Asslamualaikum, Hai semua...
Ceritaku ini mungkin sedikit antik karena setiap bab sekitar 1.8K-2.8K, bukan maksud untuk meronggoh kocek kalian dalam tetapi emang setinggannya begitu sama seperti ceritaku di platform lain. Rencananya nanti tamat sekitar 60an Bab. Lunas 130K-an intinya. Karena kontraknya 130K baru dapet fulus.
Jadi pembaca yang setia nggak usah cemas karena bab ini tidak akan sampai ribuan. InshaAllah setelah 130K terpeluhi, tamat. Recehnya InshaAllah setara dengan ribuan bab cerita lain. Aku juga baru sadar kalau recehnya sebanding dengan banyaknya kata. Well, makasih sudah membaca. Kalian telah sangat banyak membantu. Terima kasih sekali lagi. Aku harap ceritaku bisa menghibur dan menjadi pelajaran bagi kita semua.
Salam sayang,
chu
Maia Kasbah
Leo mengawasi Alya sejenak hingga perempuan yang mewarnai hari-harinya belakangan ini masuk ke dalam gedung apartemen yang juga merupakan gedung hotel milik Omar Corp. Dikeluarkannya napas yang terasa berat itu dari paru-parunya, tentu saja, Alya adalah bagian dari keluarga besar Omar. Kenyataan itu masih mengganjal di dalam hatinya. Ia tak begitu menyukai hal itu. Selain itu, bagaimana nantinya pendapat Omar dan saudara-saudaranya jika mereka tahu Alya menjalin hubungan dengannya. Meski Leo sendiri juga tidak bisa memastikan apakah ia akan menjalin hubungan dengan Alya. Bukan berarti ia tidak percaya diri, ia yakin, setelah malam ini, Alya tertarik kepadanya. Setidaknya tatapan perempuan itu cukup sebagai bukti. Leo sekali lagi menatap gedung bertingkat di hadapannya, sebelum menarik napas panjang dan melajukan mobilnya meninggalkan gedung itu. Jam di tangannya menunjukkan bahwa hari sudah malam dan ia merasa cukup lelah untuk segera memejamkan mata. S
"Nah, gua, kan, udah bilang, kita ambil proyek kecil aja, lo dengerin gua sebenernya nggak, sih?" Haidar berkata dengan tegas. Terkesan marah. Leo menarik napas santai, "Man, kapan kita berkembangnya kalau kita mulai dari duri ikan? Kita butuh tulang!" Jawab Leo sama tegasnya. Ia tak sepakat dengan Haidar yang selalu mengalah terhadap Omar Corp., seharusnya mereka bisa bersaing secara adil, seandainya saja Haidar bisa diajak bekerjasama. "Gua nggak peduli duri ikan atau tulang! Yang kita butuhkan sekarang itu membangun image dulu!" Haidar bersi keras. "And, duri ikan bisa buat image kita bagus?" Tanya Leo sarkas. "Kalau masalah utamanya pendanaan, kita bisa ajukan loan dulu ke bank," "Lo tahu gua nggak suka ngutang ke bank!" "Tapi kita butuh, dan mereka bisa bantu!" protes Leo. "or we can ask money in advance!" "Pokoknya gua nggak setuju, gua pikir sebaiknya kita ambil proyek renovasi
"Lan, kenapa nggak kamu ambil, sih?" Tanya Alya penasaran. "Aku yakin kamu bisa dapat lebih banyak di sana, Lan, dan jenjang karirnya bagus, sepupu aku bilang, kamu bisa dapat promosi kalau kerja kamu bagus," Alya sudah dua kali menceramahi Lana soal pekerjaan baru yang ditawarkan Hamza. "Nggak, Kak. Aku lebih nyaman disini, kerjaannya juga santai, aku bisa lebih fokus kuliah," Lana menyahut, ia tak mungkin mengatakan alasan yang sesungguhnya mengapa ia tak mau menerima tawaran Hamza. Laki-laki sialan itu setelah memaksanya untuk kembali ke apartemen, sekarang kembali mengabaikannya. Entah apa yang ada di kepala besarnya itu. Ah, mungkin hanya perasaan iba yang tersisa di hatinya. "Tapi di sini gajinya juga santai, Lan," sahut Alya berlogika. Lana tersenyum, "Makasih, Kak. Tapi Lana lebih senang kerja sama Kakak," ia berkata, meyakinkan Alya. Andai saja dia bisa berkata jujur, ia pasti akan memberitahu Alya bahwa bekerja kepada mantan adalah hal
Alya pikir hari itu ia akan terbebas dari gangguan Leo. Ternyata ia salah besar. Meski sepanjang pagi, siang hingga sore hari tak ada gangguan dari laki-laki aneh itu, tetapi malam harinya. Ia datang. Membuat Alya tak bisa berkutik. Ia baru saja menikmati makanan sehat buatannya sendiri dan masih menikmatinya, semangkuk makanan lunak yang terbuah dari campuran buah pisang dan yougurt dan oat meal yang didiamkan di dalam freezer sejak pagi. Ketika Leo muncul di kafe dengan wajah datar. Ah, laki-laki itu memang selalu berwajah datar. Alya hampir tidak pernah melihat Leo santai atau tersenyum, kecuali senyum menjengkelkan. "Halo, Sayang," Leo dengan santainya merangkul bahu Alya sekilas lalu memberikan kecupan singkat di ujung kepalanya yang tertutup hijab. Sikapnya seolah-olah mereka adalah pasangan sah yang disaksikan oleh orangtua dan saksi. Oh, Leo harus berhenti bersikap romantis seperti itu atau ia bisa gila dalam waktu dekat. Demi makanan yang kesulitan Alya telan,
Alya masih tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ah, mungkikah telinganya salah menangkap informasi? Ataukah Leo memang mengatakan hal konyol bin tidak masuk akal itu? Di depan orangtuanya? Kemana perginya akal sehat laki-laki itu? Apakah ia menjadi bodoh setelah memasuki rumah orangtuanya? Yang dibuat takjub oleh pengakuan tidak berdasar Leo bukan hanya Alya tetapi juga kedua orangtuanya. Mereka tidak menyangka jika putra satu-satunya keluarga Thejakusuma menjalin hubungan dengan perempuan yang juga merupakan teman dekat Salma dan mengapa mereka tidak mengetahui hal itu sebelumnya? Bukan berarti mereka tidak senang dengan kabar bahagia itu, mereka hanya tidak menyangka jika calon menantunya adalah orang yang telah lama dekat dengan keluarganya. Alya! Dari semua perempuan yang dikencani Leo, mereka tidak menyangka jika Alyalah yang dibawa pulang ke rumah untuk diperkenalkan kepada orangtuanya sebagai kekasihnya. "Tante senang sekali mendengarnya,
Jantung Alya masih memburu ketika ia menaiki lift menuju lantai apartemen miliknya bahkan hingga ia keluar dari lift, lebih buruk lagi ia merasa pipinya terbakar oleh sentuhan jari Leo, belum padam hingga kini! Ini gila! Pikirnya, mencoba untuk berpikir waras. Tidak masuk akal jika ia tersipu malu akibat hal kecil itu. Ia bahkan sering memeluk Reno, Mario maupun Hendra, editornya... Bahkan beberapa teman laki-laki lainnya tetapi dari semua laki-laki yang pernah ia peluk maupun kecup kedua pipinya, hanya sentuhan ringan Leo yang berhasil mengacaukan bukan hanya irama jantungnya tetapi juga mesin pemanas di tubuhnya. Langkah kakinya lemas bahkan ketika ia berhasil tiba di lantai apartemen miliknya. Beberapa langkah lagi dan ia akan menemukan pintu apartemen berwarna putih itu. Ia tak sabar, ingin segera bersembunyi. Ia merasa tatapan Leo terus mengikutinya. Membuatnya merasa was-was. Hanya selang beberapa detik, langkah malas itu berhenti ketika pandangannya jatu
Yakin, ya? Awas lo kalo sampe berubah pikiran! Jangan bikin malu gue, Al!" Rara memperingatkan dengan nada serius dan tegas. "Iya, aduh... lo berisik banget, sih!" Potong Alya jengkel. "Lagian, kan, cuma kenalan! Nggak ada kewajiban buat nikah, 'kan?" "Iya, tapi kenalannya serius! Kalo cocok kalian langsung nikah aja!" saran Rara terdengar memaksa. Alya kembali memutar bola matanya, seandainya semudah itu, mungkin saat ini ia sudah menyandang status istri seseorang! "Ra, namanya kenalan, ya, kenal dulu!" Bantah Alya. "Mana bisa ketemu sekali langsung nikah?" "Ya bisa lah!" Sahut Rara berapi-api. "Gue buktinya, gue cuma sekali ketemu mas Iman sebelum dia ngelamar gue!" Rara berkata dengan kepercayaan diri penuh. Jangan abaikan nada sombong saat ia mengatakan hal itu. Oh, semua orang tahu bahwa Rara beruntung dalam pernikahannya dengan Iman meski awal perjalanan pernikahan mereka tidak begitu mulus tetapi justru itulah yang membuat mereka se
Alya tidak bisa tidur nyenyak semalam, terima kasih untuk Rara yang berhasil membuat kantung hitam di bawah mata Alya semakin ketara.Semalam tadi ia sudah menawarkan kamarnya untuk Rara dan ia bisa tidur ala kadarnya di sofa ruang tamu karena apartemennya hanya memiliki satu kamar tetapi Rara dengan beribu alasan berhasil menjebak Alya untuk tidur seranjang dengannya. Hasilnya? Ia hampir terjaga sepanjang malam karena ulah Rara. Perempuan hamil itu benar-benar mengusik tidurnya, ia tak bisa memejamkan matanya dengan tenang, ditambah lagi ia masih kepikiran Leo berserta ucapannya.Lalu apakah mereka sekarang sepasang kekasih? Alya terus terganggu oleh pemikiran itu. Ia masih belum bisa mempercayai ucapan Leo begiti saja. Lagipula laki-laki itu adalah salah satu playboy cap kakap yang mungkin saja memiliki banyak teman perempuan."Al, bangun, Al! Udah subuh!" Teriak Rara entah sudah yang keberapa kalinya. Keberadaan Leo di dalam tidur Alya membu