"Aku memaafkanmu!" Ucapku pelan dengan air mata yang terus mengalir di pipiku."Terimakasih, sayang." Dia memelukku kembali. "Ibu janji mulai dari sekarang Inu akan selalu menjaga kamu, dan selalu merawatmu di sisa-sisa hidup Ibu, Nak." Lanjutnya sumringah."Tapi Aku tidak ingin merepotkan, hidupku sejak dulu suduah diajarkan dengan kemandirian. Aku tidak harus berkumpul dengan siapapun, bahkan ketika aku sudah menikah aku sudah terbiasa sendiri tanpa suami di sisiku." Uajarku."Izin untuk sekarang Ibu di sini menemani kamu, Ibu tahu mungkin kamu belum bisa sepenuhnya menerima kehadiran Ibu dalam hidup kamu. Tapi seiring berjalannya waktu Ibu yakin kamu bisa menerima Inu, karena Ibu tahu kamu orang baik, Nak." Katanya seraya mengusap kepalaku. Aku seorang wanita yang bisa di bilang kuat, tapi kali ini aku merasa lemah, karena aku tak percaya bahwa yang da di hadapanku adalah orang yang telah berjuang melahirkanku, namun, tidak merawatku. Jika harus benci mungkin akan benci, tapi t
"Tante sedih lihat kamu yang selalu menderita, tante ingin segera melihat kamu bahagia, kamu orang baik tapi kenapa kamu selalu di sakiti." Tangisnya pecah sembari membelai rambutku yang terurai."Sudahlah, Tan. Aku kuat, dan aku bisa lewati semua masalahku, doakan saja aku agar aku selalu sabar dari setiap cobaan yang datang." Aku menatap wajah wanita yang ku anggap Ibu angkatku itu."Woy! Lebay amat, pake nangis-nangis segala. Mending masuk dulu ke dalam, nanti orang liat di kiranya ada apa-apa." Seru Roy. "Iya-iya. Dasar lo emang raja komen." Aku menyeringai Roy.Aku dan Tante Alesha pun, masuk ke dalam rumah. Suasana rumah nampak segar sama seperti dulu waktu aku masih bersama Tante Alesha. Roy memang telaten mengurus rumah dia sangat apik dan semua barang-barang selalu tertata rapi."Kamu mau minum apa?" Tanya Tante Alesha."Udah, Tan. Nggak usah repot-repot aku bukan tamu di sini, kalau aku mau minum aku ambil aja." Jawaku seraya duduk di sofa."Yaudah, kalau mau apa-apa ambil
"Iya, aku datang ke sini, mau menjemputmu!" Katanya seraya memelukku erat."Menjemputku!" Aku melepaskan pelukannya. "Iya, aku khawatir dengan keadaan kamu, apalagi tinggal sendiri di kosan ini." Ujarnya kekeh. Aku merasa ada yang aneh, kenapa tiba-tiba Arga menjemputku untuk mengajakku ikut dengannya. Lalu bagaimana dengan Naya."Aku ikut dengan kamu oke-oke aja, tapi bagaimana dengan Naya? Aku tidak ingin selalu di salahkan dengan keadaan diantara kita bertiga. Dan aku pernah bilang bahwa tidak mungkin ada dua ratu dalam satu instana. Arga terdiam sejenak, mungkin dia memikirkan apa yang aku katakan, sesekali dia mengusap wajahnya, yang nampak gelisah. "Sebaiknya kita ngobrol di dalam aku tidak enak di lihat orang." Ajakku menuntunnya masuk ke dalam rumah."Duduklah, aku ambilkan kamu minum, sekalian aku mau ganti pakaianku dulu." Ucapku ketika sudah berada di dalam rumah dan mempersilhkannya duduk di sofa. "Aku kangen kamu!" Tangannya menarik tubuhku hingga aku berada diatas
"Aku tak ingin jauh lagi dari kamu. Tolonglah ikuti aku, kamu adalah istriku seharuanya kita tinggak bersama, aku khawatir jika kamu tinggal sendiri." Ujarnya serius."Ga, kamu tahu, kan. Posisi aku adalah istri kedua, tak sewajarnya aku tinggal bersama kalian! Aku tetao harus jaga perasaan Naya. Walau bagaimanapun pasti rasanya sakit, dan seharusnya hubungan kita tidak berlanjut lagi." Lirihku jelas. Arga sesekalia mengusap wajahnya gusar, aku tahu dia tidak ingin kehilangan aku, begitupun kehilangan Naya. Tapi tidak mungkin juga posisiku terus berada diantara mereka, jika Arga berat untuk memilih mungkin aku atau Naya harus ada yang mengalah. "Untuk sekarang saja, kamu ikut dengan aku, kita jelasakan pada Naya jija memang kita tidak bisa berpisah. Aku tidak ingin cerai dengan kamu, karena aku mencintau kamu." Ucapnya dengan tatapan penuh harapa."Iya, aku gampang ikut dengan kamu, tapi bagaimana dengan Naya, apakaj dia bisa menerima kehadiranku lagi! Jelas-jelas kemarin saja aku
Saat kami di perjalanan pulang, Arga memoerhatikanku terus, mungkin karena tingkahku yang berbeda. Sialan laki-laki tadi membuat aku merasa tak nyaman, jika saja dia tidak muncul mungkin aku dan Arga masih di sana."Sebenarnya kamu kenapa?" Tanyanya penasaran."Aku_aku tidak apa-apa, cuman aku merasa pusing aja," jawabku mengelak."Yaudah kita mampir di tempat makan dulu, yah." Ajaknya."Yaudah, terserah kamu."Kami pun berhenti di salah satu tempat makan. Dan ketika aku dan Arga sedang makan tiba aku dikejutkan Bu Anita yang kebetulan dia berada di sana juga sedang membeli makanan."Kamu mau makan sama apa?" Tanya Arga. "Aku mau makan baso aja, kepalaku pusing mungkin kalau makan baso kayaknya enak." Jawabku, kebetulan di tempat makan itu tersedia berbagai jenis makanan dan jajanan. Bukan hanya nasi dan lauk pauk. "Mau aku beliin obat dulu, agar sakit kepala kamu sembuh." Sahutnya."Nggak usah, nantindi rumah aja kebetulan aku punya obat sakit kepala." Ucapku seraya mengaduk-aduk b
"Ga," aku mencoba berbicara pelan." "Iya." Jawabnya seraya memainkan benda ipihnya tersebut."Kamu nggak pulang dulu ke rumah Naya?" Tanyaku seraya duduk di dekatnya."Kenapa memangnya? Kamu nggak suka aku di sini terus?" Sahutnya."Bukan gitu, aku cuman nggak enak pada Naya, takutnya Naya berpikir aku yang larang kamu pulang ke rumahnya.Arga hanya menatapku dan entahlah apa yang dia pikirkan ku kira mungkin dia hanya memikirkan tentang apa yang aku tanyakan. "Iya, nanti aku akan pulang." Ucapnya cepat."Kok gitu jawabnya, kayak yang terpksa!" "Nggak aku biasa aja." Ketusnya."Bukan aku ngusir kamu, loh! Aku cuma nggak ingin Naya berpikir yang negatif tentang aku, kamu tahu sendiri, kan. Sekarang aja Naya sudah merasa kesal sama aku, mungkin dia juga benci sekarang sama aku." Lirihku. "Iya, aku tahu. Tapi aku ke sini juga izin sama Naya, dan dia izinkan aku, cuman mungkin dia merasa kesepian tanpa adanya aku. Setelah aku pulang pasti aku lama lagi ke sini, aku sebenarnya masih ka
Di lain tempat, Naya yang masih menunggu Arga pulang, dengan perasaan bercampur dalam hatinya. Dia sangat resah dengan pikiran yang tak tentu bahkan seakan dia sangat ingin menghampiri Arga ke tempat Alara. Namun dia pikirkan lagi tudak akan ada untung dan hasil meskipun ia datang ke sana, pada kenyataannya Arga akan tidak akan merubah pemikirannya."Bu," panggil Nila ketika Naya sedang melamun di depan rumahnya."Iya!" Lamunannya tersadar ketika Nila memanggilnya. "Alea sudah terlelap tidur di kamarnya, saya mau pergi ke pasar dulu, mau membeli sayuran." Izin Nila."Oh, iya. Nanti aku temani Alea, sekarang kamu pergi saja." Ucap Naya dengan suara pelan."Eh, tapi. Tumben kamu beli bahan makanan ke pasar? Bukankah di kulkas masih ada sisa bahan makanan!" Lanjutnya. "Memangnya Pak Arga nggak bilang kalau dia mau pulang hari ini?" Tanya Nila Naya hanya melongo melihat Nila ketika bilanh bahwa Arga mau pulang. Kenapa dia bilang sama Nila pada Naya nggak bilang kalau mau pulang hari in
Pandanganku tertuju sama Arga. Dia pun menatapku serupa, kata-kata Naya sangat menyinggungku, tapi aku mencoba untuk tak menimpalinya. Biarkan saja semaunya kata-kata apapun ia luapkan aku paham dan mengerti perasaannya."Nay! Nay!" Arga memanggilnya, namun, Naya tak menghiraukannya ia tetap berjalan cepat menuju kamarnya. "Sudah, Ga. Menurutku wajar saja Naya bersikap begitu, aku tak masalah dengan prilakunya, karena mungkin jika aku juga seperti Naya akan lebih dari itu." Ucapku mencoba menenangkan suasana. "Kemauannya apa, sih! Aku begini karena awalnya dia yang minta, terus salahku hanya mempertahankan kamu, tapi dia egois semua harus keinginannya saja yang di turuti tapi kemauanku ia tak setuju." Arga sedikit emosi hingga sebelah tangannya mengepal. "Wajar Naya bersikap demikian!" Suara seorang wanita menimpali kata-kata Arga."Ibu!" Aku menatap ke arah suara tersebut, ternyata Bu Riska yang memotong kalimat Arga tersebut. Bakal dapat cacian besar dari mulut Wanita separuh ba