Bab 145. Deva Hendak Mengusir Malah Diusir“Hey, Bik! Bik Iyah mau ke mana?!” teriak Deva seraya turun dari mobil lalu mengguncang-guncang besi pagar.“Bentar, saya izin dulu ke dalam!” teriak Bik Iyah, menoleh ke belakang, lalu buru-buru masuk ke dalam.“Bibik mau izin sama siapa? Biiiiik! Awas, ya! Aku pecat Bibik sekarang juga!” ancam Deva lagi. Namun, Bik Iyah tak menghiraukan, perempuan itu terus saja berjalan masuk langsung menemui Alisya di kamar Adante. Deva yang merasa dipermainkan semakin terbakar emosi.“Hey, kamu! Buka gerbangnya! Kamu …. security baru, kan? Aku perintahkan, buka gerbang ini!” Deva berteriak lagi sambil memukul-mukul besi dengan batu yang dia pungut di sekitar itu. Suara riuh itu membuat suasana tambah bising.“Sabar, Pak! Tolong jangan membuat keributan! Tak perlu saya menelpon Bos saya untuk mengusir Anda, kan?” Arul yang sejak tadi merasa jengah mulai mengancam.“Bos kamu? Astaga! Siapa Bos kamu, ha? Aku Bos kamu, tau enggak! Mamaku, kan, yang men
Bab 146. Video Rekaman Sonya Di Ponsel RajaDeva segera berbalik dan berjalan buru-buru menuju mobilnya. Dengan kecepatan tinggi mobil itu melaju membelah jalan raya. Meraih ponsel miliknya, dia lalu memanggil nomor Alina.“Halo Dev, kamu di mana, Nak? Kebetulan sekali kamu nelpon Mama? Mama mau menanyakan tentang gugatan cerai kamu kepada Alisya. Kenapa belum kamu daftarkan juga, Dev? Kamu udah janji, kan hari ini?” Terdengar suara Alina dari ujung sana.Deva menelan ludah. Ibunya yang egois kembali menuntut. Padahal Deva sedang sangat murka. Dia ingin melampiaskan kekesalannya. Tetapi ibunya malah lebih dulu menyerangnya.“Kenapa diam, Nak? Eeem, kamu masih menundanya karena Alisya baru keguguran, ya? Ok, kalau begitu mama maklum. Tetapi, mama harap kamu jangan mundur, ya! Agar kamu bisa segera menikahi Sonya. Kamu tahu, kan, kalau perusahaan kita sedang tidak baik, Nak! Kita butuh suntikan dana yang besar. Saat ini Sonya adalah harapan kita satu-satunya. Om Rahman pasti akan m
Bab 147. Alina Lemas Saat Tahu Alisya Yang Membeli Rumahnya“Astaga! Ini ini … ini pasti bukan Sonya! Sonya tak mungkin mau melakukan hal serendah ini! Ini pasti editan!” seru Alina menggeleng tak percaya. Deva sontak merebut ponsel Raja yang masih di tangan ibunya. Kedua matanya membulat sempurna demi melihat layar.“Raja! Kau? Kau yang mengambil video ini secara langsung?” sergahnya masih tak percaya.“Iya, Mas! Sudah lama aku ingin melaporkan ini pada Mas Deva, tapi waktunya tidak tepat.” Raja meraih kembali ponsel miliknya lalu menyimpannya kembali di dalam saku.“Ini bukan editan, Mas, tapi asli. Waktu itu aku dengar kabar Alisya minggat dari rumah Dr. Ilham. Aku mencarinya ke mana-mana karena khawatir dia akan terlunta-lunta di jalanan. Salah satu alternatifnya adalah ke rumah Fajar. Karena menurutku Rena dalah putri Fajar. sangat wajar kalau Alisya membawa Rena ke sana. Sebab waktu itu Intan dan ibunya juga masih ada di rumah Fajar. Tetapi yang kutemu di sana bukan Alisy
Bab 148. Alina Mencek*k Leher Tasya“Apa? Tidak mungkin!” pekik Alina lemas. “Alisya tak mungkin sanggup membeli rumah itu! Siapa dia rupanya, ha?” imbuhnya masih tak percaya.“Ya, Mama benar! Alisya bukan siapa-siapa! Di dunia ini hanya Mama satu-satunya manusia paling hebat! Ini kunci mobil Mama! Nikmati semua harta Mama! Aku pergi!” Deva meletakkan kunci mobil BMW yang biasa dia kendarai di atas kasur, tepat di samping ibunya. Lalu melenggang pergi.Alina tak lagi bersuara.“Puas Mama sekarang? Mama terlalu merendahkan Alisya! Lihat dia sekarang, Ma! Dia berhasil membangun perusahaan yang sama dengan milik Mama! Perusahaan yang ternacam gulung tikar milik sahabat kuliahnya dulu, berhasil dia kembangkan hingga maju pesat. Bahkan hampir semua pelanggan prusahaan Mama kini berpindah kepadanya. Dan yang paling menyedihkan, dia pula yang membeli rumah pribadi yang harusnya dia tempati bersama Mas Deva!!” sentak raja ikut melapiaskan kekecewaannya.“Mama tidak percaya! Itu tidak be
Bab 149. Keperihan Hati RajaRaja menepikan mobilnya di depan gerbang sebuah rumah mewah di kawasan Polonia. Pria itu mengedarkan pandangan ke dalam halaman luas di balik pagar besi nan kokoh yang terpasang di sekeliling rumah megah itu. Sebuah rumah bergaya Eropa berlantai tiga.Sebuah mobil mewah terparkir di sana. Raja memicingkan kedua kelopak mata, seperti pernah melihat mobil mewah itu, tapi di mana dia lupa. Apakah Alisya sudah demikian makmurnya hingga bisa memiliki mobil semewah itu juga?“Maaf, Pak? Bapak mau bertemu siapa?” Seorang pria empat puluh tahunan yang berjaga di pos depan datang menghampiri ke sisi gerbang bagian dalam. Tanpa membuka pintu gerbang Pak Arul memindai penampilan Raja. Pria itu seperti pernah melihat sang tamu, namun kapan dan di mana? “Hey, bukankah Bapak yang di rumah sakit tadi pagi? Bapak yang bersama ibu-ibu gemuk dan super angkuh itu, iyakan?” terka Pak Arul begitu yakin. “Yang menghina dan marah“Eh, iya, Bapak … supirnya Pak Damar, poli
Bab 150. Rahasia Keguguran Alisya Terbongkar“Mama ikut!” Alisya baru saja menaikkan sebelah kakinya ke dalam mobil, Adante yang sudah terbangun langsung mengejar.“Jangan-lari, Sayang! Nanti jatuh, lho! Iya, mama tunggu! Yu, kamu ikut juga, sini!” Alisya memanggil babysiternya. Segera gadis itu menyusul, masuk dan duudk di bangku tengah. Alisya menggendong Adante duduk di bangku depan, di samping Pak Arul.“Kita ke rumah sakit, ya, Pak!” titah Alisya saat mbil sudah melaju keluar dari gerbang. “Baik, Bu!” sahut pria itu patuh. Mobil Raja mengiring di belakang.Ponsel Alisya berdering belum juga dua menit perjalanan. Nama Damar menari-nari di layar benda pipih itu. “Hallo, Pak Damar!” jawab Alisya setelah mengusap layar.“Maaf, Mbak! Sebaiknya Mbak jangan banyak bergerak dulu, Mbak baru saja sembuh, bukan? Saya khawatir, Mbak kenapa napa di jalan.”“Oh?” Sontak Alisya menoleh kepada sang Supir. pria itu mengangguk, wajahnya sedikit memucat.“I-iya, pak Damar. saya ke rumah saki
Bab 151. Rencana Alisya Menggugat Cerai Deva“Apa? Saya keguguran? Maksudnya?” sontak Alisya meraba perutnya. Wanita itu menoleh ke arah Raja. Mencoba mencari penjelasan kepada pria itu.“Kamu, kamu … seperti bingung? Kenapa?” Raja ikut bingung melihat ekspresinya.“Papa bilang apa? Aku keguguran?” tanya Alisya lirih.“Apakah kamu belum tahu, maksudku … astaga, jadi, mereka masih merahasiakan ini darimu? Alisya, oh, maksudku, aku dan papa yang salah berarti. Kami kira kamu sakit dan terpaksa dirawat waktu itu karena keguguran, kami hanya menerka, tolong kamu jangan langsung percaya, ya!” bujuk Raja semakin panik.Alisya terdiam, kepalanya mendadak pening. Kedua tangannya memijit di kening. Pandangannya mulai berkunang-kunang.“Sya, kamu baik-baik saja, kan?” Raja mendekatinya. Mencoba meraih dan menggenggam tangannya. Berharap Alisya tidak kenapa-napa.“Permisi! Mbak Alisya, apakah urusannya sudah selesai?” Seorang pria berseragam tiba-tiba menerobos masuk. “Pak Damar?” Raja meno
Bab 152. Perhatian Damar Pada Alisya“Sudah, tak apa-apa!” Damar menggenggam tangan Alisya, lalu menurunkan dari bahunya. Dengan tetap menggenggam, dia membawa tangan Alisya ke pangkuannya. “Sudahi tangisnya!” ucapnya lembut, lalu kembali menyeka pipi wanita itu dengan ujung jemarinya.“Em, terima kasih banyak!” jawab Alisya pelan. Tangis tersendatnya terhenti sudah. Sentyhan jemari Damar mampu ciptakan damai di hatinya. Tatapan lembut penuh perhatian mata tegas Damar mampu meniup sedu di relung jiwa. Alisya merasa tak sendirian. Alisya merasa ada yang menopang.“Mbak merasa lebih baik sekarang? Bagaimana kalau kita turun, minum yang hangat –hangat sepertinya bagus buat kesehatan Mbak?” Damar menawarkan.“Emm, boleh.”“Baik, saya duluan turun, biar saya bukakan pintunya buat Mbak.”“Saya bisa turun sendiri, Pak Damar.”“Jangan, Mbka Alisya masih lemah. Saya khawatir Mbak tiba-tiba pusing lalu jatuh. Tunggu, ya!” Baru saja Dapar hendak membuka pintu mobil di sebelahnya, ponselnya ti