarik-narik rambut pria itu. Erangan kasar terdengar dari ranjang, tepisan kasar pria itu lakukan pada tangan Jasmine, membuat Jasmine mengerang ngilu. Yohan yang merasa waktunya terbuang sia-sia di sini lantas berdiri, "Mandilah, aku akan membuatnya bangun!"Setelah Jasmine berada di toilet, Yohan berdiri. Ia berjalan ke arah pria yang tengah tertidur dengan pulasnya di ranjang. Yohan menjambak rambut pria itu, lantas membanting tubuhnya ke lantai, erangan ngilu terdengar. Devan yang melihat kejadian itu bahkan bergidik, beruntung orang yang dilayaninya selalu memperlakukan Devan dengan baik."Bangun!" perintah Yohan yang tidak didengarkan oleh pria yang dihantamkannya ke lantai. "Bangun atau kuseret?" Yohan melipat kedua tangannya ke dada, tapi pria yang tidur dengan Jasmine itu malah melebarkan matanya kearah Yohan, menantang. Yohan yang merasa kesal karena waktunya terhambat kembali berjalan mendekat kearah pria itu.Yohan menarik rambut pria itu hingga tubuhnya ikut terseret, masih dengan tubuh yang bertelanjang bulat Yohan Yohan menempatkannya pada sisi sofa, tempat Devan sedang duduk. Lalu Yohan berjalan kearah lemari, sebuah jubah mandi tergantung di sana, Yohan segera meraih jubah mandi itu dan melemparkannya pada pria yang terduduk di dekat Devan.Segera pria itu memakai jubah mandi yang dilemparkan oleh Yohan, tampaknya otak pria itu belum tersadar sepenuhnya. "Namamu?" tanya Yohan lalu matanya melirik keseluruh ruangan. Bau bekas percintaan menusuk hidungnya, segera ia membuka jendela, membiarkan angin masuk untuk menyegarkan pikirannya.Yohan mengacak rambutnya kasar, ia tak perlu terburu-buru untuk menemukan wanita yang tidur dengannya. Ini masih di atas laut, gadis itu tak mungkin dapat cepat kabur.Tak lama kemudian muncuk Jasmine dengan jubah mandinya, bekas percintaan jelas terlihat pada seluruh tubuh Jasmine. Bibir yang bengkak dengan seluruh tubuh dipenuhi dengan bekas ciuman. Yohan meludahkan perasaan jijiknya."Duduk!" perintah Yohan."Katakan namamu!" perintah Yohan saat telah duduk di hadapan pria yang bersama Jasmine semalam. "Thomas," ucap pria yang hanya mengenakan jubah mandi dengan suara yang sangat lirih, hampir tak terdengar oleh orang lain di ruangan itu.Yohan menatap seluruh pria yang duduk di depannya intens, tinggi badan yang hampir setara dengannya dengan punggung lebar seperti telah menjalani latihan fisik selama bertahun-tahun serta fitur wajah yang indah dengan warna kulit kecoklatan pantas membuat Jasmine tertarik."Apakah kalian mabuk saat melakukannya semalam?" Yohan memandang sinis sepasang manusia di hadapannya. Jasmine bahkan tak mampu mengangkat wajahnya, dengan jujur dia menggeleng, "A-aku tidak mabuk, tapi d-dia aku tak yakin," ucapnya dengan tergagap, ibu jari tangan kirinya menunjuk ke arah Thomas.Jasmine sangat mengetahui tabiat Yohan saat sedang marah, ia selalu mendengar itu dari pelayan dari keluarga Radcliffe, jadi meski seluruh tubuhnya gemetaran karena takut Jasmine lebih memili
Beberapa kali ketukan pintu terdengar, membuat tidur Thea terganggu, dengan paksa gadis itu untuk membuka matanya. Matanya menangkap ke arah jam yang ada di dinding. Ternyata sudah cukup siang saat ini. Waktu menunjukkan pukul 10.00Pintu terbuka menampilkan seorang wanita yang memakai seragam pelayan, "Ya ada apa?" tanya Thea saat melihat wanita dihadapannya, "Layanan kamar Nona, apa Anda butuh sesuatu?" tanya pelayan itu.Thea menggeleng dan membiarkan pelayan masuk untuk membereskan kamarnya, perlahan kaki gadis itu melangkah menuju kamar mandi, meninggalkan pelayan yang memiliki tugas untuk membereskan ruangannya.Thea baru saja mengirim email pengunduran diri dari kantor kakeknya beberapa saat lalu, dia ingin memulai kehidupan baru setelah pergi dari rumah busuk tempat dirinya tumbuh. Rencana hari ini Thea ingin mencari pekerjaan baru yang tidak mencolok sama sekali, seperti pekerja part time di sebuah cafe, mungkin.Yah pikirkan saja hal itu nanti.•••Cuaca yang cukup terik tid
"Karena aku menyukaimu," Tentu saja ucapan itu tidak benar-benar keluar dari bibir Thomas, hal itu tertelan jauh ke dalam hatinya. Ia bahkan tak memiliki niat untuk mengakui perasaannya setelah beberapa tahun lalu ditolak dengan mentah oleh Thea.Thomas, merupakan pria yang posesif kepada Thea. Tak membiarkan sama sekali seorang lelaki untuk mendekati gadis itu. Seorang lelaki brengsek, hanya itu yang mampu menggambarkan Thomas. Setelah ditolak dengan mentah oleh Thea, pria itu bergaul dengan banyak gadis, menebar benihnya kepada setiap wanita yang ia temui.Thea memijit kepalanya saat tak terdengar jawaban dari Thomas setelah beberapa waktu berlalu. "Kau tak akan mengatakannya?" tanya Thea. Thomas berdalih, "Kamu kan sahabatku," ucapnya.•••Setelah mengobrol agak lama dengan sahabat masa kecilnya, kini Thea tengah berjalan kaki menuju halte terdekat. Rintik hujan mulai turun membasahi bumi pada sore hari ini, tak sedikit pula pejalan kaki yang ikut meneduh dengan Thea di halte bus.
Panas begitu terasa menyengat dipermukaan kulit, beberapa anak berlarian di taman kota. Seorang gadis tengah duduk di kursi taman dengan beberapa belanjaan yang berada di sampingnya. "Thomas kau sangat lama!" sungut Thea kala melihat seorang berstatus sahabatnya keluar dari dalam mobil berwarna biru gelap."Maaf ada beberapa pekerjaan mendesak yang harusku urus," ucap pria itu sembari berjalan mendekat ke arah Thea, "Hanya ini?" tanyanya tatkala melihat jumlah barang belanjaan yang Thea taruh di sisi kiri tubuhnya."Ya, aku hanya membeli beberapa kebutuhan pokok, terlalu malas bagiku untuk berkeliling mall," jawab Thea lalu berjalan pergi meninggalkan Thomas yang menenteng belanjaannya, Thomas menggeleng pelan, "Kau pikir aku pelayanmu!" erangnya sembari memasukan beberapa belanjaan Thea ke dalam bagasi mobilnya."Ada lagi yang kau butuhkan?" tanya Thomas saat setelah ia baru duduk diatas jok mobil, ia memakai seat belt tanpa menolehkan kepalanya ke arah Thea, "Tidak ada, mari pulang.
Pintu diketuk membuat dua orang yang masih berdiam diri sepanjang waktu tadi menoleh "Masuk!" perintah Thomas singkat, tak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka. Dari belakang pintu muncul seorang pria dengan pakaian barista yang melekat ditubuhnya.Ruangan kembali hening setelah barista tadi menyelesaikan pekerjaannya. Meninggalkan dua orang manusia yang masih terdiam dengan Thomas yang memandangi Thea, "Jika kau terus memandangiku seperti itu maka kepalaku akan berlubang!" sarkas Thea sembari meletakan minumannya kembali di atas meja. Thomas menyunggingkan senyumnya kala mendengar ucapan Thea, membuat bulu kuduk gadis itu meremang. "Mendekat kemari!" perintah Thomas lembut namun dengan penekanan di akhir kalimatnya. Thea yang sudah pasrah akan takdirnya hanya menurut dan bergeser mendekat ke arah teman kecilnya, "Berhenti menunduk dan lihat wajahku!" nada ucapan Thomas terdengar ketus, lalu tangan kekar pria itu meraih pergelangan gadis yang telah menemani masa pertumbuhannya
Sudah terhitung satu Minggu sejak Thea tinggal di hotel. Hari ini gadis dengan rambut sepinggang itu tengah merapikan barang barang yang akan dia bawa pindah ke tempat tinggal barunya, "Jangan lupa untuk mengemas itu Thomas," ujar Thea sembari menunjuk meja di samping ranjang dan berlalu pergi ke toilet. Lelaki itu hanya menurut dan langsung mengemas barang yang ditunjuk oleh Thea.Saat dia sedang mengemas beberapa perabotan ide jahil muncul di kepalanya, "Hei, bagaimana dengan celana dalammu?" teriak Thomas dengan kekehan kecilnya, berniat menggoda Thea."Aku akan mengemasnya sendiri! jangan sekali-kali kau berniat untuk menyentuhnya, kecuali jika kau sudah siap kehilangan nyawamu saat ini!" teriak Thea dari dalam toilet. Thomas lantas tertawa mengejek, kemudian berjalan menuju sofa, pria berusia 25 tahun itu duduk santai dengan memainkan ponselnya hingga tak sadar ada orang yang tengah memperhatikan perilakunya."Apa yang kau lakukan!" kaget Thomas sedikit membentak, jantungnya ber
Bau alkohol menyeruak didalam sebuah gedung dengan lampu warna-warni yang berpijar secara bergantian. Wanita wanita dengan pakaian terbuka menari sepanjang dentuman music di perdengarkan, "Tropical Mocktail, ukuran pint dengan campuran soda!" pesan seorang gadis dengan wajah malu-malu, ah sepertinya dia baru pertama kali datang ketempat ini.Sudah sejak seminggu Thea bekerja di diskotik yang dikelola oleh Thomas, tak ada yang istimewa, seluruh pengunjung sama seperti orang pada umumnya. "Apa Anda baru pertama kali kemari?" tanya Thea berbasa-basi, "Ya, bersama temanku!" Thea hanya mengangguk menanggapi pernyataan gadis tadi. Gadis itu memakai gaun pendek berwarna kuning, sungguh tampak mencolok di dalam club. Apa dia ingin menarik perhatian pada binatang buas disini?"Apa temanmu juga baru pertama kali kesini?" tanya Thea, "Ah tidak, dia sudah sering ke diskotik, kebetulan dia mengajakku hari ini!" ucapnya membuat Thea mengerutkan keningnya.Thea menggeleng pelan mengusir pikiran bur
"Apa kau pikir aku akan mendengarkanmu, cantikku?"Perkataan itu seakan menarik usus Thea keluar dari tempatnya. Menjijikan, dia harus segera mencari jalan keluar sekarang!"K-kau siapa?" tanya Thea berusaha mengambil kembali ketenangannya. Alis pria itu berkerut, "Tentu saja aku belahan jiwamu!" ujarnya. Urat-urat merah nampak pada dahi Thea, dasar gila."Apa kau adalah orang yang sama?" tanya Thea. Satu alis pria itu terangkat, tak mengerti maksud Thea. "Apa kau orang yang sama yang menguntitku!" bentaknya, berjalan semakin mundur. Mata pria itu melebar, lalu mengangguk mantap beberapa kali."Dasar gila!" teriak Thea. Ekspresi wajah pria itu menggelap, wajahnya muram. Sebuah kalimat yang ia ucapkan membuat Thea tercengang, "Ya, itu aku. Kau yang membuatku gila! Mengapa kau sangat cantik sialan," rancaunya.Pria itu menarik napas beberapa kali, "Andai aku tampan, kau pasti juga akan memandangku berbeda kan?" hardiknya, "Sialan, kalian para wanita selalu saja memandang uang dan wajah!