Share

4. Kembalikan Tubuhku!

Sampai keesokan harinya mereka masih berada dalam status tertukar tubuh. Jiwa Anna yang berada di dalam tubuh Raden pun baru menyadarkan diri. Namun, bedanya dia hanya berdiam saja. Membiarkan dokter dan perawat datang mengecek perkembangan kondisi tubuh. Tidak banyak percakapan yang terjadi selain menjawab pertanyaan sang dokter.

Anna bisa beristirahat lebih tenang dan nyenyak meski ia sadar bahwa mereka sedang mengalami hal yang aneh.

Sedangkan Raden yang berada di tubuh Anna terbangun setelah tertidur tiga jam yang lalu. Itu pun bukan karena dia bangun sendiri, melainkan dibangunkan oleh seseorang yang cukup kasar. "Hei, bangunlah!"

Siapa yang berani memerintah seperti itu kepadaku? Walaupun dia belum benar-benar sadar diri, ia mendongakkan kepalanya dan mendapati seorang wanita beserta lelaki yang wajahnya sangat ia hafal.

"Apa yang sudah kamu lakukan?!" Suara wanita paruh baya tersebut meninggi, sama seperti kedua alisnya. "Rumahmu benar-benar seperti kapal pecah."

Ah, benar juga. Karena tidak memungkinkan untuk Anna tidur di sofa tamu rawat inap, ia memutuskan untuk tidur di kamar Anna. Beruntung para asistennya sudah membersihkan dengan kilat sehingga ia tidak perlu khawatir untuk tidur di ranjangnya.

Gara-gara ini juga, Raden jadi berpikir apakah orang tua Anna selalu datang pagi-pagi hari untuk melihat Anna? Atau kebetulan saja mereka datang di hari saat tubuh Annda dan Raden tertukar?

"Kelihatannya kamu sangat marah karena semalam, ya." Masya sengaja menekankan satu kata dalam kalimatnya. Namun, Anna lebih memilih menatap lurus kepada sang Ayah dibanding mendengar perkataan aneh Ibunya.

"Anna," panggil Malik. Akhirnya dia bersuara juga, batin Raden.

Orang yang dipanggil hanya bergumam kecil agar Malik melanjutkan apa yang ingin ia katakan. "Apakah semalam kamu menembak Raden?"

Orang yang lebih responsif atas pertanyaan itu adalah Masya. Dengan mata membulat tidak percaya, ia mengeraskan volume seakan-akan ingin membuat semua orang tahu kalau dia sedang terkejut. "APA?! Astaga! Kamu ini sudah gila, ya?!"

"Gila?" Jika dilihat dari kondisi Anna semalam ... "Mungkin saja aku memang sudah gila."

Malik memijat keningnya. Ia mengetahui itu karena seorang mata-mata yang ia taruh di rumah ini melapor kejadian tersebut. Katanya, setelah Anna pulang dari acaranya, semua barang dihancurkan. Bahkan Raden ditembak, padahal lelaki itu baru datang setelah sekian lamanya tidak mengunjungi rumah ini. "Kenapa?"

Entahlah. Sayang sekali saat ini di dalam tubuh Anna bukan orang yang sebenarnya. Jadi, Raden mencoba melontarkan kalimat sesuai gaya bicara Anna selama ini. "Memangnya aku butuh alasan untuk itu?"

PLAK!

Tangan Masya sangat ringan untuk menampar pipi Anna sampai memerah. Raden tidak percaya bahwa saat ini dia ditampar setelah dibangunkan mendadak. "Kamu ini gila, ya?! Cepat kunjungi suamimu dan minta maaf ke dia!"

Apakah ini adalah kali pertama untuk Anna ditampar ibunya sendiri?

Karena terkejut sekaligus efek baru bangun tidur, tubuhnya malah membeku. Masya nyaris mau menarik dengan kasar, namun Malik menahannya. "Biarkan dia merespon dengan benar dulu. Sepertinya kita datang ke sini terlalu pagi?"

"Pagi? Ini sudah jam delapan, bukankah dia selalu bangun jam lima?" heran wanita cerewet tersebut. Dahinya berkernyit meski pada akhirnya tetap tunduk pada perkataan suami.

Sebelum mereka berdua pergi, Malik kembali memberi nasihat--atau mungkin adalah perintah. "Kamu harus cepat meminta maaf kepada Raden. Jika hubungan kalian semakin buruk, terpaksa saya harus menyeretmu kembali ke rumah."

Mereka pergi sedangkan Raden masih mencoba untuk mencerna semuanya. Padahal selama ini pasutri Setiawan tampak sangat menyayangi Anna, putri mereka. Tapi barusan saja dia seperti sedang diancam. Bahkan bulu kuduknya berdiri untuk perasaan yang tidak bisa dijelaskan.

"Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ini adalah hal bagus. Memang seharusnya wanita itu meminta maaf kepadaku," gumamnya. "Sudahlah, sekarang aku harus mandi ... Tunggu, gimana caranya agar aku bisa mandi?"

Bukannya Raden lupa mendadak gimana cara teknis untuk mandi. Memang dia hanya perlu buka baju, membilas tubuh dengan air, pakai sabun, kembali disiram air, dan memakai pakaian lagi. Tapi, masalahnya sekarang dia ada di tubuh Anna.

Merah tomat mulai menjalar ke pipinya. Pipinya sudah seperti sedang menggunakan blush-on saking meronanya dia saat memikirkan kegiatan selanjutnya.

"Astaga, dan dia akan melihat ... adikku?!"

*****

"Huh, untung saja aku tidak disuruh mandi," celetuk Anna. Saat ini posisinya dia masih di dalam tubuh Raden dan baru saja bagian atas tubuhnya diseka oleh perawat. "Kuharap tubuhku benar-benar pingsan dan tidak ada jiwa Raden di dalamnya."

Setelah semua rutinitas pagi para perawat medis selesai, dia bisa menikmati program televisi di hadapannya. Meski tidak sebagus channel televisi luar, setidaknya ruangan ini tidak akan sepi.

Sayang sekali, kenikmatan itu langsung direnggut ketika seseorang membuka pintu dengan kasar. Mata gelap milik Raden membesar, dia tidak percaya bahwa jiwa lelaki itu sungguhan berada di tubuhnya!

Setelah menutup pintu dengan benar, kaki Raden melangkah mendekat. Sebagai sikap pertahanan, Anna berseru terlebih dahulu, "Sialan! Apa yang kamu lakukan terhadap tubuhku?!"

Kaki jenjang Raden--yang sebenarnya adalah milik Anna--berhenti melangkah. Pria itu tertegun mendengar pertanyaan konyol tersebut. "Seharusnya aku yang bertanya!"

Meski menggunakan suara Anna, Raden tetap berhasil membuatnya terlihat lebih mendominasi. "Kamu sudah menembakku sampai aku nyaris meninggal dan kini tubuh kita tertukar! Bagaimana caramu akan bertanggung jawab?"

Anna sedikit bergetar, dia masih tidak siap harus menghadapi Raden yang sudah pernah ia coba bunuh. Melihat kepala yang mulai tertunduk, Raden kembali berjalan mendekat dan menyesuaikan tinggi kepala mereka agar bisa sejajar. "Karena perbuatanmu sangat keterlaluan, aku tidak akan pernah melepaskanmu bahkan sampai kamu mati."

Ketika Raden menarik kepalanya, Anna tidak bisa berkata-kata. Matanya melihat ke sana sini sebagai tanda kegugupannya. 'Tidak. Aku tidak boleh seperti ini. Aku tidak boleh terlihat ketakutan,' batinnya.

Setelah Anna menyakinkan diri dan Raden pun mendengus, suasana tidak sedingin tadi. Apalagi tiba-tiba Raden berceletuk, "Astaga, aneh sekali kita bertengkar dengan suara yang berbeda. Hei, tubuh kita tertukar."

Informasi tidak berguna itu membuat Anna memutar mata malas, dia pun sejak awal bangun sudah sadar dan histeris terlebih dahulu. Raden melanjutkan prasangkanya, "Apa kamu menggunakan sihir?"

"Kamu kira diam-diam aku adalah penyihir hitam seperti di cerita fiksi?"

"Siapa tahu?"

"Dasar gila. Aku tidak percaya bahwa CEO macam kamu masih percaya sihir," omel Anna. Ia melemparkan pandangan ke teleivisi lagi dengan bibir mengulum. Raden yang tidak suka dihindari seperti itu langsung merebut remot yang berada di samping tubuhnya, lantas segera mematikan televisi.

"Tidak ada tontonan TV sampai kamu menjelaskan semua ini." Raden tetap keras kepala. Dia yakin bahwa Anna terlah berbuat sesuatu. "Oh, juga peluru yang ada di tubuhku--"

Tangan milik Anna langsung membuka baju pasien Raden dan mencoba menyentuh dada. Jiwa yang ada di dalam tubuh Raden adalah seorang perempuan dan Anna tidak terbiasa jika seseorang tiba-tiba menyentuh dadanya. "Hei! Menyingkir! Kamu mau memperkosa aku?"

"Bukankah aku ini berhak untuk menyentuh tubuh sendiri?" tanya Raden sekaligus sebagai alasan. Tangannya berhasil ditepis keras oleh Anna. Dia pun mengerjap-ngerjapkan mata dan mulai berkaca-kaca. "Kamu mau nangis? Astaga! Aku tidak sedang melecehkan kamu! Lihat, bahkan saat aku mandi pun aku berusaha untuk tidak menyentuh--ah, sudahlah lupakan saja. Intinya, apakah saat ini ada bekas jahitan dokter di tubuhku?"

Anna refleks mencoba menyentuh bagian yang hendak Raden sentuh tadi. Setelah menyakinkan diri bahwa tidak ada apa pun di sana, ia berhenti mengusap dan menggeleng. "Tidak. Padahal aku yakin aku menembak di daerah jantungmu."

"Bagian lain?" Raden mulai panik dan hendak menyentuh Anna lagi, tapi Anna buru-buru memberi tatapan horor.

"Jangan sentuh aku. Biarkan aku yang mengecek sendiri!" 

Raden mengencangkan pinggangnya. Lihat sekarang, Anna bersikap seolah dia pemilik tubuh Raden sebenarnya. Dasar tidak tahu diri.

"Tidak ada."

Jawaban tersebut membuat Raden berdecak sebal. "Sekarang keanehannya bertambah satu lagi. Astaga, kamu ini benar-benar biang masalah. Seandainya kamu semalam tidak menembakku, kita tidak akan terjebak di situasi ini."

"Oh, jadi sekarang kamu mau menyalahkanku? Huh! Seandainya kamu mau menemaniku ke acara Ayah, aku tidak akan menembakmu."

"Kenapa malah aku yang salah?" Raden tidak terima dengan tuduhan Anna yang tidak masuk akal. "Sejak awal kamu yang sudah tidak waras, makanya bisa tertawa setelah menembakku."

Tidak waras? Jadi Raden pun berpikir kalau dia sudah gila? "Perhatikan ucapanmu."

"Kenapa harus aku yang memperhatikan ucapanku? Memangnya seorang pembunuh pantas menyuruh korbannya terus diam?"

"BAHKAN KAMU TIDAK MATI!" Anna menggaungkan suara Raden yang sangat keras, bahkan Raden sendiri sampai menutup telinganya. "Aku tidak gila, dan aku bukan pembunuh!"

Kedua tangan Anna bertepuk tangan, tepukan tangan yang ditujukan pada jiwanya sendiri. "Hebat sekali kamu bisa bertingkah seakan kamu bukan pendosa. Meski aku tidak jadi terbunuh, aku tetap bisa menuntutmu atas percobaan pembunuhan. Kamu tetap bisa dihukum karena itu."

"Haha," tawa Anna singkat. Tiba-tiba ia merasa ia mendapatkan keuntungan untuk berada di tubuh Raden. "Lebih tepatnya, tubuhmu lah yang akan melakukannya. Jika kamu tetap terjebak di tubuhku, malah jiwamu yang akan menerima hukumannya. Benar, bukan?"

Tangannya mengepal, nafasnya jadi sedikit lebih memburu, dan dadanya naik turun. Saat ini tubuh Anna bergerak tidak sesuai keanggunan wanita biasanya. Raden mencoba mengubah suaranya lebih berat dengan pita suara Anna. "Cepat kembalikan aku ke kondisi semula. Kembalikan aku ke tubuhku!"

Anna menghela nafas kasar. "Bahkan aku pun tidak tahu kenapa pelurunya bisa hilang di tubuhmu. Lalu bagaimana caranya aku tahu--"

"Aku tidak ingin tahu! Pokoknya kamu harus menemukan caranya!" Raden melangkah ke pintu dengan gelisah dan keluar dari ruang rawatnya. Anna hanya bisa menghela nafas setelah pintunya kembali tertutup.

Ya ampun, kenapa semuanya jadi sangat membingungkan?

[Bersambung]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status