Yakin, ya? Awas lo kalo sampe berubah pikiran! Jangan bikin malu gue, Al!" Rara memperingatkan dengan nada serius dan tegas.
"Iya, aduh... lo berisik banget, sih!" Potong Alya jengkel. "Lagian, kan, cuma kenalan! Nggak ada kewajiban buat nikah, 'kan?"
"Iya, tapi kenalannya serius! Kalo cocok kalian langsung nikah aja!" saran Rara terdengar memaksa.
Alya kembali memutar bola matanya, seandainya semudah itu, mungkin saat ini ia sudah menyandang status istri seseorang! "Ra, namanya kenalan, ya, kenal dulu!" Bantah Alya. "Mana bisa ketemu sekali langsung nikah?"
"Ya bisa lah!" Sahut Rara berapi-api. "Gue buktinya, gue cuma sekali ketemu mas Iman sebelum dia ngelamar gue!" Rara berkata dengan kepercayaan diri penuh. Jangan abaikan nada sombong saat ia mengatakan hal itu. Oh, semua orang tahu bahwa Rara beruntung dalam pernikahannya dengan Iman meski awal perjalanan pernikahan mereka tidak begitu mulus tetapi justru itulah yang membuat mereka se
Alya tidak bisa tidur nyenyak semalam, terima kasih untuk Rara yang berhasil membuat kantung hitam di bawah mata Alya semakin ketara.Semalam tadi ia sudah menawarkan kamarnya untuk Rara dan ia bisa tidur ala kadarnya di sofa ruang tamu karena apartemennya hanya memiliki satu kamar tetapi Rara dengan beribu alasan berhasil menjebak Alya untuk tidur seranjang dengannya. Hasilnya? Ia hampir terjaga sepanjang malam karena ulah Rara. Perempuan hamil itu benar-benar mengusik tidurnya, ia tak bisa memejamkan matanya dengan tenang, ditambah lagi ia masih kepikiran Leo berserta ucapannya.Lalu apakah mereka sekarang sepasang kekasih? Alya terus terganggu oleh pemikiran itu. Ia masih belum bisa mempercayai ucapan Leo begiti saja. Lagipula laki-laki itu adalah salah satu playboy cap kakap yang mungkin saja memiliki banyak teman perempuan."Al, bangun, Al! Udah subuh!" Teriak Rara entah sudah yang keberapa kalinya. Keberadaan Leo di dalam tidur Alya membu
Leo menepati janjinya, ia datang pagi harinya untuk menjemput Alya dan mengantarnya ke kafe. Sebenarnya ia memang merupakan laki-laki yang memegang teguh perkataannya. Mereka bahkan sempat sarapan bersama. Tentu saja dengan menindas Reno. Laki-laki muda yang malang itu bukan hanya merasa dimanfaatkan oleh Alya, tetapi kecemburuannya terhadap keduanya mulai memancar dari tubuhnya saat dengan mata kepalanya sendiri ia melihat betapa Leo memanjakan Alya. Demi Tuhan, Alya bisa menggunakan tangannya sendiri. Selama ini Alya tak pernah bersikap semanja itu. Reno mengambil sepotong paha ayam yang sudah dibumbui dengan berbagai macam bumbu termasuk juga lemon dan memasukkan ke dalam mulutnya dengan kesal. Ia sengaja berpura-pura membuat kopi untuk mengintai sepasang kekasih dadakan yang sedang menikmati sarapan paginya. Namun setelah merasa tidak tahan dengan kekesalan tanpa alasan itu akhirnya ia bersembunyi di dapur. Menyiksa potongan paha ayam yang ia beri na
Leo tiba di kantornya, oh, gedung itu bukan miliknya, jadi rasanya mengatakan kantor miliknya kurang tepat. Ia dan Haidar hanya menyewa satu lantai sebagai markas mereka. Jam tangannya menujukkan tepat jam sembilan lebih tujuh belas menit pagi. Terlalu pagi sebenarnya karena biasanya ia datang setelah jam sepuluh tepat sejak Haidar kembali aktif setelah cuti honeymoonnya selesai.Lobby kantor seperti biasa sudah dipenuhi oleh banyak karyawan yang memang masuk lebih awal, ada yang masuk jam tujuh pagi, jam delapan pagi hingga jam sepuluh siang. Entah apa yang dipikirkan Omar hingga ia membuat jadwal demikian. Sepertinya ia tak ingin kantornya sepi.Ia berjalan lurus, seperti biasa, mengabaikan perempuan yang berdiri di belakang meja resepsionis yang selalu menyapanya dengan keakraban yang berlebihan mengingat ia bukanlah siapa-siapa disana.Saat melihat pintu lift yang mulai menutup, ia mempercepat langkahnya dengan harapan tak akan
Leo tiba di kafe Alya tepat pukul tujuh malam. Setelah seharian tak bisa menghubungi perempuan itu, ia ingin cepat-cepat melihatnya. Hatinya tak tenang, ibarat genderang perang yang terus membuat keributan di dunianya yang sunyi.Bau harum kopi dan roti menyambut kedatangannya membuat Leo merasa disambut dengan hangat. Perasaan yang belakangan menjadi familiar dan tentu saja membuat hatinya menghangat tanpa ia sadari. Perasaan merasa di terima.Di luar udara cukup dingin, dengan gerimis kecil yang membuat udara Jakarta lebih layak untuk dihirup dari biasanya. Seandainya saja udara di Jakarta seperti itu setiap hari. Mungkin ia tidak akan mudah marah. Namun terima kasih untuk aroma harum kopi itu. Kekesalannya turut menguap, membaur dengan kehangatan yang ditawarkan kafe itu.Leo melangkahkan kakinya dengan tegas melewati meja-meja yang terisi, suasana kafe cukup ramai. Tawa serta senda gurau terdengar pelan, membuat suasana kafe tetap tenang dan terkesan hangat,
Malam itu entah mengapa Alya merasa cemas. Tak sekali ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari sesuatu, entah apa. Sesuatu yang merisaukan hatinya. Meja-meja bulat yang dibalut kain putih cantik dipenuhi oleh tamu undangan yang menyaksikan momen istimewa sepasang pengantin baru yang saat ini sedang berdiri menyambut tamu yang hendak menyalami mereka. Ia sendiri duduk di samping Hamza, sepupunya itu seperti biasa tampak memesona. Ia mengenakan setelan jas hitam dan dalaman kemeja berwarna putih, tidak terlalu mencolok, dan tentu saja tidak menyaingi si pengantin laki-laki yang berhasil mencuri perhatian para tamu undangan. Alya menyeruput kembali minumannya dengan pelan, ia sudah selesai menyantap salah satu menu yang di tawarkan di antara begitu banyak stan makanan. Hamza pun sudah selesai. Ia tengah mengobrol dengan tamu undangan lain yang ternyata adalah temannya. Alya entah mengapa tak bisa melancarkan aksinya. Ia rasa menjalin hubungan dengan tema
"Kamu mungkin menyimpannya dengan nama samaran," guman Alya. Ia tidak bodoh. Tidak bisa begitu saja mempercayai ucapan laki-laki seperti Leo. Apalagi tindakan laki-laki itu sangat bertolak belakang dengan ucapannya.Leo melepas napas lelah, "Kamu bisa memastikannya Alya, ada foto profilnya. Dan aku tidak suka mengoleksi nomer orang yang tidak aku sukai," jelas Leo.Benar saja, saat Alya membuka aplikasi chat ternyata hanya ada beberapa nama yang tersimpan dan dari semuanya adalah laki-laki kecuali Salma dan dirinya. "Kamu menghapus kontak mantan-mantanmu?" Tanya Alya penasaran.Leo dibuat tertawa oleh pertanyaan Alya yang bodoh. "Mereka disebut mantan karena untuk dilupakan Alya!" Jawab Leo merasa geli.Alya menggelengkan kepalanya pelan. Ia masih menemukan kesulitan untuk mempercayai ucapan Leo. Namun yang lebih mengerikan adalah ucapan Leo tersebut. Apakah ia selalu memblacklist semua mantan-mantannya?Dia bahkan nggak pun
Leo kembali ke apartemennya setelah mengawasi Alya yang berjalan layaknya bocah yang batal diajak ke Dufan untuk bermain. Ia tahu Alya sedang marah, sikapnya sudah cukup untuk memberitahu Leo perasaan perempuan itu ketika keluar dari mobilnya. Ia juga sama marahnya. Marah kepada dirinya sendiri, bagaimana bisa ia berpikir hal yang tidak mungkin? Alya adalah sesuatu yang tidak mungkin ia miliki di dunia ini. Hal itu adalah kepastian yang ia yakini. Selama Alya masih memiliki darah yang sama dengan keluarga Omar, maka tidak akan ada yang bisa mengubahnya. Di dalam apartemennya Leo segera membuka laptop pribadinya begitu ia memasuki tempat yang dingin dan sunyi itu. Ia tidak tahu apakah mungkin menemukan kehangatan di sana. Mata elangnya memindai setiap gambar digital yang terpampang di layar laptopnya setelah jari-jarinya menari di atas keyboard membentuk kata Brain cactus. Sudut bibirnya melengkung ke atas membentuk senyuman kecil, ta
Sudah hampir dua jam Alya memandangi dua tanaman yang ada di meja kerjanya. Satu tamanam asli alias hidup sementara yang lain adalah buatan tetapi Alya hampir tidak bisa membedakannya. Leo benar-benar memanfaatkan bakatnya dalam membuat kaktus buatan itu hingga terlihat begitu sempurna. Keduanya adalah Brain cactus. Senyumnya masih melekat di bibirnya yang dilapisi pewarna merah yang dikenal dengan lipstick. Terlihat mencolok dengan jilbab hitam yang melapisi kepalanya dengan sempurna tak menyisakan sehelai rambutpun untuk dipertontonkan. Ia tak menyangka ternyata Leo sangat romantis. Ia rela meluangkan waktunya yang berharga untuk membuat token perjanjian damai pertama mereka. Ia pikir ia mulai jatuh cinta pada laki-laki arogan itu. Sudah hampir seminggu berjalan sejak mereka membuat kesepakatan itu. Sudah ada empat koleksi kaktus yang ia terima dari Leo tidak termasuk kaktus artificial, tiga diantaranya bergabung dengan koleks