"Brengsek! Sialan! Aku akan membunuh kalian semua! Aku akan membunuh kalian semua!"Suara gebrakan serta teriakan memenuhi ruangan. Alice membuang segala macam barang yang bisa dia lihat dan melemparnya ke semua arah. Wajahnya merah, air matanya mengalir. Dia sangat marah sampai tidak bisa membendungnya lagi. Meledak sampai tidak bisa lagi dia kendalikan. Tangannya meraih ponsel yang berada di dalam tas. Jemarinya menekan nomor Yohan dan menelfonnya. "Ya?" Jawab Yohan di seberang."Sial! Kau membuat aku di permalukan! Kenapa kau tidak bilang kalau mereka akan menikah?! Kenapa kau membuatku menjadi seorang pecundang?!" Teriaknya. "Tunggu. Apa maksudmu? Kau ini bicara apa?""Jangan berlagak tidak tahu apa-apa! Kau sengaja mengirimkan ku pada mereka agar aku bisa di permalukan, kan?! Dasar sial!" "Diam dan jawab pertanyaanku dengan tenang! Apa yang sebenarnya terjadi? Kau sudah bertemu dengan mereka?" "Aku mendatangi rumah ayahmu dengan niat ingin mendengar kabar mereka. Tapi secar
Mendapat sebuah peringatan dari Yohan tidak begitu saja membuat Jane percaya. Namun tidak pernah Jane lihat Yohan seserius itu sebelumnya. Kedua matanya tersirat kejujuran. Tidak ada kebohongan atau pembodohan atas dirinya.Jane yakin kalau Yohan bicara apa adanya. Hanya saja dia tidak mengaku bagaimana caranya dia mendapatkan informasi itu. Bisa saja ini drama, atau akting belaka? Ah tidak-tidak. Yohan sepertinya bicara jujur. Semua kalimat itu membingungkan Jane. Tapi tetap saja jatuhnya dia percaya dengan semua perkataan Yohan. Tidak ada salahnya lebih waspada pada Alice setelah Jane melihat bagaimana sikapnya kemarin.Pun, Dia bermaksud membicarakan soal semalam pada Regan. Karena mau tidak mau, pria itu lah yang bisa membantunya. Malam itu, tepatnya pukul tujuh malam, Jane mendatangi kamar Regan dengan membawa segelas susu dan setumpuk roti lapis yang baru saja dia buat. Ini adalah caranya untuk merayu prianya. Dia tak akan begitu saja mengatakan semuanya secara langsung. Karen
Besoknya...Pagi itu lebih sibuk dari biasanya. Bukan hanya karena pekerjaan, tapi karena ada berita bahagia yang akan Regan publish ke media soal rencana pernikahannya dengan Jane. Tuan Abraham yang notabenenya sangat mendukung dengan keputusan itu ikut semangat menyebarkan berita tentang pernikahan putra kesayangannya ke kolega serta semua keluarga besar Foster. Pun sejak menapakkan kakinya ke perusahaan, senyum Tuan Abraham tidak pernah luntur. Mau dengan siapa dia berpapasan, entah itu karyawan biasa ataupun staff kebersihan, Tuan Abraham akan tersenyum ramah padanya. "Kau lihat itu? Presiden Direktur tersenyum ke kita. Apa ini mimpi?" Bisik salah satu staff wanita yang tidak Sengaja berpapasan dengannya di pintu masuk. "Mungkin sesuatu yang bagus baru saja terjadi," jawab staff wanita satunya ikut tersenyum."Apa karena Direktur Utama kita akan menikah?" "Maksudmu Direktur Regan? Kau yakin? Jangan menyebarkan rumor lagi kalau kau tidak ingin di tendang dari MH Grup.""Apa ma
"Sial! Apa yang sudah dia lakukan?" Gumam Madam. "Jadi benar Jane sudah tak lagi bekerja di sini, Madam? Wah, jadi saat aku bertemu dengannya di pusat perbelanjaan itu, Dia sudah menjadi simpanan Direktur kaya raya?"Mendengar Rose bicara seperti itu, perhatian Madam teralihkan."Dimana kau bertemu dengannya?" "Di pusat perbelanjaan dekat perumahan mewah New York. Saat itu aku bertemu dengannya secara tidak sengaja. Tapi dia tidak bersama dengan pria yang ada di artikel itu. Pria yang bersamanya jauh lebih muda. Dan tentunya juga tampan."Madam melemparkan ponsel Rose dan dengan sigap Rose menangkapnya."Pergilah. Jangan ikut campur urusan Jane. Fokus saja pada pekerjaanmu." Madam masuk ke dalam ruangannya, lantas menutupnya dengan keras. Terlihat sekali kalau wanita itu sedang emosi. Tapi Rose tidak tahu dia emosi karena apa.Setelah mendapatkan kabar penting dari Rose, Madam segera mengambil ponselnya lantas menekan nomor yang ada di kartu nama yang pernah Regan beri. Namun berapa
"Aku ingin bertemu dengan Regan Foster. Apa dia ada di rumah?" Madam mengulangi ucapannya di depan interkom. Tapi pembantu yang ada di seberang tidak menjawab. Tapi kemudian tidak lama dari itu suara serak menjawabnya,"Siapa kau? Apa urusanmu datang kesini?" Tanyanya dan itu Yohan. "Apakah ini Tuan Regan?""Bukan. Aku kakaknya. Ada perlu apa kau datang ke sini mencari Regan?""Bisakah aku bertemu denganmu sebentar? Ada hal penting yang harus aku katakan pada Tuan Regan."Tidak ada balasan dari interkom yang ada di depannya. Namun tidak lama kemudian, pintu terbuka menampilkan wajah dingin Yohan yang menyambut Madam dengan tidak ramah."Siapa kau?" Tanya Yohan ketus. "Aku Madam. Aku dan Regan, kita saling mengenal."Yohan tidak menjawab, namun tatapannya meneliti Madam dari atas sampai bawah."Ada urusan apa kau mencari Regan?" "Bisakah aku bertemu dengannya dulu? Ini sesuatu yang penting.""Dia tidak ada di rumah. Kembalilah lusa atau kapan." Yohan hendak menutup pintunya, namun Ma
Setelah mendapatkan kabar itu, Regan berubah menjadi diam. Sungguh dia tidak mengira kalau secepat ini Madam mendatanginya. Yang lebih membuat tidak percaya, Madam mendatangi rumahnya. Bagaimana bisa wanita itu tahu alamat rumahnya padahal tidak sembarang orang yang mengetahuinya? Pun saat dia kembali ke kolam renang, setengah sadar dia berjalan seperti orang linglung. Dia sama sekali tidak khawatir dengan hal lain seperti terbongkarnya identitas Jane yang sebenarnya di media, tapi dia tidak akan sanggup jika melihat Jane sedih mendapatkan cibiran serta hinaan yang pastinya dia dapatkan dengan sangat kejam. "Regan, Kau baik-baik saja?" Tanya Jane namun yang di tanya hanya melamun saja. Dia bahkan tidak menoleh ke arah Jane. Tatapannya kosong seperti orang yang baru saja mendapatkan kabar buruk."Regan?" Tangan Jane memegang bahu Regan dan seketika itulah Regan tersentak."Iya?" "Kau baik-baik saja? Apakah terjadi sesuatu?" "Ah tidak. Aku baik-baik saja."Jane mengerutkan dahinya.
Sepulang dari Moonlite, Regan tidak begitu saja kembali ke rumah. Mobilnya berhenti di sebuah danau, Dia memegang sebelah pelipisnya, memijatnya pelan dengan mata terpejam. Ucapan Madam berhasil membuatnya kepikiran. Menyerahkan separuh hartanya pada dia? Apa dia tidak salah dengar? Baginya, permintaan itu begitu berani mengingat kalau dia lah orang yang memaksa Jane untuk bekerja di sana. Jane juga terpaksa menuruti semua kemauannya karena tidak lagi mempunyai pilihan. Dia adalah penebus hutang ayahnya. Ini sudah bertahun-tahun lamanya. Semua hutang ayahnya mungkin saja sudah lunas,bukan? Tapi kenapa Madam masih menginginkan uangnya agar dia melepas Jane? Regan memukul kemudinya. Pembicaraan tadi di rasa sudah melewati batas. Dia bukanlah pria sembarangan yang mudah di ancam oleh wanita seperti Madam. Pun dia segera menelfon Mike. Pria tampan itu tak segera mengangkat telfonnya. Butuh beberapa menit dan akhirnya dia angkat. "Ada apa?" Tanya Mike di seberang. "Aku butuh b
Festival semakin lama semakin ramai di padati pengunjung. Bukan hanya di bagian penjual makanan dan aksesoris, tapi juga di sekitaran panggung. Jane baru tahu kalau Yohan amat sangat terkenal di kalangan gadis. Mengingat wataknya yang seperti itu mungkin saja gadis-gadis itu enggan untuk mendekatinya. Tapi ternyata sebaliknya. Banyak wanita yang berkerumun di depan panggung. Membawa banner dan foto Yohan dalam ukuran besar. Jane hanya mengangguk paham, tidak menyangka dia pernah memiliki hubungan asmara dengannya. Dengan pria terkenal."Mereka penggemar Kak Yohan. Kau terkejut, kan?" "Hem. Tidak aku duga sama sekali Yohan seterkenal itu.""Dia cukup mempunyai nama. Apa baru kali ini kau melihat Kak Yohan konser?""Yah, dulu pernah hampir pergi, tapi tidak jadi. Dan kau, apa mereka tahu kau adik Yohan?""Tentu saja."Jane menyipitkan matanya menatap Juan,"Apa kau juga memiliki penggemar?""Tidak ada." Juan tertawa."Aku tidak seperti Kak Yohan. Dimata teman-temanku, aku ini kutu buk