"Apa maksudmu? Ini kantor suamiku, kamu tidak sadar?" Elisa membalas tajam tatapan perempuan itu.
"Hahaha suami...? Suami ya?" nadanya seperti mengejek, memang suami 'kan? Apa salah?.
Elisa bergeming, apa maksudnya?
"Jadi Anda belum sadar juga?" Alina mendekat, lalu melirik ke arah kue ulang tahun yang Elisa bawa.
"Bahkan Anda tidak tau ya, kalau Roy tidak menyukai coklat. Ck, ck istri macam apa Anda ini?" Alina semakin mengejek saat melihat kue yang Elisa bawa justru coklat, rasa yang paling tidak Roy sukai. Jelas saja ia tau karena Alina lebih dulu mengenal Roy cukup lama.
"Kak Roy tidak suka coklat?" Elisa menatap ke arah kue di tangannya, kenapa aku tidak tau....
Wajahnya sudah memerah, antara kesal dan malu bercampur jadi satu.
"Kenapa? Kaget...?" Alina menggeleng tak percaya, merasa menang satu langkah dari wanita itu.
"Jangan bohong kamu...?" tentu saja Elisa tak percaya, ia yakin perempuan di depannya ini pasti hanya in
"Kau...?"Astaga, kenapa dunia ini sempit sekali..."Kau mau mati ya!" Wajahnya berubah garang, saat mengetahui siapa korban yang akan ia tabrak tadi."Kamu...?" Elisa tak kalah terkejut, mengetahui bahwa Alex lah pemilik mobil itu. Laki-laki yang selalu berwajah masam dan berucap ketus setiap kali bertemu dengannya.Mungkin menyesal, harusnya tadi dia langsung pergi. Toh, tidak terjadi apa-apa."Maaf Tuan, Anda mau bawa Nona Elisa kemana?" Pak Kasim panik saat melihat majikannya di seret oleh laki-laki asing itu, padahal Alex hanya ingin memberinya pelajaran sedikit agar wanita itu lebih hati-hati."Bapak pulang saja, biar nanti saya yang mengantar Elisa," ucap Alex sembari terus menarik tangan Elisa untuk mengikutinya."Tapi, Tuan..?" Merasa tidak yakin karena memang belum mengenal siapa laki-laki itu. Bagaimana kalau dia orang jahat? Pikirnya."Pak Kasim pulang aja. El nggak apa-apa," ucap Elisa sembari mengikuti langkah kak
"Perempuan? Siapa...?""Apa kau benar-benar tidak tau?"Elisa langsung bungkam, menerka siapa kira-kira pelakunya. Yang ia tau hanya satu perempuan yang belakangan selalu menjadi saingannya.Tapi, apa mungkin dia akan seberani itu?"Maksudmu, Alina? Tapi, dia...?""Terserah! Percaya atau tidak, itu urusanmu." Potong Alex cepat, lelaki berwajah serius itu lalu melajukan mobilnya, meninggalkan area taman yang semakin ramai pengunjung.*****Sedangkan di kantor, Roy begitu heran saat keluar dari ruangannya sendiri. Pas di depan pintu, banyak sekali bekas ceceran kue yang sedang di bersihkam oleh salah satu pegawai kebersihan. Alina terlihat berkacak pinggang sambil terus meneriakinya agar cepat selesai."Cepat! Membersihkan seperti ini saja kenapa lama sekali?" Perempuan itu sudah seperti penguasa, tak jarang jika banyak pegawai yang tidak suka semenjak kehadiran Alina di kantor.Sementara OB itu hanya m
Malam pesta telah tiba.Elisa sudah bersiap dengan penampilannya di depan cermin. Memeriksanya sekali lagi, lalu menarik sudut bibirnya saat melihat wajahnya yang cantik dan anggun.Airin puas dengan hasil karyanya kali ini. Meski ia sedikit bar-bar, tapi kemampuannya untuk merias tak kalah hebat dari Elisa yang setiap harinya selalu tampil feminim. Kedua wanita itu berjalan beriringan menuju mobil yang akan membawa mereka ke tempat pesta.Dalam perjalan Elisa terus menggerutu, pasalnya Roy tidak datang untuk menjemputnya di rumah, melainkan menyuruh Pak Kasim yang mengantarnya ke tempat pesta itu. Lelaki macam apa, yang tega membiarkan istrinya berangkat sendiri?Meski kesal, Elisa tetap memaksakan diri untuk datang. Dia tidak ingin memberikan kesempatan pada perempuan itu untuk lebih dekat dengan suaminya, apalagi kemarin Alina sudah terang-terangan mengatakan kalau dirinya akan membuat rumah tangganya hancur.Ballroom hotel tempat
Prangg!Prangg!Prangg!Alina melempar apapun yang ada di kamarnya hingga hancur berantakan. Sekali lagi, ia meraih high hells yang ia pakai lalu melemparkannya ke arah cermin.Pranggg!Seketika cermin itu hancur berkeping-keping."Keterlaluan kamu, Roy! Keterlaluan!" Ia kembali menghancurkan semua benda yang berada di atas meja rias, hingga tak tersisa satupun."Wanita sialan! Breng***!"Alina terus memaki, meluapkan emosinya yang sudah meledak. Hingga tanpa sadar, make up yang ia kenakan juga berantakan."Aku membencimu!" teriakannya memenuhi langit-langit kamar."Huhhh..huhhh." Napasnya kian memburu diiringi isak tangis yang selanjutnya terdengar.Sekarang ia tengah hancur, sangat hancur. Merasa kalah dari Elisa. Padahal ia sudah menyusun rencana ini sangat matang.Tapi, ia gagal. Bahkan Roy kini kembali dekat dengan istrinya.Apanya yang salah? Dasar aneh..."Aku akan menghancurkanmu!" maki
Mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan halaman luas Keluarga Andreas. Roy melirik ke samping, melihat Elisa yang tengah terlelap di sebelahnya. Sejak perjalanan tadi, keduanya sama sekali tidak berbicara sedikitpun. Roy hanya fokus mengemudi, sedangkan Elisa bingung, harus memulai percakapan dari mana. Akhirnya mereka sama-sama bungkam dengan perasaannya masing-masing, hingga Elisa terlelap tanpa sadar.Mau sampai kapan dia tertidur...Melirik sekali lagi, pandangan Roy berhenti pada benda kenyal berwarna merah muda. Laki-laki itu menelan salivanya gugup, entah kenapa tiba-tiba pikirannya melayang, membayangkan....? Ah, tidak! Dia harus menepis semua pikiran buruk itu. Bagimanapun wanita yang tengah terlelap di sampingnya kini telah membangun tembok pembatas yang amat tinggi. Roy tidak ingin kecewa untuk yang kesekian kalinya. Lagi-lagi dia harus sadar diri, seperti apa pernikahannya selama ini."El, bangun." Roy menggucang tubuh Elisa pelan, selanju
Roy melajukan mobilnya dengan perasaan yang teramat kesal. Dalam perjalanan pulang, lelaki itu berulang kali mengumpat dan memukul setir kemudinya sendiri setelah gagal mencium Elisa, karena Pak Kasim yang tiba-tiba datang dan mengetuk kaca mobil."Maaf, Tuan_....?" Pak Kasim merasa tidak enak telah mengganggu momen romantis kedua majikannya. Tapi, pria paruh baya itu hanya ingin menyampaikan bahwa perempuan yang tadi dia antarkan sudah sampai di tempat tujuan dengan selamat. Sadar melihat kedua tuannya hanya diam, Pak Kasim buru-buru pamit untuk segera pergi."Kak, aku masuk dulu." Setelahnya, Elisa langsung membuka pintu mobil, wanita itu berlalu begitu saja menuju pintu utama.Roy hanya bisa memandang punggung Elisa yang perlahan menjauh dan menghilang di balik pintu.Tiba di parkiran apartemen, Roy memarkir mobilnya di tempat biasa. Lelaki itu berjalam gontai memasuki pintu kamar yang ada di lantai delapan, te
Airin sama sekali tak menghiraukan ucapa Nana. Gadis itu memilih bergegas menuju kamar yang terletak di belakang cafe dan mengambil tas hitam yang tergeletak di atas meja. Kamar berukuran tiga kali dua meter, dengan cat berwarna putih pudar menjadi tempat persembunyiannya selama ini. Meski sempit, tapi itu lebih baik menurut Airin, daripada dia harus kembali ke rumah dan menerima perjodohan dari kedua orang tuanya."Airin...!" teriakan Nana membuat gadis itu berhenti sejenak, menaham pintu taksi yang sudah sempat dia buka, lalu mencari ke arah sumber suara."Beneran? Kamu mau pulang sekarang?" Nana merasa tidak enak karena sudah membuat gadis itu harus terburu-buru meninggalkan cafe miliknya.Airin hanya mengangguk. Dengan wajah yang terlihat di tekuk, gadis itu meminta pada sang supir untuk segera melajukan mobilnya.Nana hanya diam sembari terus menatap kepergian Airin hingga di telan gelapnya malam. Sebenarnya, dia sama sekali tidak keberatan Airin bek
Tidak! Ini pasti hanya kebetulan. Lagian nama seperti dia 'kan banyak. Airin menggeleng, meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa apa yang tengah di pikirkan hanyalah sebuah kebetulan. Gadis itu bangkit, lantas berjalan menuju lantai atas.Pada akhirnya Airin harus menerima perjodohan dari kedua orang tuanya. Namun, sebelum memutuskan untuk kembali ke rumah, gadis itu sempat meminta pada sang Ayah agar mengijinkannya bekerja di cafe sampai akhir bulan. Selain ingin berterima kasih pada Nana karena sudah memberinya pekerjaan dan tempat tinggal, Airin juga merasa tidak enak jika harus meninggalkan tanggung jawabnya begitu saja.Pak Bagas menyetujui. Tapi dengan syarat, Airin tidak boleh lagi kabur atau berbuat hal yang macam-macam. Jika itu terjadi, maka cafe Nana yang akan menerima akibatnya. Bukan tanpa alasan ayah Airin sampai mengancam, pria paruh baya itu terlalu takut jika anak gadis satu-satunya benar-benar pergi dan mengambil jalan yang salah."Oke. Mul