Share

5. Solusi Konyol

Mau dipikirkan berapa kali pun, hasilnya tetap nihil. Otak Anna sudah tidak kuat untuk berpikir lagi. Pertukaran tubuh saja sudah aneh, maka akan seaneh apa cara mengembalik tubuh mereka? Tidak mungkin jika mereka harus melalui prosedur berbahaya seperti yang ada di drama Korea, kan?

“Berpikirlah....” gumam Anna terus menerus. Kaki kanannya terus mengetuk lantai mobil sampai membuat supirnya melirik heran. Tidak seperti biasanya Raden akan bersikap segelisah ini. Meski ada hal yang terus mengganggu pikirannya, setidaknya kakinya tidak akan membuat ketukan seribut ini.

“Bapak kelihatannya tidak mau menemui Bu Anna, ya? Kita masih bisa kembali ke rumah lagi,” usul sang supir. Namun, Anna langsung menggeleng kepala.

“Tidak apa-apa. Kita tetap pergi ke rumah Anna,” suruhnya. Perjalanan kembali dilanjutkan meski gelagatnya tetap mengatakan bahwa ia memiliki banyak pikiran.

Bagaimana ini? Pasti nanti Raden akan bertanya apakah dia sudah mendapatkan solusinya. “Ck, padahal dia sendiri pasti tidak akan menemukan solusinya.”

Entah ini hanya perasaan sang supir atau memang begitu realitanya, sang supir merasa sejak pulang dari rumah sakit, sikap Raden sangat aneh. Seperti orang gila. Tapi, tidak mungkin bosnya sudah gila, kan? Mentalnya masih baik-baik saja, kan?

*****

Setelah seminggu dirawat, katanya tubuh Raden sudah membaik dan diperbolehkan keluar. "Baguslah kalau begitu, aku ingin melihat bagaimana cara dia mengembalikan tubuhku," desis Raden.

Sekretaris Raden yang dipaksa untuk mengikuti tubuh Anna--Raden memang sengaja belum memberitahu sekretarisnya lantaran ia merasa malu--hanya diam meski penuh kebingungan.

Bagaimana bisa secara tiba-tiba istri bosnya mengambil alih semua pekerjaan Raden dengan lihai? Seakan-akan Anna adalah Raden. Anna juga menyuruh Laila untuk mencari tahu informasi mengenai Raden tanpa mau menemui lelaki tersebut. Sama persis seperti bagaimana  Raden bertindak selama ini.

Ketika ditanya, Raden sendiri hanya menyuruh ia menurutinya dengan malas. Tidak terlihat marah sama sekali karena semua pekerjaannya diambil alih sang istri.

Sang sekretaris kebingungan tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Bukankah ini aneh?" ujar Raden tiba-tiba. Laila kembali berjaga-jaga karena raut muka Anna terlihat sangat serius saat menerima laporan resign dari beberapa pegawai. "Mereka seperti kompak keluar dalam waktu dekat. Jumlahnya juga bukan satu dua orang saja, tapi dua puluh! Meski beda divisi, aku merasa ada yang salah dengan jumlah pegawai yang mundur. Apakah HRD kita melakukan hal yang benar? Atau ada sesuatu yang melenceng tanpa sepengetahuanku?"

Semisalnya terjadi korupsi sampai-sampai gaji pegawai menjadi tertahan?

"Saya akan mencarinya lebih lanjut. Saya harap kemungkinan terburuk tidak terjadi sungguhan di dalam perusahaan kita."

"Tentu saja kalau hal itu sungguhan ada, saya akan mengurusnya secara langsung. Tidak mungkin seorang CEO duduk diam ketika melihat perusahaannya hancur perlahan."

Lihat, bahkan Anna pun memanggil dirinya sebagai CEO. Padahal status sebenarnya adalah istri dari CEO. Sebenarnya ingin sekali Laila berkomentar, tapi demi keselamatan posisinya, wanita tersebut hanya diam dan patuh.

"Ibu, Pak Raden sudah datang," lapor seseorang dari luar kamar. Semua pekerjaan yang dilakukan Raden langsung berhenti. Ia bergegas berdiri dan membuka pintu. Di situ ia langsung disambut dengan pemandangan tinggi tubuhnya sendiri. Selain itu, ada juga seorang pembantu yang hendak masuk untuk membersihkan cairan kopi yang sempat tumpah akibat kelalaian sekretaris.

“Cepat bersihkan lalu kalian semua bisa meninggalkan kami sendirian di kamar ini.” Raden memberikan perintah yang tegas meski saat ini ia berada di tubuh Anna. Sedangkan Anna sendiri hanya diam dan menurut.

Sekretaris Raden segera keluar, begitu juga dengan pembantu yang buru-buru dalam melaksanakan tugasnya. Setelah keluar, pintu tertutup dan bisa Raden pastikan tidak akan ada orang yang berani menguping pembicaraan mereka.

Sebelum Raden bertanya bagaimana solusinya, Anna sudah berceletuk dahulu, "Jadi, akhirnya kamu membuat ruang kerja baru di rumahku karena tidak bisa bekerja di kantormu seperti biasa?"

Dengan sudut bibir kanan yang terangkat tipis, senyuman licik terbentuk di bibir Anna. Raden memutar mata malas, dia tidak terbiasa melihat dirinya sendiri malah tersenyum licik. "Seingatku, rumah ini masih atas nama Raden Ezra Kusuma. Secara otomatis, rumah ini masih milikku. Jadi, aku berhak melakukan apa pun terhadap rumah ini. Termasuk menjadikan ruangan kosong untuk ruang kerja baruku.”

Anna berdecak karena tidak mampu membalas fakta tersebut. Jadi, tanpa basa-basi lagi, Raden langsung melemparkan pertanyaan. "Apa kamu sudah menemukan solusinya?"

“Tidak,” jawab Anna secara jujur dan langsung ke poinnya.

Mulut Raden sedikit terbuka, tidak percaya dengan jawaban Anna. “Terus selama di rumah sakit, kamu ini ngapain saja?”

Mendengar nada suara Raden meninggi, Anna ikut meninggikan suaranya. “Menunggu tubuhmu sembuh, lah! Memangnya kamu kira orang sakit bisa berpikir, begitu?”

“Aku bisa.”

“Itu karena kamu adalah kamu!” Entah kenapa mereka malah menjadi berdebat untuk hal di luar topik. “Ck! Coba saja kamu lakukan sendiri, memangnya kamu akan mendapatkan jawabannya?”

Raden menelan ludahnya. Sebenarnya dia sudah berusaha memikirkan solusinya juga, tapi tidak ada satu ide pun yang terbersit dalam pikirannya. Tangan kirinya segera memijat kening yang terasa nyeri, sedangkan tangan kannya hendak memegang meja kerja sebagai tumpuan. Namun, dia lupa kalau saat ini jaraknya pada meja cukup jauh.

Lantai yang saat ini kakinya pijak pun adalah lantai yang masih basah sehingga dirinya terjungkal ke belakang. Ekor mata Anna yang menangkap kejadian tersebut ikut refleks meraih pinggang Raden—yang di mana itu adalah tubuhnya sendiri. Bukannya berhasil menahan Raden agar tidak terjatuh, justru kaki Anna pun tidak sengaja terpeleset licinnya sabun dan air di lantai.

Ketika punggung Raden berhasil menyentuh tanah, tanpa sengaja bibir mereka saling bertemu dan bersentuhan.

Namun, tidak ada yang menyadarinya karena mereka sudah terlanjur panik. Ketika mata mereka tertutup dan suara jatuh bergema keras, barulah sensasi aneh di bibir menjadi terasa.

‘Tunggu ... tidak mungkin, kan?’ Anna menjadi orang pertama yang membuka mata dan terkesiap melihat betapa dekatnya wajah Raden saat ini. Bukannya menjauh, wanita tersebut malah membatu.

Saat Raden membuka mata dan menyadari bagaimana ciuman tanpa sengaja telah terjadi, ia buru-buru bangun dari posisinya. “Tadi kamu sengaja menciumku?”

Hah? Pertanyaan gila macam apa itu? “Tidak mungkin, lah!” seru Anna keras. “Tadi, kan, kamu terjatuh. Makanya aku—sebentar! Suaraku kembali!”

Barulah mereka sadar bahwa jiwa mereka kembali ke tubuh yang benar. Raden mencoba meraba kulitnya, bahkan mencubit keras untuk mengetahui apakah ini nyata. “Kita sudah kembali, nih?”

“Wah.” Mata Anna melotot, ia terkejut melihat semuanya berlalu sangat cepat. “Kalau begitu ... Apakah solusinya adalah berciuman?”

Kepala Raden menoleh, dahinya mengernyit tidak yakin. Akan tetapi, jika dipikirkan lagi, mungkin saja solusinya memang sekonyol itu. “Maksudmu, kita harus berciuman lagi jika seandainya tubuh kita tertukar?”

“Tentu. Tapi, tenang. Aku tidak akan mau membunuhmu lagi agar tubuh kita tidak tertukar. Siapa juga yang mau bertukar tubuh dengan dirimu? Aku juga tidak ingin kita berciuman lagi!” Suara Anna meninggi tanpa alasan. Raden hanya berdeham saja sembari memperhatikan bagaimana pipi Anna yang memerah.

“Jangan bilang kamu belum pernah berciuman?” Pertanyaan Raden seakan adalah jarum untuk meledakkan balon kepolosan Anna.

“Tentu saja tidak! Mana mungkin aku berciuman dengan orang lain? Memangnya kamu pernah?!”

“Pernah.”

“Apa?! Sama siapa?” Raden melangkah menjauh dan membuka pintu.

“Aku rasa itu bukan sesuatu yang harus dibahas. Sekarang aku akan pergi dari sini. Kuharap kejadian ini tidak lagi terjadi.” Raden pergi dan meninggalkan Anna dalam rasa penasaran. Tangan kanan Anna mengepal erat kala pipinya sudah merah bagai tomat rebus.

Sialan, kenapa dia malah tidak menyukai fakta Raden pernah berciuman dengan seseorang?

“Sudah, sudah. Hentikan pemikiran gila ini,” ucapnya pada diri sendiri. “Sekarang yang terpenting adalah aku sudah kembali ke tubuhku. Tidak usah pikirkan tentang Raden. Untuk apa aku memikirkannya?”

Wanita tersebut keluar dari ruang kerja Raden dan kembali ke kamarnya.

Setelah semua hal yang terjadi, kini Anna harus menghadapi kenyataan bahwa ia kembali menjadi sang ratu yang kesepian di kastil mewahnya.

[Bersambung]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status