"Sayangnya wanita itu sama sekali tidak menyadari semua perkataanku, seharusnya dia mengerti tentang apa yang ku katakan bahwa dia adalah wanitaku tadi. Tapi ternyata wanita itu sangatlah tidak peka sampai membuat aku malah ingin menariknya dan menegaskan tentang keberadaannya di sini."Noah berbicara sendiri di dalam hati dan pikirannya, tanpa menghiraukan Leo yang sedari tadi memperhatikannya."Kalau saja aku tidak ditekan mungkin aku tidak akan mengikuti kencan buta yang dibuat oleh nenek," ucap Noah membuang nafas berat. Leo yang mendengarnya berpikir sejenak hingga Dia berbicara. "Bukankah Nona Bella sudah ada di sini Tuan! Kenapa anda tidak melakukan seperti rencana Anda sebelumnya?"Ucapan Leo sejenak membuat Noah berpikir keras, dia tidak tahu kalau pernah membicarakan tentang Bella yang akan menjadi wanita pura-pura di hadapan keluarganya."Bukankah itu akan jauh lebih baik jika itu sungguhan?" ucap Noah tersenyum menyeringai."Anda tidak perlu berlebihan Tuan, bukankah nona
Penegasan Noah tentang pekerjaannya, membuat Bella berpikir keras. Apalagi sudah ada perjanjian kontrak kerja di hadapan mereka sekarang. "Entah sejak kapan Leo membuatkan surat kerja sedetail itu? Apa hidupku akan jauh lebih baik dari penjara jika ada di sini?" geruru batin Bella. Bella berpikir lama sebelum dia menandatangani perjanjian kontrak kerja itu, apalagi tujuannya hanyalah kebaikan dan masa depan Aria yang sampai saat ini masih belum kembali sekolah. "Leo akan mengurus sekolah baru untuk Aria, tidak perlu memikirkan apapun lagi," ucap Noah lagi. "Bagaimana dengan sekolah yang sebelumnya?" tanya Bella. "Sudah aku bilang, Leo akan mengurusnya. Apa yang membuatmu khawatir sekarang?" balas Noah. "Aku ... Seharusnya Kamu tanyakan dulu padaku dan kita berbicra dengan putriku," ucap Bella ragu-ragu. "Bukankah ini sedang kita bicarakan?" balas Noah. Bella merasa tidak bisa banyak bicara lagi, dia membaca isi kontrak satu sama lain. Meski Noah tidak mengatakan apapun tentang
Bella merasa heran bagaimana bisa Noah mengajaknya ke sebuah sekolah elit yang terkenal di kota besar, mereka masuk disambut dengan baik malah tanpa ada kesulitan apapun. "Apa Aria akan menyukainya?" Bella masih memperhatikan area sekolah termasuk deretan fasilitas yang kemungkinan jauh lebih memadai di sekolah itu. "Dia pasti menyukainya," balas Bella."Itu bagus." Pembicaraan Noah bersama pemimpin sekolah juga memperkenalkan Bella padanya tentang anak mereka yang akan sekolah di sana. Walau tanpa ragu Noah mengatakan kalau mereka keluarga, tapi Bella merasa itu jauh lebih baik dibanding harus menutupinya dengan banyak hal yang akannmempersulit mereka. Setelah dapat persetujuan dan juga mendapat kelas yang bagus untuk Aria, Noah dan Bella berencana kembali ke rumah sekarang. Namun, saat di perjalanan Noah sengaja mengurangu kecepatan mobil untuk mencari moment bicara pada Bella. "Jadi itu yang Kamu maksud sesuatu yang membuatku senang?" tanya Bella tiba-tiba. "Lalu bagaimana?"
Di suasana yang cukup tenang, Bella merasa dirinya jauh lebih baik setelah banyak bicara dengan Noah. Padahal selama ini, tidak pernah ada hal untuknya berbicara pada seseorang apalagi tentang kehidupannya. Terlebih Noah yang baru dia kenal. "Aku mau pergi ke suatu tempat dulu," pamit Bella setelah merasa harus segera ke toilet dengan perasaan yang dia tahan. "Apa mau aku temani?" sahut Noah. Pertanyaannya membuat Bella terkejut sambil menggelengkan kepala malu. Bella berbalik pergi membiarkan Noah melihatnya melangkah pergi ke arah toilet. Dia bergumam membicarakan pria yang tanpa ragu menawarkan diri untuk menemaninya hanya untuk pergi ke toilet. "Apa dia sedang mengujiku atau memang dia tidak tahu batasan antara wanita dan pria?" Di tengah perjalanan, Bella malah berpapasan dengan orang-orang yang tidak pernah dia harapkan untuk bisa bertemu apalagi sampai berbicara dengannya. Mereka saling menatap, Bella yang mencoba mengabaikan.
Hari di mana awal mula kehidupan berubah di alami Bella Siva. Biasanya jam makan siang begini, seorang pria datang meminta di buatkan kopi dan makan siang. Padahal jarak kembali ke tempat kerja memakan waktu 20 menit, tapi Rafa tetap pulang demi makanan istrinya. Senyum lembut dan tutur katanya membuat hati Bella terasa sakit menyadari kenyataan jika moment seperti itu tidak akan terulang lagi ketika sang suami meninggal. Pernikahan yang indah selama 14 tahun di jalani kini harus rela di tinggal, Rafa memang sudah sakit selama satu bulan tapi dia tidak pernah mengeluh terkecuali minta pelukan hangat setiap malam ketika dia merasakan tubuhnya melemah. Merawat suami tercinta tidak pernah membuat Bella mengeluh sekalipun. Kebahagiaan yang dia alami selama bersama tidak bisa menghilang begitu saja hanya karena suami jatuh sakit. Kemarin malam Rafa meninggal di pelukan Bella, di pagi harinya dia menemukan suaminya tidak bernafas tanpa pamit. Bella sadar, Rafa memang sudah sering menginga
Ternyata perasaan lega menyuat di dalam hati Bella, keluar dari rumah yang selama ini mengurungnya. Mungkin semasa hidup bertiga bersama limpahan kelembutan Rafa cukup memberi kenyamanan. Tapi kenyataannya, pria itu hanya membuat cangkang yang kokoh tanpa memberikan arti hidup yang sebenarnya kepada Bella. Mantan suaminya itu bahkan tidak meninggalkan harta apapun untuknya. "Kita kemana Bu?" pertanyaan Aria membuyarkan lamunan Bella. Melihat mata indah anak gadisnya cukup memberi Bella semangat lagi. "Pertama, kita cari tempat makan dengan uang ini!" seru Bella menarik putrinya mempercepat langkahnya. Aria tersenyum bersemangat mendengar ajakan ibunya. Dia tahu, jika ibunya sedang dalam kebingungan, dia akan menghabiskan beberapa makanan untuk memuaskan perutnya dulu baru berpikir langkah selanjutnya. Alih-alih makan di pinggir jalan, Bella mengajak Aria datang ke sebuah restauran yang belum sempat dia datangi bersama Rafa. Dia pikir cukup jika hanya sekedar makan di sana, Bella be
Meski Mona terus bertanya dan berbicara, Bella terlihat tenang menghabiskan makanannya. Dia juga membiarkan pelayan membersihkan meja memastikan putrinya kenyang baru melihat ke arah wanita yang masih duduk di hadapannya menunggu dia berbicara. "Ada apa, Kau menemuiku?" pertanyaan pertama Bella mengejutkan Mona. "Aku sudah bicara panjang lebar bertanya semuanya, bahkan tidak ada yang kamu jawab?" protes Mona. "Kalau begitu aku pergi." "Eh tidak tunggu dulu, La?" cegah Mona menghentikan Bella yang hendak pergi. Bella duduk mencoba mendengarkan apa yang akan dikatakan Mona. Sekarang wanita itu malah menjadi ragu, dia tidak mengira jika bicara pada Bella membuatnya sesulit itu merangkai kata hanya sekedar menyapanya saja. "Bagaimana kabarmu, orang rumah dan kamu sedang apa di sini?" "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja. Orang rumah yang mana kau maksud, tidak kah kamu lihat kalau kami sefang makan datang ke sini?" balas Bella. "Ah iya, maksudku ... Kamu minggat?" Mona meli
Bella khawatir tentang putrinya yang tinggal di lingkungan yang salah jika harus melewati hari dan malam yang sulit seperti sekarang. Dia berpikir keras sambil keluar dari rumah tantenya. Wanita tua itu memang sangat merepotkan jika Bella tidak waspada. "Apa Kau keponakan mami?" pertanyaan dari seorang gadis yang hanya mengenakan celana pendek dan kaos ketat berjalan mendekat. "Hmm." "Perkenalkan, aku Lisa." Dia mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan wajah cerianya."Bella," sahut Bella. "Kau tinggal di sebelah tempat tinggalku, jangan sungkan ya!" seru Lisa. "Tentu." Bella berlalu pergi menuju kontrakannya. Meski di jawab dengan lugas, tapi Lisa tampak menyukai Bella dari raut wajah yang bersemangat tersenyum mengikuti Bella. Sadar diikuti, Bella berhenti berjalan. "Aw!" rintih Lisa menabrak punggung Bella. "Apa yang sedang Kau lakukan?" tanya Bella. "Aku kan juga mau ke tempatku." "Hmm, jalan di depan," tegas Bella. Lisa berjalan melewati Bella sambil mengamati setiap