"Nggak, nggak bisa. Gue tahu muka lu itu, hampir nggak pernah jerawatan. Fix, sih. Butuh healing ini."Aku memutar kursi, lalu menatapnya dengan kenyitan dahi. "Apa hubungannya healing sam jerawat?""Oh, c'mon Alara. Jerawat juga bisa timbul karena stres. Saat diri dilanda stres, tubuh akan menghasilkan lebih banyak endrogen yang juga merangsang klenjar minyak dan kantong rambut di kulit. Akubatnya, jerawat pun muncul. Jadi, intinya lu butuh refreshing, hiburan, beibeh.""Dih, gaya ngomong lo jadi mi_" "Sudah selesai semuanya?" Deg!Apa-apaan ini? Sejak kapan Arga pulang? Dan bagaimana dia bisa tak terkejut dengan Kehadiran Roy di sini? "Roy!" Aku menatap tajam lelaki berambut pirang yang berdiri dihadapan."Sorry, gue nggak bisa nolak saat si ganteng tiba-tiba ngirim tiket, terus minta gue buat temenin lu liburan ke pulau penawar rindu."Aku menghela napas panjang. Sudah kuduga ada yang tak beres dengan kedatangannya secara tiba-tiba.Namun, idenya tak buruk juga. Sepertinya ak
Setelah kembali ke tempat penginapan aku dan Arga, Nila dan Roy. Kemudian melanjutkan untuk pergi ke pantai karena tujuan kita semua liburan untuk mencari suasana yang nyaman. Ku lihat Arga nampaknya bahagia, apalagi ketika dia selalu menggandeng tanganku disepanjang jalan, dengan rasa khawatirnya mungkin tidak ingin aku kenapa-kenapa."Udah siap?" Tanyanya di ambang pintu."Udah," jawabku rendah."Ayo," ajaknya dengan meyodorkan sebelah tangannya.Aku menatapnya sejenak. Aku mulai berpikir apakah semua ini akan terus seperti ini aoakah ini akan menjadi kenangan terakie bagiku dengannya."Kenapa malah bengon!" Sahutnya membuatku sedikit kaget."Oh, iya, maap. Tapi aku bisa jalan sendiri kok." Ujarku sembari berdiri dari tempat dudukku."Aku tidak ingin kamu merasa cape, apalagi sampai kamu sakit, karena saat ini aku harus bisa menjaga dua orang sekaligus, yaitu kamu dan bayi yang ada di kandunganmu." Ucapnya sembari mengusap perutku lembut."Dua! Bukannya tiga yah?" Cetusku membuat A
"Iya, aku sendiri aja di rumah. Lagian aku sudah bisa bangun sdikit demi sedikit juga, kok."Nggak, aku tidak akan membiarkan kamu seorang diri. Aku udah chat Mama suruh ke sini. Sebentar lagi pasti datang." Katanya.Tak lama kemudian Mama pun datang dengan kehenoannya dan bener saja Mama selalu membawakan makanan kesukaan aku. "Berangkat saja Arga, lagian Mama udah datang sekarang." Ucap Riska di ambang pintu.Arga dan Alara menoleh ke arah Bu Riska."Mama!" Sontak keduanya menoleh."Tuh, mama datang, kan? Aku pamit yah? Besok aku pasti libur lago kok?l." Pamit Arga kemudian keluar dari kamarnya.Aku yakin Arga sudah merasa nyaman bersama Alara. Karena seiring berjalannya waktu bersama mereka pasti saling menaruh hati."Kamu kenapa?" Tanya Bu Riska."Oh, iya, Mah. Aku tidak apa-apa," lamunanku terlonjak saat Mama memanggilku."Udah, jangan berpikir negatif. Kamu fokus dengan kesehatan kamu ini, Wanita murahan itu akn segera pergi dari hidup Arga dengan waktu yang sebentar lagi." Usi
Pagi ini kami semua bersiap duduk semua di depan meja makan. Semua hidangan telah tertata rapi oleh Nila, aku yang tengah duduk bersampingan dengan Roy. Sementara Naya duduk di kursi berhadapan dengan Aku, dan Arga duduk berada di tengah Aku dan Naya. Pandangan Naya sedikit berbeda ketika melihatku dusuk di samping Arga. Aku merasa tidak enak karena aku mengerti dengan perasaannya, walau bagaimana pun perasaan wanita akan sama ketika posisinya seperti ini. Aku mencoba menghangatkan suasana agar tidak terlihat tegang dan sunyi."Nil, kamu tumben masak ikan? Biasanya juga selama aku di sini kamu tidak pernah masak ikan?"tuturku bertanya."Oh, iya Mbak. Aku masak ikan buat Nyonya Naya." Jawabnya cepat.Aku hanya melirik ke arah Naya yang saat itu Naya sedang mengoles seleinke dalam roti."Memangnya kamu belum pernah makan enak di sini?" Tanyanya."Oh, tidak, aku sering makan enak dan makanan enak ku itu good food. Karen aku tidak suka masak makanya aku lebih suka makanan instan." Uaca
Mendengar itu, sontak aku meletakkan pisau dan menghentikan irisan tempe diatas talenan."Bukannya kalian lebih paham? Pertanyaan kayak gini harusnya nggak perlu diperdebatkan." Jawabku"Aku cuma mau tanya alasannya, Ala." Naya terkekeh."Aku pernah bilang hal ini sebelumnya sama Arga. " Kupejamkan mata sejenak. "Nggak pernah ada dua ratu dalam satu istana, Naya. Walaupun setatus kita sama tapi posisi aku dan kamu berbeda. Menempatkan kita berdua dalam satu atap yang sama cuma bakal menciptakan lebih banyak luka dan perselisihan. Ngerti, kan sekarang? Ngerti, dong masa nggak ngerti?!" Naya terdiam dengan waktu yang cukup lama.Beberapa saat kemudian tiba-tiba dia mengatakan sesuatu yang cukup mengejutkan."Kalau begitu bisa tolong batasi dirimu dengam mas Arga? Karena aku mulai merasa ada yang berat sebelah di sini." Cetusnya tiba-tiba.Kuhela napas dalam dan menghembuskannya dengan kasar."Selama ini aku udah coba membatasi diri, Naya. Setelah memenuhi apa yang kamu inginkan selam
Dengan berbagai resep obat dan terapi yang diberikan, aku bisa cepat pulih. Dan tak lagi bergantung pada kursi roda untuk menopang tubuh.Berbagai kegiatan sudah kulakukan sendiri seperti naik turunun tangga dan ke kamar mandi. Bahkan sholat pun aku sudah bisa berdiri.Malam ini, selepas sholat isya berjamaah aku langsung melipat mukena, dan mengganti pakain dengan gaun tidur merah berbahan satin. Kusolek diri di depan meja rias dengan membubuhkan sedikit lipstik warna bibir dan parfum di sekitar tengkuk dan lengan.Tampak dari balik cermin, bang Arga sudah duduk bersandar memainkan ponsel. Entah kenapa kuperhatikan akhir-akhir ini dia memang lwbih sering bergulat benda pipih itu, daripada menghabiskan waktu ngobrol denganku."Ekhmmm." Sedikit dehaman kukeluarkan sebelum naik ke atas ranjang. Kemudian beringsut mendekat, dan menyandarkan kepala di dadanya yang bidang.Bang Arga akhirnya meletakan ponselnya di nakas. Bisa kurasakan dia mengelus kepalaku dan mengecupnya pelan.Cukup l
Tiap hari selama tiga minggu kerjaan lu cuma begini?" Roy bertanya sesaat setelah aku menyodorkan piring berisi nasi dengan lauk sayur asam, ikn asin, sambal. Dan tempe goreng."Emangnya apalagi yang bisa dilakuin orang bunting? Benerin genteng? Ngaduk semen? Atau manggul bata?" Jawabku sekenanya sembari meraih remot dan menyalakan televisi di ruang tamu yang kecil ini. "Emangnya salah kalau gue suka cuma beberesih, msak, sama nonton series?"Roy mendengkus "Ya, nggak gitu juga, Zubaedah."Lu, kan bisa main-main ke tetangga, ngerumpi sambil ngemil kuwaci. Atau bisa juga daptar aerobik di Gor tiap seminggu sekali, " usulnya sesekali sambil menyuap nasi."Nggak tertarik. Menurut gue gabung circle mak-emak kompleks bukannya nambah temen, malah nambah musuh. Belum lagi ngomongin orang tiap hari." Bikin keki ""Dih, emang agak laen cewek yang satu ini." Royengeritingkan bibirnya. Ekspresi yang khas sekali bila dia sudah mulai nyinyir . " Padahal shopping atau jalan-jalan, ke sesekali. Ny
"Biar sama sama saya aja, Bu!" Kusentuh bahu Bu Nita yang tampak begitu terkejut sekaligus bingung, tapi di satu sisi akhirnya dia menyingkir.Aku memilih duduk di samping tubuh Nana yang masih tantrum di lantai puskesmas, karena memang tak memungkinkan untuk berjongkok dengan kondisi yang seperti ini."Nana sayang...." Kuraih sebelah tangannya yang terkepal.Anak itu menoleh, tangisnya seketika terhenti masih menyisakan isakan yang menyesakkan dada."Mama.... Mata bocah itu terbuka, dia seka air mata yang menghalangi jarak pandangnya. "Mamaaa...." Nana terpekik lalu kembali menangis sembari memelukku. Tak ada yang bisa kulakukan selain mengusap kepala dan rambut yang basah oleh keringat dan air mata. Panas terasa saat kulit kami bersentuhan. Seperti anak ini demam tinggi. Wajahnya juga pucat sekali dengan bibir yang sangat kering. "Periksa dulu, yuk! Nanti kita ngobrol lagi." Dia mengangguk, lalu menurut saat kupinta bangkit. Tangannya masih melingkar di pinggang walaupun sedik