Walau aku sepemikiran, tentu harus jelas semuanya, mengapa harus sekarang identitas Bang Rio seolah jadi bahan perbincangan, Setelah usianya matang, lulus kuliah, menikah, bahkan punya anak. Sangat tidak logis jika hanya karena saat ini Bang Rio pengangguran, serta merta semua seakan punya kepentingan membicarakan urusan pribadi suamiku itu. "Pas Tante balik ke Jakarta, Tante akan singgah ke rumah kamu, Rum. Pokoknya siapkan diri untuk kelanjutan kelicikan mereka." "Rum, paham, Tante," sahutku mengangguk, meski Tante Yuni tidak akan melihat anggukan kepala ini. "Segera, selagi Tante di sini, Rio masih aman, tapi ... Kelak kami berangkat ke Jakarta, bukan hanya ular berbisa yang akan menerkamnya, mereka semua akan berubah menjadi binatang tanpa rasa." Innalilahi ... Aku terdiam. Awas kalian, akan kupelihara singa-singa liar jika berani macam-macam dengan suamiku.Tanganku mengepal. Menahan endapan emosi yang memuncak untuk disalurkan. Meminum air putih--menenangkan diri, gegas men
"Itu namanya cinta ambisi. Waktu dia patah hati--kamu menikah dengan Rio, Kinanti gelap mata dan rela ditiduri siapa saja. Ambisi cinta yang menutup hati." "Mengapa kamu tau semua? Kamu gak pernah ke kampung Bang Rio. Juga gak pernah kenal Kinanti? Atau itu hanya opini, prediksi yang bisa jadi iya bisa jadi tidak." "Rum, cinta buta sama ambisi cinta itu beda dengan cinta tulus. Cinta yang tulus akan membiarkan seorang yang ia cintai bahagia, dan melakukan segala cara jika yang ia cintai berada di posisi otewe terluka." Aku lagi-lagi terdiam. Ambigu kembali hadir. Antara aku dan Hen. "Mah, tadi papa Pici Rivo dari hape Bu Guru," adu Rivo setelah balik dari westafel. "Papa bilang apa, sayang." "Gak ada, cuma nanyain kabar, katanya kangen. Kemarin Alya ditelpon via Sania, sekarang Rivo ditelpon ke nomor gurunya. Lalu, Bang Rio menganggapku apa? Sehabis urut, dan terapi katanya mau menghubungi kembali. Karena ada panggilan masuk tiba-tiba. Sampai malam kutunggu, tidak ada panggilan
"Mili kamu tega. Itu minuman untuk abangmu." Aku mendengar jelas suara itu dari seberang sebelum mengucap hallo. Suara khas Kinanti. Mengapa Kinanti ada di rumah? "Hallo." "Assalamualaikum, Kamu sehat?" Tumben banget Bang Rio formal begitu. "Ya, abang sehat?" "Alhamdulillah ya, Rum! kamu gak ingin jenguk abang?" tanyanya membuat sisi hati terdalamku merasa bersalah telah meninggalkan seorang suami. Tapi, semua harus aku lakukan. Membuang rasa tega itu demi keutuhan rumah tangga dan membongkar skandal selama ini yang mereka mainkan. "Sangat ingin," jawabku cepat. "Tapi, kehidupan dan masa depan anak kita lebih prioritas saat ini. Jika Rum bertahan di sana, atau bolak-balik ke kampung, kasihan Alya dan Rivo. Telinga, mata dan jiwa mereka akan terkontaminasi dengan akhlak adik-adik abang." "Rum, abang ... eh ... abang." Suara seakan tercekat. Kudengar helaan napas panjang. Aku yakin suamiku kacau, kurun sembilan tahun kami tak pernah bertengkar kecuali hanya salah paham biasa, kel
"Maafkan Rum, Bang. Rum harus melanggar titah abang. Ini semua demi kebaikan kita bersama, demi keutuhan rumah tangga kita. Demi masa depan anak-anak kita nantinya. "Aku menyeka ujung mata. Tak pernah terpikir sebelumnya, rumahtanggaku yang adem, nyaris tanpa konflik. Bang Rio yang selalu menjadi suami siaga, ayah terbaik untuk dua buah hati kami. Kini kami bagai dipaksa memakan buah simalakama.Siapa yang harus aku minta tolong selain Hen. Tidak ada. Mau tidak mau aku harus mengetik pesan pada Hen. Tidak ada jalan lain lagi. (Hen, kirim aku duit dua digit. Sekarang!) (Siap! Princess. Untuk kamu aku selalu ada) balasnya dengan cepat. Seolah Hen menunggu pesanku di kolom aplikasi hijau itu."Kalian tunggu saja pembalasannku, Tante, Kinanti?" tawaku mengiring langkah kaki keluar dari kamar. Sempat kudengar Bang Rio terduduk lalu terisak. "Andai bisa memilih, abang ingin kamu sabar menghadapi mama dan tinggal di sini! andai bisa memilih, Abang ingin kamu merawat Abang sampai sembuh da
Aku menaikkan alis. Kembali ke dalam rumah. Tadi anaknya bertamu sekarang emaknya. Lucu sekali dunia ini. Semoga saja tengah malam nanti si Kinanti gak ikut nongol ke sini. Kalau dia nekad datang aku geprek pakai cobek. Tante Yuni dan Om Santoso santai sekali berduaan umbar kemesraan di kampung. Tentu saja, ternyata selama ini Tante Sari biang keladi memisahkan Tante Yuni dan Om Santoso. Bertahun lamanya fitnah itu menyebar. Sampai Om Santoso akhirnya memilih move on belajar mencintai Tante Sari. Bang Rio hadir sebagai pemancing anak karena sekurun waktu tak ada tanda tanda Tante Sari akan hamil, karena disinyalir dari beberapa berita update kalo Tante Sari tak kunjung hamil sebab Om Santoso akan menceraikannya. Pantas saja jarak umur Dini lumayan jauh dari Bang Rio. Tidak sabar aku mau bertamu dengan keluarga Om Budiman, aku juga akan bertemu Mister Martin. Pengacara kawakan dari kecamatan. Mengapa belum datang juga? Kembali aku teringat dengan Tante Sari. Sampai Bang Rio had
Jadi Din ... sebelum duitku buat kalian aku cuma mau nanya sama kamu Dini dan Gilang. Ini punya siapa?" Tunjukku pada jarum suntik serum penetral "bisa" yang aku temukan dalam mobil Kinanti. Bukankah waktu itu sopirnya Gilang. Mata Gilang terbelalak kaget. Ia tampak Shock aku mengeluarkan serum dari dalam tas."A-aku tau itu, Kak. " ucap Dini terbata."Katakan apa yang kamu tahu, Din?" tanyaku menatap matanya serius. Aku tidak ingin meninggalkan momen ini, momen di mana aku melihat dua anak manusia tukang zina ada di depan mataku, dan aku yakin mereka berdua pasti ada di balik kejadian peristiwa naas yang dilalui oleh suamiku dan ketika aku tahu siapa biang keladinya, aku tidak akan tinggal diam.Mereka semua akan ku habisi satu persatu tekadku bulat.satu yang harus aku list dari analisa prioritas untuk mengetahui kejadian. Ada apa tiba-tiba malam ini Dini dan Gilang begitu kompak mendatangiku? dengan dalih hanya untuk meminjam duit, rasanya mustahil mereka tidak punya duit termasuk
Di sana juga sudah ada tante Yuni dan Om Santoso keduanya mengangkat alisnya melihat ke arahku dan mereka mengacung jempol karena aku membawa polisi dan pengacara.Adegan ini akan berlanjut ke episode selanjutnya, siapakah yang menang? apakah kalian yang tega ingin membunuh suamiku? hingga dengan begitu warisan kalian dapatkan?Apa karena harta warisan itu Sudah digadaikan oleh Budiman ke bank kemudian kalian tidak akan ada bagi-bagi harta di sini?Aku tertawa terbahak-bahak di dalam hati."Assalamualaikum," sapaku pelan. Semua mata kini menghadap ke arahku.Kinanti seolah tak terima melihat kedatanganku, ia melotot. Tante Sari memindai tubuhku seakan aku barang langka yang baru saja ia temukan."Mau apa kamu kemari? katanya mau cerai dari anakku! ngapain masih nongol," semburnya tajam."Hei, nenek lampir. Tanya noh sama orangnya, dia mau gak cerai dari aku," cibirku sombong.Tante Sari berdiri. mensejajarkan tinggi tubuh kami. tersenyum mengejek."Bego, kau itu cuma orang luar yang ga
Aku melihat senyum Kinanti begitu cerah mendengar kata perceraian. Aku memang sengaja menghadirkan pengacara agar lebih mudah menyelesaikan masalah, Karena aku tahu kalau Rio tidak akan pernah menandatangani suray perceraian, karena ia pernah berjanji sebelum menikah padaku.Apapun yang terjadi padaku. Bang Rio tidak akan pernah pergi. Bahkan ia pernah berjanji begini,"Dik, suatu hari jika terjadi di hati kamu berpaling rasa, cintamu tak hanya untuk abang semata, satu hal yang harus kamu tau, Rum! abang tetap mencintai kamu selamanya."Kalimat seperti itu tidak hanya sekali diucapkan Bang Rio melainkan berkali-kali. Ia tidak mau kehilangan diriku. Pengacara kondang Said Hutapea yang sengaja kuundang menyodorkan kertas pada Bang Rio. Ia menerima kertas tersebut di depan semua orang.Aku dan Bang Rio sepakat akan bertemu di rumah peninggalan nenek bagian ibuku, yang kadang ditempati Tante Yuni kadang kosong. Di sana ia akan menyerahkan surat cerai. krek ...Semua menatap kami. Bang R