Nerissa tampak terkejut mendapati pertanyaan itu. Dia merasa sikap Naven benar-benar berbeda sekali. Tentu saja itu membuatnya keheranan sendiri.“Tapi, setelah ini kita harus kembali ke kantor, Pak.” Nerissa berusaha untuk menolak tawaran Naven.“Apa kamu lupa kalau aku yang punya perusahaan itu?”Mendengar hal itu, Nerissa hanya bisa memutar bola matanya saja. Sikap sombong Naven mulai keluar saat itu juga.“Tapi, sebagai atasan, bukankah Anda harus mencontohkan yang baik.” Nerissa mencoba mengingatkan Naven.Naven berusaha untuk bersabar. Sejujurnya ingin mengajak Nerissa sekarang juga, tapi apa boleh dikata, istrinya itu menolak.“Lalu kapan kamu mau pergi?”Tampak Nerissa berpikir. Seru juga pergi menonton. Siapa tahu menghilangkan penatnya di kantor. Apalagi pekerjaanya cukup membuatnya pusing.“Bagaimana jika sepulang kerja? Tidak mengganggu pekerjaan. Jadi akan lebih aman.” Akhirnya Nerissa memberikan ide.“Baiklah.” Setelah menimbang-nimbang, Naven akhirnya setuju.Makanan ya
Sesuai dengan rencana tadi siang, Nerissa dan Naven pergi ke bioskop. Mereka diantarkan oleh Kiki ke mal yang dekat dengan apartemen Naven.Nerissa masih diam saja, meskipun akan pergi menonton. Naven tahu pasti kenapa istrinya itu diam saja. Apalagi jika bukan karena tadi siang, dia menolak, mengajak Ana ke Bali.“Kenapa wajahmu muram sekali?” Saat sedang berjalan ke bioskop, Naven bertanya pada sang istri.“Tidak, saya tidak muram.” Nerissa mengelak dengan apa yang dikatakan oleh Naven.Naven masih merasa jika sang istri sedang berbohong.“Aku izinkan Ana untuk ikut.” Akhirnya Naven memberitahu hal itu pada Nerissa.Langkah Nerissa langsung terhenti mendengar apa yang dikatakan oleh sang suami. Dia berusaha untuk mencerna ucapan sang suami.Naven terus berjalan. Tanpa tahu jika sang istri masih tertinggal di belakang. Saat dia menyadari hal itu, langkahnya langsung terhenti dan segera dia memutar tubuhnya ke belakang.“Kenapa berhenti?”Mendapati pertanyaan, Nerissa langsung mengeja
Mendapati pertanyaan itu, Nerissa terdiam. Dia bingung juga kenapa baru buka pintu perasaannya begitu takut sekali.“Tidak apa-apa.” Nerissa memutuskan untuk tetap masuk. Tak mau terpengaruh oleh ketakutan yang menghampirinya tiba-tiba itu.Mendapati Nerissa yang sudah masuk pun, Naven segera masuk ke kamarnya. Dia ingin segera mandi untuk menyegarkan tubuhnya dulu sebelum tidur.Di kamar sebelah, Nerissa segera menyalakan lampu. Saat lampu terang, tentu saja itu membuatnya jauh lebih tenang.Sebelum mandi, Nerissa membersihkan wajarnya lebih dulu sebelum mandi.Tadi saat dinyalakan lampu, Nerissa tenang, tapi tiba-tiba dia merasa takut lagi. Entah kenapa bayang-bayang dalam film tadi masih terngiang di kepalanya.“Tidak apa-apa, Sa. Jangan takut.” Nerissa berusaha untuk menangkan dirinya.Usai membersihkan wajahnya, dia segera mandi. Sepanjang mandi, Nerissa berusaha untuk tidak takut. Meyakini jika semua akan baik-baik saja.Beruntung, Nerissa selesai mandi dengan baik. Semua aman t
Mendengar apa yang dikatakan Nerissa itu, Naven langsung membulatkan mata. Dia benar-benar terkejut sekali.‘Kebaikan apa yang sudah aku lakukan sampai dapat berkah sebesar ini?’“Tentu saja, ayo.” Dengan semangat Naven menjawab.Nerissa segera masuk ke kamar. Naven dengan semangat mengekor di belakang Nerissa. Perasaan Naven benar-benar berdebar-debar sekali. Karena menemani Nerissa ganti baju, artinya dia akan melihat tubuh Nerissa.Saat masuk, Nerissa mencari sesuatu di atas meja riasnya lebih dulu. Kemudian saat mendapatkan, dia segera menghampiri Naven.“Ini.”Dahi Naven merasa heran ketika diberikan kain berbentuk lingkaran. “Apa itu?” tanyanya penasaran.“Bandana.”Mata Naven memicing. Memikirkan kenapa istrinya memberikan bandana padanya. “Untuk apa?” tanya Naven lagi.“Untuk menutup mata Pak Naven selama saya mengganti baju.”Naven langsung terperangah mendengar hal itu. Ternyata Nerissa ingin menutup matanya. Tentu saja itu membuat kesenangan yang diharapkan Naven hilang sek
Nerissa yang mendapati pertanyaan itu merasa bingung. Jika dia masuk ke kamar, jelas dia akan takut. Namun, jika tidak masuk ke kamar. Mau tidur di mana dia?“Takut?” tanya Naven memastikan. Senyum menghiasi wajahnya karena menebak jika Nerissa pasti sedang ketakutan.“Tidak.” Nerissa menggeleng.“Kalau tidak, cepat masuk.” Naven merasa jika Nerissa berdusta. Dia yakin sekali jika Nerissa takut sebenarnya.Nerissa jelas bingung. Jika boleh jujur dia takut. Takut tidur di ranjang sendiri dan tiba-tiba ada sosok di sebelahnya.“Pak Naven mau temani saya tidur?” Nerissa tanpa basa-basi menawarkan hal itu pada Naven.Jelas Naven suka dengan hal ini, tetapi dia tidak mau terlalu senang. Jual mahal sedikit pastinya.“Bukankah terakhir kali tidur di rumah oma kamu tidak mau. Justru menaruh guling di tengah-tengah.”Mendapati ucapan Naven itu, Nerissa langsung teringat apa yang dilakukannya waktu itu. Namun, saat ini dia terdesak. Jadi, dia harus melepaskan egonya.“Sekarang beda.”“Apa yang
“Aku sudah tidak pegal.” Naven tidak mau sampai Nerissa berpikir dirinya tidak mencintai.Dahi Nerissa berkerut dalam. Bingung dengan sikap Naven. “Tadi Pak Naven bilang pegal. Kenapa sekarang tiba-tiba tidak pegal.”Ingin rasanya Naven mengatakan karena dia mau Nerissa melihat cintanya, tapi entah kenapa lidahnya kelu. Dia tidak tahu kenapa tidak bisa mengatakan itu.“Aku sudah bilang tidak pegal. Ya artinya tidak.” Justru kalimat itu yang keluar dari mulutnya.“Baiklah kalau begitu.” Nerissa justru senang ketika melihat Naven sudah tidak pegal lagi. Jadi dia tidak susah payah untuk memijat.Nerissa segera berdiri. Namun, tiba-tiba tangannya ditarik oleh Naven dan membuat tubuhnya jatuh ke tubuh Naven.Apa yang dilakukan Naven itu jelas membuat Naven terkejut. “Apa yang Pak Naven lakukan?” Dia segera melemparkan protes.“Mau ke mana kamu?” Naven menatap lekat wajah Nerissa yang berada tepat di hadapannya.“Saya mau bersiap untuk ke kantor. Memangnya apa lagi?” Nerissa memasang mata u
“Na, akhir pekan nanti kamu ada acara tidak?” Nerissa yang sedang membuat secangkir teh, bertanya pada Ana.“Tidak ada, Sa. Aku tidak ada acara.”“Bagus kalau begitu.” Nerissa tampak berbinar mendengar hal itu.“Memang kenapa, Sa?” tanya Ana penasaran.“Aku mau mengajakmu ke Bali bersama Pak Naven. Kita bisa menyelam seperti yang kita lihat di postingan Evelyn Manda.” Nerissa menceritakan dengan penuh semangat. “Benarkah kita bisa menyelam seperti Evelyn Manda?” Ana tak kalah semangat ketika mendengar hal itu.“Iya, Pak Naven sudah bilang jika kita bisa menyelam seperti Evelyn.”“Aku mau, Sa.” Ana tentu saja tidak akan melepaskan kesempatan itu. Apalagi liburan kali ini gratis.“Baiklah, nanti hari jumat kamu bawa baju sekalian. Karena sorenya kita akan langsung berangkat dari kantor.”Dengan cepat Ana langsung mengangguk. Dia akan melakukan seperti yang diminta oleh Nerissa.****“Hari ini aku mau makan di rumah. Apa di rumah ada bahan makanan?”Saat dalam perjalanan ke rumah Naven
Nerisa yang sedang makan langsung mengalihkan pandangan pada Naven. Dia sedikit terkejut mendengar perintah Naven itu.Namun, Nerissa memikirkan jika tidak ada salahnya jika dia melakukannya. Bukankah lebih baik jika dia tidur di kamar Naven dibanding di kamarnya yang gelap.“Baiklah, saya akan tidur di kamar Pak Naven.”Naven tidak menyangka jika Nerissa akan menerima tanpa penolakan sama sekali. Jelas itu membuat Naven senang.Mereka pun menikmati kembali makan. Naven yang senang pun sampai mengabaikan jika malam ini dia makan nasi. Padahal dia menghindari makan nasi. Dia berusaha keras untuk menjaga tubuhnya.Mereka menikmati makan bersama. Tak banyak bicara. Hanya sibuk dengan makannya.Usai makan, Nerissa mencuci piring, sedangkan Naven merapikan meja makan. Naven sedang dalam suasana hati yang baik. Jadi dia ingin membantu Nerissa.Nerissa sebenarnya merasakan sikap Naven yang berubah. Namun, dia tak mau ambil pusing.“Kapan Pak Naven akan menghubungi orang yang memperbaiki lamp