'Temui aku setelah aku keluar dari rumah sakit.'
Karena itu, hari ini mereka bertemu di sebuah kafe yang baru saja dibuka. Ekspresi Anna rumit untuk dijelaskan. "Astaga, kenapa kamu baru mengatakannya sekarang? Padahal aku memberitahu kedatangan Ibu di hari yang sama."
"Maafkan aku. Aku hanya butuh waktu berpikir apa yang sebenarnya terjadi." Mata gelap Raden menatap bola mata sang lawan dengan lurus dan mengintimidasi. Anna merasa sedikit tidak nyaman tapi mencoba ditahan. "Sejak kapan ... orang tuamu menyuruh kita bercerai?"
"Se, sebenarnya tidak lama. Saat pernikahan kita menginjak umur ke tiga, di situ orang tua mulai menyuruhku untuk bercerai."
"Seandainya kita tidak bertukar tubuh dan Ibumu sungguhan berkata seperti itu kepadamu, apa kamu akan menurutinya?" Jawaban Anna saat ini sangat penting untuk Raden. Dia perlu tahu apakah Anna pun ingin berusaha lepas darinya.
Wanita tersebut berusaha memalingkan arah mata. Kenapa suaminya menatap
Sebagai pancingan sekaligus tindakan awal Raden untuk menepati janji, dia membuat secara acara yang dihadiri oleh para dewan komisaris serta beberapa perwakilan dari rekan kerjanya. Dilihat dari luar, acara ini dilaksanakan agar kekerabatan bisa meningkat dan menjalin kerja sama yang lebih baik. Sebenarnya akan banyak yang bertanya-tanya, kenapa pemimpin PT. Setia Abadi dan istrinya turut diundang di acara ini. Namun, Anna melaksanakan peran dan dialog Raden dengan baik. Meski ini kali pertama dia menjadi pelaksana dan bintang utama dalam sebuah acara, pembawaannya sangat tenang seakan dia benar-benar terbiasa. Ketika salah satu orang melapor bahwa Malik dan Masya sudah tiba, Anna menghampiri mereka dan melakukan sambutan. "Saya senang kalian berdua datang ke sini." Masya memberi tatapan pongah sekaligus was-was, sedangkan Malik membalas dengan formal. Setelah berbasa-basi pendek, Anna mempersilakan kedua orang tersebut untuk menikmati susunan acara.
"Bagaimana kalau kita melakukan kencan pertama?" usul Raden di tengah malam. Kelopak mata Anna yang sudah tertutup kembali terbuka dan menatap kosong langit-langit kamar. Kencan? Aneh sekali untuk didengar. Apakah Raden akan percaya jika seumur hidup Anna tidak pernah berkencan? Selama ini dirinya terkurung dalam rumah. Meski tidak ada kesalahan yang pantas membuatnya dipenjara, pergerakan Anna selalu dibatasi. Termasuk kedekatannya dengan lelaki lain. Jadi, jatuh cinta sedalam mungkin tidak sempat ia rasakan, apalagi berkencan. "Bagaimana cara kita melakukannya?" "Ya ... cukup jalan-jalan bersama?" Suara pria tersebut terasa sedikit bimbang, tetapi juga percaya diri karena sudah pernah melakukan sebelumnya. "Sambil kita menikmati momen yang ada bersama-sama." Kini dia menyampingkan postur tubuhnya sehingga bisa melihat sisi Anna dari samping. Mendengar pertanyaan barusan, ia duga Anna tidak pernah berkencan. "Kamu benar-benar seperti anak kec
Bak pangeran berkuda putih yang sedang menjemput gadis malang nan cantik, di dunia nyata pangeran tampan itu adalah sesosok pria berdada bidang, tampan, dan membawa mobil hitam yang disetir oleh supir pribadi. Sedangkan gadis malang dan cantik sangat cocok untuk Anna. Wanita itu memiliki tubuh bak model, tinggi namun ramping, wajahnya elok dengan bola mata cokelat yang gelap, tetapi nasibnya buruk. Saat ini dia sudah berdiri di depan pintu rumah dengan beberapa pekerja di sampingnya. Sesuai ucapan di teks pesan, mobil hitam Raden memasuki area rumah Anna dan berhenti di depannya. Lelaki itu menjemput Anna untuk pergi bersama-sama ke bandara. Tanpa diminta, Raden keluar dan mengambil koper Anna dari tangan salah satu pembantu dan memindahkan ke bagasi. Padahal biasanya sang supir akan melakukan itu, tumben sekali. "Ayo masuk." Anna masuk terlebih dahulu, kemudian disusul Raden. Setelah yakin tidak ada yang tertinggal, mobil membawa mereka pergi dari ar
Negara yang mereka kunjungi adalah Hungaria, Anna cukup tidak familiar dengan nama tersebut, apalagi kotanya. Kini mereka telah menginjak tanah Budapest, ibu kota dari negara tersebut dan menjadi salah satu kota tercantik di Eropa. Bahkan mereka juga memiliki sejumlah situs warisan dunia yang diakui UNESCO. Meski di masa modern telah menjadi kota metropolis, Budapest tetap mempertahankan sejarah dan warisan budaya yang dapat dilihat dari berbagai bangunan kuno, museum, sampai memorial. Mungkin ini juga alasan Budapest menjadi kota yang mereka kunjungi, bukan tempat terkenal seperti Paris atau negara lain yang sudah sangat dikenal romantis untuk pergi dengan pasangan. Rupanya ada kota romantis lainnya yang tidak begitu sering disebut. "Mereka terkenal dengan mata air panasnya?" tanya Anna sambil menikmati waktu sejenak di balkon hotel. Kini terpampang nyata di matanya bahwa ada kota secantik Budapest. Beberapa bangunan besar juga terlihat jelas dari lokasi hotel. Tida
Raden tidak menyesal dengan pilihan Laila. Memang sekretarisnya direkrut karena memiliki kecerdasan tinggi dengan riwayat edukasi yang sangat baik, tetapi mana ia duga bahwa Laila pun berhasil menentukan destinasi negara terbaik untuk berkencan selain nama-nama kota yang sudah sering terdengar. Sekaligus liburan, rasa lelah yang sempat Raden tanggung pun terangkat. Kini mereka menyusuri jalan di jembatan. Ada orang-orang lain yang juga jalan bersama mereka, namun dunia terasa hanya diisi mereka saja. Tidak, bercanda, mereka tidak menghayati sampai sebegitunya. "Sehabis ini kembali saja ke hotel, aku sudah lelah," celetuk Anna setelah jeda keheningan terjadi cukup lama. Raden mengangguk setuju. Hari ini mereka sudah banyak mengunjungi tempat, mungkin kunjungan galeri seni bisa ditunda sampai besok saja. Lagi-lagi tidak ada yang bicara, mereka hanya menikmati udara sepoi-sepoi sekaligus melihat kendaraan-kendaraan yang melintasi jalan. Dari dekat, Raden
Terkadang di tengah malam yang sangat gelap, bocah lelaki kecil itu mulai berpikir. Dia sudah berada di rumah, tetapi kenapa dia masih bertanya seperti apa rumah itu? Bukan karena pendingin, tetapi rumah ini sangat dingin untuknya. Apakah memang sudah sepantasnya dia diperlakukan seperti itu? Tapi apa salahnya? Kenapa Ibu dan Ayahnya tidak pernah manatap dirinya dengan ramah? Setiap malam, dia selalu berdoa agar Ayahnya bisa memancarkan kehangatan dari matanya. Namun, tiap paginya dia hanya mendapati kenyataan bagaimana si Ayah enggan melirik ke tempat duduknya saat makan pagi bersama. Seperti biasa, anak lelaki itu tidak berkata-kata apa pun meski saudara-saudaranya sangat berisik. "Hari ini aku yang duduk di depan!" seru si anak kedua saat baru menduduki kursinya. Sedangkan si anak pertama hanya menggeleng sembari mencibir, bermaksud menggoda agar si adik lebih kesal."Ayo, dong, sekali-sekali kamu mengalah. Kamu kan anak paling tu
Malam ini adalah malam terakhir mereka tidur di hotel ini. Besok mereka harus segeracheck out dan menaiki pesawat lagi untuk kembali ke Indonesia. Sampai detik ini juga, jujur saja Anna merasa puas. Kota kedua yang mereka kunjungi tidak kalah cantik dan menariknya. Rupanya ada negara yang sangat menjaga warisan dan kecantikan dari budaya lama di Eropa, salah satunya Hungaria. "Apa kamu sudah punya ide ingin pergi ke negara mana lagi setelah ini?" "Hm, entahlah. Mungkin masih di Eropa." Anna menjawab dengan senyuman yang sangat lebar, dia sendiri tidak sadar jika kedua sudut bibirnya sudah tertarik selebar itu. Di samping ada Raden yang ikut tersenyum melihat istrinya sedang terlarut dalam bayangannya sendiri. "Biasanya aku hanya melihat paratravellerdi Youtube. Tapi sekarang aku bisa jalan-jalan seperti mereka. Kira-kira aku bisa keliling dunia enggak, ya?" Ketika sadar dia sudah melanturkan hal bodoh, Anna menutup mulutnya
Suasana di rumah sangatlah aneh ketika Anna tiba. Para pekerja di rumahnya menyambut dengan ramah dan menaruh rasa hormat. Padahal selama ini tidak pernah Anna disambut seformal ini--meski begitu, bukan berarti selama ini para pekerjanya kurang ajar. Apakah karena kali ini adalah kepergian terlama Anna sejak tiga tahun tinggal di sini? Mungkin saja. Sangat mudah untuknya berpikir positif, tanpa tahu jika diam-diam para pekerja itu melirik ke Raden dan kembali teringat dengan kejadian beberapa hari lalu. "Anna," panggil Raden sebelum dia kembali pulang. "Aku akan membuka lowongan pekerja untuk rumah ini. Tapi, bukan aku yang memilihnya, melainkan kamu sendiri. Jadi, kamu harus segera bersiap-siap menyiapkan kisi-kisi pertanyaan." Sebentar, kenapa tiba-tiba lowongan pekerja rumahnya dibuka? "Para pekerja di sini sudah cukup banyak." "Tapi beberapa hari lalu baru saja beberapa pekerja rumah ini dipecat sepihak." Kedua bola mata cokelat itu terbuka lebar,