Share

6. Pulang Ke Rumah Ayah

Setelah semua kembali normal, hari-hari terlewati begitu saja. Tidak ada yang berubah kecuali pengawasan Anna yang lebih ketat. Raden pun semakin menegaskan bahwa semua kepergian Anna harus dilaporkan ke dirinya.

Anna tahu bahwa dia diawasi nyaris 24 jam. Akan tetapi, dia sudah tidak ada niatan untuk melakukan kekacauan lagi. Sudah cukup hari-hari itu menjadi luapan kegilaannya.

Sayangnya, semesta tidak membiarkan Anna bersantai begitu saja. Ia mendapat pesan yang menyatakan, 'Datang ke rumah. Ayah mau bicara denganmu.'

Atas perintah sang suami, Anna memberitahu kepada lelaki tersebut melalui media pesan. Kemudian mengirimkan gambar pesan sebagai bukti.

'Apakah boleh?' tanyanya melalui pesan teks. 'Jam dua siang nanti. ASAP.'

'Ya.' Balasan singkat itu ditunjukkan Anna secara nyata kepada kedua pengawalnya. "Aku ingin pergi ke rumah keluargaku."

Tibalah dia di rumah yang sudah lama tidak didatangi. Jika tidak dipaksa, dia tidak akan sudi menginjakkan kaki lagi di sini. Namun, dia selalu lemah di hadapan kedua orang tersebut.

Seorang wanita berumur tua, Anna mengenalnya sebagai pembantu Setiawan yang paling loyal, membukakan pintu dan tampak senang dengan kehadirannya. "Akhirnya Mbak Anna datang juga."

Anna memeluk sang pembantu. Selama ini, pembantu tersebut yang membantu Anna memiliki alasan kenapa dia harus bertahan hidup di rumah ini. Meski pembantu tersebut tidak akan bergerak ketika sesuatu terjadi kepadanya akibat perbuatan majikannya.

"Iya, Ayah ingin berbicara sesuatu padaku," jawab Anna agar asisten tersebut paham alasan kedatangannya.

"Tentu dong, Mbak. Akhir-akhir ini saya lihat si Bapak merasa kesepian. Lebih diam, pasti kangen Mbak Anna." Anna mendesah malas namun tetap memberikan senyuman palsu. Memang asisten tua ini sudah sangat loyal, terlalu loyal sampai menganggap semua perbuatan orang tuanya adalah baik. 

Dulu, setiap kali Anna memecah tangisan tengah malam, sang pembantu akan memeluknya dan menenangkan dirinya. Tetapi, akan berakhir berkata, "Ini semua demi kebaikan Mbak, juga."

"Aku masuk ke dalam, ya."

"Iya, Mbak."

Saat tiba di ruang tamu, keadaan rumah masih cukup sepi. Namun, sebuah suara bergema dan bernada ceria, "Kakak? Apakah itu Kak Elisa?"

Bisa dilihat bagaimana raut kekecewaan tampak di lelaki berumur lima belas tahun tersebut. Anna hanya menatap datar, dia tahu bahwa keberadaannya tidak diinginkan oleh keluarga ini. Bahkan oleh saudara-saudaranya yang lebih muda.

Tidak apa-apa, Anna pun tidak berniat untuk bertingkah menjadi kakak yang baik. "Di mana Ayah?"

"Di ... ruang makan." Suaranya kecil, matanya juga tidak melihat ke arah Anna. Setelah mendengar jawaban, Anna siap untuk melenggang pergi begitu saja. Namun, lanjutan kalimat Erik membuat Anna berhenti dan menoleh. "Sudah lama Kakak enggak pulang...."

Apa maksudnya? "Maksudmu Kak Elisa?"

"Bukan, tapi Kakak sendiri. Kak Anna. Omong-omong, aku sebentar lagi lulus SMP sebagai murid terbaik." Apakah informasi tambahan itu menandakan sebuah kode?

Anna tidak terbiasa untuk mendengar informasi tambahan yang mendadak. Selama ini saudara-saudaranya tidak pernah berinteraksi lebih dengannya. Mereka pun jarak umurnya cukup jauh dengan Anna sehingga ia merasa gugup jika harus mendekati duluan--hanya saudara keduanya saja yang berselisih setahun. Karena itu, Anna jadi terbiasa bersikap dingin terhadap ketiga saudaranya.

Selama ini Anna pun merasa dia bukan bagian dari keluarga ini, itulah sebabnya dia tidak berusaha mendekati lebih.

Namun, kali ini mungkin dia ingin bertindak tidak sedingin biasanya.

Anna membalikkan badan dan mengacak rambut Erik. "Kamu anak yang hebat. Kuharap kamu pun bisa mempertahankan prestasimu di SMA. Omong-omong kamu akan ambil jurusan apa?"

"Jurusan IPS! Aku mau jadi hakim!"

Hakim? Mimpi yang tidak terduga juga, ya. "Kenapa kamu mau jadi hakim?"

"Karena hakim bisa menentukan siapa yang bersalah dan tidak, Kak. Saat ini banyak orang yang bersalah, tapi mereka enggak dihukum karena sudah ada penyuapan--termasuk ke hakim. Aku mau jadi hakim yang jujur dan baik untuk masa depan negara ini."

"Bagus. Mimpi yang sangat penuh dengan idealisme. Seandainya Kakak bisa mempunyai kebebasan seperti itu, Kakak akan menikahi orang yang Kakak cintai." Cukup dengan basa-basi, Anna melemparkan senyuman simpul sebelum pergi ke ruang makan.

Erik menatap punggung Anna yang cepat sekali menghilang. Meski sang kakak tertua tidak dapat memahami kodenya, Erik dapat mengetahui maksud perkataan Anna. Punggung sang kakak yang selama ini dipaksa tegak pun sebenarnya mendapati banyak beban dari orang tuanya, dan kini juga dari suaminya.

"Kuharap suatu hari nanti Kak Anna bisa bahagia," harapnya sebelum kembali antusias mendengar suara pintu terbuka. "Kak Elisa!"

Sedangkan di ruang makan, sudah ada Malik yang membaca berita dari tabletnya dan sesekali menghisap kopi yang dibuat Masya. "Apa kamu barusan selesai berbicara dengan Erik?"

"Hanya untuk basa-basi."

"Kamu tidak berbicara macam-macam, kan?"

"Apakah sampai sekarang Ayah masih berusaha meminimalisir interaksiku dengan saudara-saudaraku sendiri?" balas Anna dengan tajam. Malik mendelik cepat, tidak sehangat yang diberikan saat pesta kemarin.

Betul, inilah sisi sang Ayah yang sebenarnya. Terlihat tenang dan bijak, padahal sekali berkata-kata akan membuat Anna lumpuh mendadak. "Aku menyuruhmu ke sini untuk membicarakan sesuatu."

Di dapur yang bisa terlihat dari ruang makan, Masya dan dua pembantu tengah menyiapkan makan siang. Apakah mereka akan makan bersama untuk menyambut kedatangan Elisa? Mengingat Elisa yang umurnya tidak jauh berbeda dengannya pun pulang setelah setahun lebih bekerja di luar negeri.

Ah, tapi Anna pun tidak boleh lupa bahwa mungkin saja dia akan dihiraukan begitu saja seperti dulu.

"Kita akan berbicara setelah Elisa datang. Kita akan makan siang bersama secara sederhana untuk mensyukuri kenaikan jabatan Elisa." Sial, sepertinya Anna sudah sadar bagaimana acara makan bersama ini berlangsung.

Tidak lama, orang yang ditunggu-tunggu pun datang. Bersamaan dengan Erik yang sudah ingin menyambut sedari tadi. Lekas Masya keluar dari dapur untuk memeluk dan mencium Elisa. Malik pun sampai meletakkan tabletnya dan ikut memeluk dengan erat. "Kami sangat merindukanmu, El."

"Aku juga begitu, Ayah." Elisa melihat mereka dengan lembut sebelum tanpa sengaja menyadari kehadiran Anna. "Oh, Kakak pun datang untuk menyambut kepulanganku? Apa Kakak juga tahu kalau selain naik pangkat, aku akan dipindahtugaskan ke Jakarta?"

"Tidak. Aku tidak tahu apa pun sebelumnya," jawab Anna jujur dengan wajah datar. Dia langsung mendapatkan tatapan horor dari Masya. Berani-beraninya Anna mengatakan hal seperti itu kepada anaknya? Seakan mereka bukan saudara?

"Oh ... begitu rupanya." Sesaat suasana kembali canggung. Memang lebih baik Anna tidak usah diundang sama sekali ke sini.

Akan tetapi Masya tidak mau membuat anak sulungnya merasa aneh dengan rumah sendiri, dia langsung mengalihkan topik sekaligus menyuruh Elisa beristirahat. "Kamu bisa tidur sebentar di kamarmu. Tenang saja, kami sudah merapikan dan membersihkan semua kotoran di kamarmu. Erik, tolong antarkan Kakakmu. Sekalian kamu bisa bercerita banyak tentang kehidupanmu kepadanya. Ibu akan melanjutkan masakan makan siang ini."

Saat tubuh Masya berbalik, Masya masih sempat memberikan ekspresi 'awas saja kamu nanti' kepada Anna. Wanita tersebut hanya bergeming dan menatap kosong ke arah lukisan.

Terasa sekali kan bagaimana perbedaan kehidupannya dengan saudara-saudaranya sendiri?

"Tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu ke Elisa. Lebih baik kamu berbohong saja agar dia tidak merasa canggung di rumahnya sendiri. Bagaimanapun juga, kamu adalah kakaknya."

Selalu begitu. Kamu adalah kakaknya, maka menurutlah dengan perintah kami.

Nasihat sialan tapi tidak bisa ia bantah. Hanya di saat ia jengah saja untuk mampu membalas perkataan orang tuanya. Untuk saat ini, Anna hanya menatap kosong dan asik sendiri dengan ponselnya.

'Jika aku sungguhan kakaknya, kenapa kalian tidak bertingkah sebagai orang tuaku yang sebenarnya? Apa kalian pikir aku pun senang mendapatkan orang tua tiri seperti kalian?' batin Anna yang sudah lelah selama hidup 29 tahun.

[Bersambung]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status