“Sayang, kamu di mana?” Jeff memanggil Audry karena tidak menemukannya di kamar.Laki-laki itu kemudian melangkah ke kamar mandi dan membuka pintu.“Audry!” pekiknya terperanjat melihat sang istri terduduk di lantai.Detik itu juga Jeff mengangkat Audry dan menggendongnya kembali ke kamar.“Kenapa bisa begini? Kamu tidak apa-apa kan?” Jeff memeriksa bagian tubuh Audry satu demi satu.“Aku jatuh, Pi, lantainya licin.” Audry menjawab sambil meringis.“Ada yang sakit?” tanya Jeff meneliti.”Bokong sama pinggangku.””Kita ke rumah sakit sekarang,” titah Jeff memutuskan.”Nggak usah, Pi, aku nggak apa-apa." Audry menolak. "Ini hanya sedikit.”“Tapi tadi kamu baru saja jatuh. Aku khawatir terjadi sesuatu pada calon anak kita.”Audry menelan saliva. Andai saja dia tahu bahwa itu bukanlah anaknya entah apa yang akan dilakukan Jeff.”Ayo, Sayang, kita berangkat ke rumah sakit.” Jeff memaksa Audry. Ia memapah istrinya itu keluar dari kamar.”Ini terlalu berlebihan, Pi,” ucap Audry setelah merek
Pekikan lelaki itu pecah dan menggema saat tubuhnya dipukul dengan begitu keras. Lengkingannya terdengar memilukan. Namun tidak seorang pun yang peduli mengasihaninya. Bahkan ia tidak tahu tempatnya berada sekarang.Tangannya diborgol, lalu dipaku pada sebuah tiang. Ia bagaikan sedang disalib. Sedangkan matanya ditutup dengan kain lusuh dan apek. Ia tidak bisa melihat apa-apa selain gelap dan gelap. Malam itu hujan turun dengan deras. Karena wiper blade mobilnya berhenti bergerak yang membuat daya jangkau pandangannya menjadi terbatas, laki-laki itu pun turun dari mobil untuk memeriksanya.Tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dengan sapu tangan dari belakang. Lalu ia tidak tahu apa-apa karena tidak sadarkan diri. Begitu siuman, ia menemukan dirinya dengan keadaan mata tertutup, tangan diborgol dan tubuh remuk redam.Berkali-kali lecutan dan pukulan mendera tubuhnya tanpa ia tahu apa salahnya.“Apa salahku? Siapa kalian?” Setiap kali ia bertanya hanya penyiksaan yang didapatkannya.
Audry terbangun pagi itu dengan mata sembab. Setelah terjaga dari mimpi buruk, sepicing pun Audry tidak mampu memejamkan matanya. Ia menghabiskan sisa malam dengan menangis.Jeff sedang di kamar mandi saat Audry keluar dari kamar. Entah kenapa pagi ini Audry ingin menyirami langsung tanaman hiasnya.Matanya tiba-tiba tertuju pada mobil Jeff yang tampak kotor. Seingatnya saat sore kemarin mobil itu begitu bersih. Tapi lihatlah sekarang, bannya dipenuhi oleh sisa lumpur. Pun dengan beberapa bagian bodi mobil.‘Jeff dari mana?’ pikirnya.“Pagi, Bu Audry.” Sebuah suara terdengar menyapa ketika Audry sedang serius mengamati dan memutari mobil.Audry lantas menolehkan kepala pada sang penyapa. Ia tersenyum pada Dana. “Pagi, Pak Dana.””Bu Audry sehat?” tanya Dana melihat muka pucat istri majikannya.”Sehat, Pak.” Audry menjawab pelan. “Pak, saya mau nanya, boleh?””Silakan, Bu. Bu Audry mau tanya apa?”Audry melirik sekilas ke arah mobil sebelum mengembalikan pandangan pada Dana.”Pak, kema
Audry keluar dari ruangan Nora setelah berterima kasih. Asisten suaminya itu melepas dengan hati bertanya-tanya.Masuk ke mobil dan menyalakan mesin, Audry tidak langsung pergi. Ia mengeluarkan selembar kertas dari dalam tas lalu mengamatinya dengan serius.Di kertas itu, tadi Nora menggambarkan petunjuk jalan ke Manggala.Audry menghela napas panjang. Jujur saja, ia tidak terlalu berani ke sana. Selain jauh dan sunyi, ia juga belum pernah menyetir dalam rentang waktu yang lama.Mengambil gawainya, Audry menelepon Inggrid. Kesabarannya diuji karena perempuan itu cukup lama mengangkatnya.“Rid, lo di mana?” buru Audry begitu mendengar suara sang sahabat.”Di kantor. Kenapa, Ry?”“Ada yang mau gue omongin, gue ke sana ya?”“Oke, gue tunggu.”Selesai menelepon Inggrid Audry langsung melaju ke Diamond hotel. Ia menyetir dengan kecepatan tinggi. Waktunya tidak banyak. Ia harus menggunakannya sebaik mungkin.”Hei, nafas lo sesak, lo lari?” tanya Inggrid begitu Audry tiba di sana dan masuk k
I will love you 'til the end of timeI would wait a million yearsPromise you'll remember that you're mineBaby, can you see through the tears?Love you moreThan those bitches beforeAudry memejamkan mata. Perlahan, bulir-bulir kristal mengalir dari sana. Lirik lagu yang baru saja didengarnya dari audio mobil membuatnya sedih bukan kepalang. Semua mengingatkan pada lelaki yang sangat ia cintai.Audry mengelus perutnya. Mencoba merasakan janin yang sedang tumbuh di sana. Anak itulah yang akan menguatkannya. Anak itu yang membuatnya tetap bertahan hingga saat ini.Ketukan di kaca mobil mengejutkannya. Audry langsung menoleh dan melihat seseorang yang diteleponnya tadi sudah datang. Audry cepat menghapus air mata lalu membuka pintu mobil dan keluar dari sana.“Pak Dana, akhirnya Bapak datang juga.””Bu Audry, sedang apa di sini?” tanya laki-laki itu.“Pak, saya mau ke gudang kita di Manggala tapi saya nggak bisa lewat. Apa Bapak bisa membantu saya membuka portal itu?” jelas Audry sambil
Derap kaki bersepatu itu terdengar semakin dekat dan kian jelas. Dua orang pria langsung menyambut dan memberi hormat pada laki-laki itu. “Pagi, Boss,” sapa salah satu dari mereka.Jeff, lelaki yang dipanggil boss merespon seadanya dengan mengangguk pelan. ”Gimana keadaannya?”“Badannya sekarang panas, Boss, tapi tadi dia menggigil kedinginan.””Jangan dikasih obat, biarkan sampai mati,” desis Jeff penuh kebencian yang disambut oleh anggukan patuh kedua anak buahnya.Sementara itu Dypta menegakkan kepala ketika mendengar langkah kaki mendekat. Ia tahu siapa yang datang meskipun matanya ditutup rapat dan tidak ada yang terlihat selain gelap.Setelah penyiksaan oleh Jeff kala itu Dypta beruntung karena Tuhan masih menyelamatkan nyawanya. Namun keadaannya tetap tidak berubah. Ia masih digantung di tiang. Kedua tangannya diborgol sementara matanya ditutup dengan kain.Tidak hanya itu. Sejak awal datang ke sini, bajunya direnggut dari tubuhnya. Badannya menjadi sasaran yang empuk dinginn
Audry menajamkan pendengaran, mencoba untuk mendengar lebih jelas. Ia bahkan sampai mengangkat rambut dan mengikatnya tinggi-tinggi agar bisa menangkap suara itu dengan sejernih mungkin.Tidak ada lagi suara yang menyebut namanya, berganti dengan erangan lirih yang terdengar sayup-sayup.“Sayang, kenapa jongkok di situ? Kamu nggak jadi pipis?” Tanpa Audry duga Jeff tiba-tiba datang lalu menyalakan kran air.Audry sontak menangadah dan memandang Jeff penuh protes. “Pi, matikan dulu krannya!””Kenapa?”“Aku mendengar ada yang memanggil namaku. Dia juga merintih seperti kesakitan, Pi.”Jeff menderaikan tawa mendengar perkataan istrinya. “Jangan bercanda, Sayang, mana ada orang di sini.”Audry lalu berdiri dan mematikan kran air yang tadi menimbulkan suara gemericik dengan cepat karena Jeff tidak melakukan permintaannya. Ia kembali menajamkan pendengaran. Namun suara itu lenyap. Tidak terdengar apa-apa lagi. Tidak ada lagi rintihan atau pun suara yang memanggil namanya. Seakan lenyap dise
“Dokter Endah kebetulan sedang berhalangan, jadi saya yang menggantikannya. Mari, silakan duduk, Bu, Pak.” Perempuan bersnelli putih itu mempersilakan dengan ramah pada pasangan muda di hadapannya.Mereka adalah Audry dan Jeff. Sore itu keduanya sedang berada di ruangan dokter kandungan langganan Audry untuk pemeriksaan rutin kehamilannya.“Kenalkan, saya dokter Amanda.” Dokter obgyn itu mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan keduanya.Jeff dan Audry menyambut jabatan tangan sang dokter sambil menyebutkan nama masing-masing.“Saya Audry.”“Saya Jeff, suaminya Audry.”Dokter Amanda mengangguk-angguk. “Nama ibu persis sama seperti adik saya,” ucapnya kemudian sambil membaca data Audry serta riwayat kesehatannya.”Nama saya memang pasaran sih, Dok.” Audry mencoba bergurau, lalu mereka pun tertawa.“Sejauh ini apa ada keluhan, Bu?” Dokter Amanda mengangkat wajah menanyakan pada Audry.”Nggak ada, Dok. Morning sickness-nya juga udah lama lewat.””Anak baik.” Dokter Amanda tertawa.’Sam