Flashback on....
Setelah hampir dua pekan di London. Kerinduan Zain untuk sang kekasih sudah tak bisa lagi dibendung. Tanpa berpamit lagi, karena merasa seluruh tugasnya di sana sudah selesai. Maka siang itu juga Zain melakukan penerbangan dengan jet pribadinya, kembali ke tanah air. Orang pertama yang ingin dilihatnya adalah wajah sang kekasih.
"Honey, aku kembali," batin Zain, tersenyum sendiri seraya menatap layar ponselnya yang terpampang wajah dirinya dan Kinanti saat foto bersama di pulau 'Kaledupa.
"Pastikan kita tiba di sana malam hari. Aku ingin memberi kejutan kepada kekasihku."
Perintah Zain kepada Co-pilot yang sedang membawa jet pribadi miliknya.
"Pasti Nona Kinanti akan senang sekali, Tuan," sahut Co-pilot yang tengah fokus dengan pandangannya ke depan.
"Entah, sengaja dua pekan ini aku tidak memberinya kabar, bahkan kepulangan ku ini."
Lama keduanya berbincang di atas ketinggian awan. Dan setelah menem
Setelah berhasil membuat kedua pria yang telah berani membawa Kinanti pergi dari tempatnya bekerja. Kini, Zain menghampiri mobil Danil. Di mana Kinanti tergolek lemah di sana. Akibat obat bius yang diberikan oleh Danil."Honey, bangun, Honey!"Zain terlihat cemas dengan keadaan sang kekasih, malam itu. Berkali-kali iaenepik pipi Kinanti. Berharap segera sadar. Sementara Alex juga menghampiri majikannya, seusai menggebuki Mikal."Apa sebaiknya kita bawa Nona ke rumah sakit, Tua" tanya Alex yang terlihat khawatir."Tidak usah, cepat nyalakan mobil. Aku akan membawanya pulang. Biar aku yang merawat nya."Balas Zain, seraya membopong tubuh kekasihnya menuju mobil yang sudah dinyalakan oleh Alex. Dan Zain menidurkan tubuh Kinanti di jok belakang, tepat di sampingnya, ia duduk.Alex mengemudikan mobil sport warna biru itu menuju mansion sang Chairman. Jalanan malam itu mulai diguyur oleh rintik gerimis yang membasahi bu
Sesampainya di dalam kamar, Zain meminta kepada pelayan untuk membawakan makan malam. Sambil menunggu makan malam yang dipesannya datang, Zain terus menatap dan mengusap wajah Kinanti dengan perasaan sedih. "Aku harus membuat perhitungan dengan mereka. Tidak akan kubiarkan mereka tertawa dengan bebas, Honey. Itu janjiku." Batin Zain yang masih dengan setia duduk di samping Kinanti. Tangan Zain kini beralih menggenggam tangan kekasihnya yang masih terbaring tersebut. Dan tak lama kemudian si pemilik tangan itu pun mulai tersadar. Perlahan Kinanti mulai membuka mata, mengedarkan pandangan pada langit-langit kamar dan dinding bercat abu-abu. Kini pandangannya beralih pada sosok pria yang duduk di sampingnya. "Sayang!" Ujar Kinanti lirih, tangannya memegang pergelangan tangan Zain. Seketika membuat wajah Zain berubah gembira. "Honey!" Kini Zain menghadiahi kening wanita yang baru tersadar dari pingsannya karena pengaruh obat dengan k
Tubuh Alan masih terlihat gemetar, bahkan wajahnya kini berubah pias. Keringat dingin juga mulai bercucuran. Berkali-kali pria ini mengambil tisu yang ada di atas mejanya untuk mengusap wajahnya yang penuh dengan keringat.Sembari mendengarkan cibiran-cibiran pedas dari pria di depannya. Alan berusaha menghidupkan layar komputer yang ada di atas mejanya. Kemudian mulai menyambungkan dengan saluran dari kamera CCTV. Dengan seksama Alan melihat semua kejadian beberapa waktu lalu yang terjadi di klub. Saat ia tidak ada.Sungguh kaget yang tak bisa diungkap lagi bagi Alan saat itu. Kedua netranya menyaksikan bagaimana detik-detik kedatangan kedua pria yang akhir-akhir ini berusaha mencari masalah dengan kekasih CEO Zain tersebut. Dimana salah satunya tampak sedang membekap mulut Kinanti dengan sebuah sapu tangan yang sepertinya sudah diberi cairan obat bius. Karena terlihat jelas Kinanti saat itu langsung pingsan dalam pelukan Danil."Apa? Tuan Danil?"
Pagi itu Zain terlebih dulu bangun sebelum sang kekasih terjaga. Pria ini menemui pelayan rumahnya yang kebetulan sudah berjibaku di dapur."Eh, Tuan muda, selamat pagi, Tuan!"Sapa seorang wanita paruh baya yang tengah memotong sayuran sembari menoleh ke arah Zain yang berdiri di depan pintu dapur."Tolong Bibi jaga Kinanti, selama Saya pergi nanti. Layani semua kebutuhan dia, jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah apa pun. Jika Mama memaksa dia melakukan pekerjaan rumah, tolong Bibi segera hubungi Saya."Titah tuan muda putra sang Chairman tersebut. Yang dibalas anggukan dan jawaban iya oleh sang pelayan. Kemudian Zain pun kembali ke kamar. Tanpa sengaja Retno yang hendak keluar dari kamar melihatnya, kemudian masuk kembali sembari mengintip dari balik pintu."Sedang apa Zain pagi-pagi pergi ke dapur. Pasti gara-gara wanita malam itu, sehingga dia harus melayaninya. Dasar, wanita murahan, mau sampai kapan dia menjadikan putra ku bonekanya!"
Di dalam kamar yang bercat nuansa abu, sepasang kekasih tengah menikmati sarapan pagi bersama dengan begitu bahagia. Yang sesekali diiringi oleh canda tawa serta kekehan manja dari bibir Kinanti. Bahkan suara tawanya terdengar hingga kamar Retno yang ada di lantai bawah. Dan hal itu semakin membuat istri dari sang Chairman tersulut emosi nya hingga meletup-letup. Seolah ingin menendang Kinanti sejauh mungkin dari kediamannya saat itu juga."Puaskan saja tawamu wanita malam kampungan, aku akan membuatmu menyesal telah berani mencintai putraku." Gerutu Retno dengan wajah yang kian dipenuhi oleh amarah yang sudah membuncah, karena kesal."Honey, aku pergi dulu ya! Baik-baik dan ingat, patuh, jangan keluar kamar. Jika butuh sesuatu telepon saja Bibi dari telepon itu." Ujar Zain sebelum berangkat bekerja, sembari tangannya menunjuk pada telepon yang ada di atas laci kamarnya.Kinanti mengantar kepergian Zain sampai di depan pintu kamar. Dengan santainya tanpa menghir
Pagi itu Retno berhasil menyiksa Kinanti. Memberinya segudang pekerjaan yang lebih dari yang biasa sang pelayan kerjakan. Bahkan setiap apa yang dikerjakan oleh Kinanti seolah selalu salah di mata Retno. Dan menyuruhnya untuk terus mengulang pekerjaan tersebut. Bahkan pelayan yang sudah diwanti-wanti oleh Zain, tidak berani berkutik untuk melakukan pembelaan."Apa ini, masih kotor begini. Cepat cuci lagi pakai tangan kamu, jangan pakai mesin cuci. Itu baju mahal, seumur hidup kamu bekerja tidak akan mampu untuk membelinya!" Cibir Retno terus mencari kesalahan gadis tersebut. Yang terlihat sudah kelelahan, dan berkali-kali mengusap keringat yang mengucur di keningnya."Iya, baik, Nyonya. Akan Saya cuci kembali!" Sahut Kinanti lirih, mengulang mencuci lagi. Dan tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Gadis itu masih berkutat pada tumpukan baju yang harus ia cuci secara manual."Maaf kan Bibi, Non, tidak bisa membantu," bisik sang pelayan yang men
Siang yang sangat terik, di tengah keramaian yang sudah bukan hal asing lagi, mobil yang dikendarai Alex tiba di perusahaan Mikal."Selamat siang, Nona. Bisa kah saya menemui Tuan Mikal?"Alex yang baru memasuki perusahaan Mikal, bertanya kepada salah satu resepsionis yang berjaga di sana."Maaf, apa Tuan sudah ada janji dengan beliau? Sebab menurut Tuan Mikal, siapa pun yang ingin bertemu dengan beliau, harus terlebih dulu buat janji, Tuan." Tukas sang resepsionis dengan sopan kepada Alex.Mendengar ucapan resepsionis di depannya, telinga Alex mendadak gatal. Ingin rasanya ia menerobos masuk ke dalam, dan menghajar pria tersebut hingga babak belur. Terlalu bertele-tele, batinnya."Oh, kalau begitu tolong Anda sampaikan. Utusan Tuan Zain Abraham sedang menunggunya!"Sang resepsionis pun mengangguk seraya menekan papan tombol pada telepon di hadapannya. Menghubungi ruangan sekertaris Mikal."Halo, Mb
Seusai membersihkan seluruh Mansion, kini tugas yang diberikan Retno kepadanya, berganti dengan menyetrika semua baju yang tadi dicucinya. Bahkan Retno pun tak berpikir jika sang putra akan pulang lebih awal dari biasanya. Zain yang baru saja tiba di rumah, kaget melihat sang kekasih yang terlihat kuyu dan lusuh ditambah dengan pekerjaan yang dilakukan nya."Honey!"Teriak Zain saat mendapati Kinanti yang sedang sibuk menyetrika, setelah dari kamarnya mencari gadis pujannya tersebut tidak ada di kamar.Seketika Kinanti pun kaget dengan kehadiran sang kekasih yang tiba-tiba muncul mengagetkannya."Sayang, kamu sudah pulang?"Tanya gadis yang terlihat lusuh kepada kekasihnya, mencoba mengalihkan pertanyaan sang kekasih.Dengan penuh amarah, Zain melempar setrika yang ada di tangan Kinanti, ke lantai. Dan suara bantingannya terdengar hingga ke ruang kamar Retno. Semua tumpukan baju-baju pun di tabur oleh Zain ke lantai, hingga