POV RyanAku yang sudah bangun sejam yang lalu kini sedang di landa kekesalan. Pasalnya dari tadi aku berusaha membangunkan Sintya, untuk memintanya membuatkan secangkir kopi, tapi wanita itu belum juga bangkit dari peraduannya."Ayolah, sayang. Mulutku sudah pahit kepingin minum kopi dari tadi," ucapku menggoyangkan bahu istri sirihku ini.Sintya menggeliat dan membuka matanya pelan. "Aku lagi hamil, Mas. Buat sendiri sana," tolaknya lalu melanjutkan kembali tidurnya.Menarik selimutnya hingga ke dada dan membalikkan badan membelakangiku. Membuat aku menarik napas panjang dan mendengus kesal.Tapi kali ini, aku mencoba mengerti. Mungkin Sintya terlalu lelah karena resepsi pernikahan kemaren. Aku bangkit dan membiarkannya melanjutkan tidurnya, mungkin sebentar lagi ia akan bangun untuk membuatkan sarapan atau makan siang kami nantinya.Pintu kamar ku buka dan keluar langsung menuju dapur. Membuat sendiri kopi untuk pertama kali. Aku tak lagi canggung di rumah ini, rumah cluster de
POV SintyaSungguh aku kesal saat laki-laki yang ku cintai itu membangunkan ku hanya karena sampah. Tepatnya karena uang sampah yang di berikan pada Paman Daniel ternyata malah masuk ke saku celana pamanku itu. Sementara orang yang membersihkan halaman rumahku akhirnya di cari sendiri oleh suamiku yang baru kemaren sah dalam agama. Jangan ditanya gimana rasa tubuhku hari ini setelah menjadi ratu sehari. Capek, pegel dan terasa baru di gebukin maling saking capeknya.Tapi suamiku itu, tak membiarkanku ngebangkong pagi ini. Dengan terpaksa aku bangun dengan sedikit ngelindur. Tanpa sadar, air liurku rupanya sudah penuh membasahi pipi dan bantal yang ku gunakan tadi. Segera aku bangkit dari ranjang, menghubungi Paman Daniel yang entah dimana keberadaannya sekarang. Tapi panggilanku sama sekali tak dijawabnya. Tiga kali aku mengulangi panggilan ponselnya, tapi tetap tak ada jawaban. Membuatku putus asa dan memilih meletakkan kembali benda pipih itu di meja rias. Pantulan wajahku di cerm
"Besok jangan sampai telat datang ke persidangan tepat waktu. Om tunggu kamu disana," ucap Om Wijaya dari sambungan telepon yang masih menempel di telingaku."Iya, Om. Insyaallah aku sudah siap.""Yakin kondisimu sudah prima. Apa perlu Om minta undur jadwal persidangan?" "Sudah Om. Cukuplah hari ini aku istirahat. Untuk sidangnya jangan di undur. Aku pastikan aku fit esok hari. Lagipula si Razka itu seperti mengawasi ku untuk minum obat! Seperti ada CCTV saja di dekatku. Tiap sebentar dia memastikan ku makan yang banyak dan meminum obat serta vitamin tepat waktu. Dia pikir dirinya siapa," omel ku yang tak seharusnya pria di telepon itu tahu."Baguslah! Setidaknya ia wakil yang merangkap asisten pribadimu. Tak ada salahnya bukan? Berarti dia laki-laki yang bisa diandalkan," jawab Om Wijaya seolah mendukung laki-lai bernama Razka itu."Kenapa Om malah mendukung perbuatannya. Menyebalkan!" Ucapku kesal.Ku dengar tawa dari balik ponsel pintar ku. Tak biasanya Om Wijaya seperti itu. Apa
Kepalaku berdenyut, memejamkan mata dan menghempaskan tubuhku disofa.Kejadian barusan sempat menguras emosiku sesaat.Ya, tadi pagi om Wijaya memang sempat mengabarkan kalau sudah dipastikan surat pengadilan agama sudah diterima Ryan. Dan lelaki kepercayaan orang tuaku itu tadi juga mengatakan kalau aku harus bersiap-siap menerima kedatangan lelaki yang akan mengusik ketenangan ku. Ternyata prakiraan dia benar.Lelaki itu berhasil merusak moodku hari ini. "Saya buatkan teh hangat, Bu," ucap Yana yang melihatku menenangkan diri."Ya, boleh. Terima kasih."Yana beranjak dari tempatnya menuju dapur, tak lama secangkir teh disuguhkan bersama cemilan."Perlu saya pijat, Bu. Muka Anda terlihat pucat," tuturnya yang masih berdiri di hadapanku."Tidak. Terima kasih. Kamu boleh kebelakang," pintaku. Ya, saat ini aku sedang ingin sendiri. Menormalkan hati dan pikiran sesaat. Suara tangis Anggia yang mendekat kearahku menyadarkan lamunanku. Pusing yang tadi melanda ku abaikan sesaat. Menyambu
Aku, Nia, Yana dan Siti bersama-sama membersihkan kaca yang berserakan di lantai.Sementara di luar rumah, Ketua Perumahan yang biasa di panggil Pak Haji Toyib, mengintrogasi petugas keamanan, yang ternyata tertidur di pos jaga. Keterangan yang di dapat, mereka di beri minuman dan makanan gratis oleh pengendara ojek online, yang katanya minuman dan makanan tersebut dari salah satu warga penghuni salah satu rumah disini. Ya, biasanya memang ada penghuni rumah disini yang berkirim makanan untuk penjaga pos, sekedar ucapan terima kasih karena kerja keras mereka begadang hingga malam dan pagi tiba. Tak di sangka rupanya itu menjadi titik lemah mereka, yang kurang teliti siapa yang memberi mereka cemilan.Suara deru mesin mobil berhenti di depan rumah. Aku pastikan itu adalah orang yang dikirim Om Wijaya. Aku meminta Nia dan Yana menyelesaikan pekerjaan. Sementara Siti membuatkan air minum untuk tamuku.Rupanya kedatangan tamuku sudah di sambut oleh Ketua Perumahan. Memastikan aku ada yan
Bab 24POV AuthorRyan yang menerima surat dari kurir, mengepalkan tangannya kuat. Nggak menyangka kalau Alexa benar-benar menggugatnya. Ryan yang awalnya merasa sangat percaya diri kalau dirinya masih sangat dicintai oleh Alexa, kini merasa teramat kesal. Surat dari Pengadilan Agama yang berada di tangannya ia remas kuat. Dadanya kembang kempis menahan amarah."Kurang ajar! Kau pikir semudah itu meminta cerai dariku. Aku nggak akan pernah menjatuhkan talak padamu, Alexa," geramnya lalu pergi keluar rumah mencari ojek menuju kerumah Alexa.Dengan hati yang penuh emosi, Ryan menggedor pintu besar rumah yang dulu ia huni. Bukannya mendapatkan sambutan hangat dari sang istri, malah pintu terbuka oleh asisten rumah tangga.Perdebatan kecil sempat terjadi karena asisten tersebut menghalanginya masuk.Ryan terus menerobos tubuh wanita itu tanpa memperdulikan tatapan sengit yang ia terima. Begitu sombongnya sang istri menyambut kehadirannya. Dengan geram Ryan lempar ke wajah Alexa kertas
Ku lihat Ryan seperti orang hilang kewarasan. Ia memaki dan menghujamkan kata-kata kasar. Setelah berhasil membuat suasana ruang sidang riuh, kini laki-laki itu di lempar keluar oleh pihak keamanan.Ku akui ada rasa takut saat mata merahnya menatap kedua netraku, saat dirinya di seret keluar ruangan."Tenang Alexa, Om jamin kamu akan aman," ucap Om Wijaya yang melihat kegusaran di wajahku.Sidang kembali dilanjutkan, tanpa Ryan. Razka baru masuk kedalam ruang sidang. Kedua netra ku beradu pandang dengannya. Ku pikir laki-laki itu sudah kembali kekantor, rupanya ia masih disini, mengawasi jalannya persidangan hingga selesai."Kau baik-baik saja?" Tanyanya padaku."Kau tidak lihat keadaanku sekarang. Sudah pasti aku baik-baik saja, aku nggak selemah yang kau pikirkan," ucapku meyakinkannya."Baguslah. Kau tidak boleh terlihat lemah di depan orang-orang itu. Atau kau akan diintimidasi oleh mereka," ucap Razka mengekori ku.Ryan menghadang jalanku, saat akan kembali ke parkiran."Kau su
Bab 26Perutku yang memang sudah merasa lapar menyambar roti dan kue pemberian Razka. Setidaknya dapat mengganjal perut sebelum bertemu dengan klien yang pasti dilanjutkan dengan makan siang bersama.Sebuah Resto ternama menjadi tempat aku dan klien bertemu, tentu di dampingi Razka yang merupakan asistenku itu."Selamat siang, Pak Santoso. Perkenalkan, ini Bu Alexa yang saat ini menjadi pemimpin perusahaan," Razka memperkenalkanku dengan lelaki yang katanya merupakan klien perusahaan tetap kami. Sebelum tiba disini, Razka juga sempat menerangkan kalau Pak Santoso itu juga type lelaki mata keranjang. Jujur aku terkejut saat Razka mengucapkan itu. "Pak Santoso ini suka pada wanita cantik. Inilah salah satu hal yang membuat para pengusaha perempuan tak suka bekerjasama dengannya. Tapi ia tak segan menggelontorkan dana bila mendapatkan ya g ia mau. Makanya tak jarang pula para pebisnis yang ingin meraup untung besar memberinya hadiah berupa perempuan yang bisa di pakai," ucap Razka panj