Bab 104
"Farid janganlah kamu terlalu bersikap seolah-olah tahu seluruh seluk beluk hidupku! Termasuk soal mobil yang memang pada kenyataanya banyak aku miliki. Apa aku harus memberitahumu jika mobil yang sedang kuparkir di depan kontrakan ibu angkatku sekarang adalah mobil lamaku? Lagian juga aku cuma ke kontrakan kecil seperti ini, buat apa pula aku harus mengendarai mobil mewah." Arza berkata pas dengan alasan yang sedang melintas dalam benaknya. "Oh ya, maaf Pak! Maaf jika ucapan saya barusan terdengar salah." Farid menangkupkan kedua tangan didepan dada. "Nah kan tahu kamu!" "Hmm ... maaf, sebenarnya saya bela-belain datang ke sini untuk meminjam uang, Pak." lanjut Farid malu-malu. "Ooh, mau pinjam uang?" mata Arza melotot. "Iya Pak, saya mau minjam karena sedang sangat membutuhknnya. Dan ini amatlah pBab 105 "Rencana jitu? Bagaimana maksudnya?" tanya Zea penasaran. Debbie tersenyum. "Akan kuberitahu kau pada saat yang tepat. Tapi ingat! Tidak ada seorangpun yang boleh tahu kecuali kita berdua. Tugasmu hanya sedikit saja."Zea mengangguk.***Matahari telah lama tenggelam di ufuk barat. Menyisakan malam yang perlahan mulai gemerlap dengan cahaya. Davin dan dan Divan melangkah keluar dari masjid. Usai menunaikan ibadah sholat isya. Ya, hari ini mereka pulang. Para mahasiswa dan mahasiswi sedang bersukacita menikmati libur selama beberapa hari. Seperti biasa, dua anak tersebut selalu menyempatkan diri untuk melakukan ibadah shalat untuk sekedar mengingat Tuhan dan mengungkapkan rasa syukur. Di dekat mobil, mata Davin dikejutkan oleh seorang w
Bab 106"Aku wanita, tapi aku bisa melebihi kekuatanmu. Dasar anak gendut! Huuuh ...!" wanita itu semakin menekankan pistolnya ke leher Divan. Sebutkan kedua tangan wanita tersebut yang semakin keras, membuat Divan merasa tercekik luar biasa. Nafasnya tak mampu untuk keluar melintasi tenggorokan. Pita suaranya tak mampu lagi untuk mengeluarkan teriakan. Tenaganya benar-benar kalah. "Bersiaplah untuk mati! Badjingan!" Geram sang perempuan."Mama! Saatnya dendammu terbalaskan tanpa meninggalkan jejak!"Senjata api di tangannya bersiap untuk di tembakkan. Prank!!! Tiba-tiba kaca mobil pecah dengan diiringi seseorang melompat masuk. Wanita bermasker tersebut terkesiap. "Kak Davin!" Divan seperti menemui malaikat penolong. "Cepat keluar Divan!" Serta
Bab 107Seorang wanita berjalan tergopoh-gopoh keluar dari mobil. Sedangkan seorang perempuan yang lain menunggunya di kamar apartemen. "Bagaimana, Debb? apa semua berjalan lancar? mengapa kau tidak segera menelponku?" Zea menghampiri Debbie dengan langkah tergopoh-gopoh. Debbie belum juga menjawab. Nafasnya masih ngos-ngosan. "Debbie, apa kau dalam keadaan baik-baik saja?" Zea khawatir dengan sikap Debbie yang menyiratkan gelisah. "Lihat!" tiba-tiba Debbie menunjukkan lengan atasnya. Sebuah luka menganga terlihat di sana hingga membuat Zea sendiri bergidik melihatnya. darah segar mengucur. "Mereka meluikaiku!" Debbie kembali bersuara. "Astaga! Mengapa bisa sampai terjadi seperti ini?" Zea kaget mendengarnya. "Bukankah kau bilang telah meng
Bab 108 Debby seakan abai dengan pertanyaan Zea. Dia masih saja sibuk mencari-cari sesuatu. Tidak lama kemudian, gadis itu berlari keluar. Ke arah parkiran mobilnya. Zea mengikuti langkah itu dari belakang. Beberapa kali terlihat Debbie memeriksa seisi mobil. Namun sepertinya ia tidak menemukan apa yang ia cari. Masker dan sarung tangannya tetap tidak ia lepaskan. "Kau terlihat sangat panik, Debb. Katakan padaku apa yang telah terjadi?" Zea melirik Debbie aneh. "Ssst ...!" Debbie menempelkan telunjuk pada mulutnya yang sedikit maju. "Bisakah kau membantuku, Mbak Zea?" Debbie menghentikan aktivitasnya. "Membantu apa? Jika aku bisa, mengapa aku harus menolak."Debbie tersenyum mendengar jawaban itu. "Bisakah Mbak Zea aku mintai tolong untuk membawa mobilku k
Bab 109 (47) "Nak, ada apa dengan kalian?"Nadine terlihat gusar mendapati Divan dan Divan pulang dalam keadaan letih, lesu dan arah jarum jam yang sudah menunjukkan waktu mulai larut malam. Davin dan Divan merasa bingung dan bimbang harus bercerita mulai dari mana. Mereka merasa belum siap menceritakan semuanya. "Duduklah terlebih dahulu!" Nadine menyodorkan air putih kepada putra kembarnya. "Tenangkan diri kalian terlebih dahulu! Setelah nanti kalian merasa tenang, baru kalian memberitahu kami apa sebenarnya yang telah terjadi." George ikut menimpali. "Tidak, Pa. Kami tidak apa-apa." sahut Davin berbohong. George memperhatikan baik-baik sorot mata kedua anaknya. Mata mereka sungguh tidak bisa menyembunyikan kegelisahan yang kini tengah mereka sembunyikan.
Bab 110Serta merta Nadine memperhatikan ke arah sumber suara. "Siapa di sana?" rimbun dedaunan bonsai menghalanginya untuk melihat wajah sang pemanggil. "Ini aku, Nyonya." seseorang tersebut kembali menjawab seraya membuka masker yang tengah ia kenakan. Nadine kian merasa heran melihat seseorang berdaster hitam yang menjawab pertanyaannya. Seperti tidak asing. "Haa? Bik Lasmi? Kenapa pagi-pagi buta begini sudah berada di taman?" Nadine bertanya. di samping rasa heran yang menghinggapi relung hatinya melihat Bik Lasmi telah berada di taman, sedangkan hari masih begitu gelap.Bik Lasmi adalah pembantu yang telah bekerja padanya selama bertahun-tahun. "Ah tidak, Nyonya. Tadi saya melihat ada yang aneh di taman ini. Eh ternyata hanya kucing tetangga yang mencoba masuk ke rumah." lanjut Bik Lasmi. Setidaknya
111 "Apa? Kalian tahu soal ini?" tentu saja ucapan putranya membuat Nadine kaget. "Ssst ...! Ada sesuatu yang harus kita selidiki dari Bik Lasmi." ujar Davin dengan tatapan mata serius. Nadine menyimak kata demi kata. "Ya, Ma. Kak Davin benar. Tadi pagi aku mendengar Bik Lasmi berbicara dengan seseorang di telepon genggamnya." timpal Divan. "Apa yang dia bicarakan dan pada siapa dia berbicara?" tanya Nadine tak sabar. "Sepertinya kita juga harus memberi tahu Papa. Tapi pelan-pelan, kita harus mencari tempat yang tepat. Jangan sampai membuat Bik Lasmi curiga." ucap Davin. "Baiklah." Nadine beranjak. Sedangkan di taman, Bik Lasmi masih terbayang-bayang dengan pembicaraannya dengan seseorang beberapa waktu yang lalu. *** Kala itu pada saat menjelang subuh. Bik Lasmi berjalan tergopoh-
Bab 112 "Gak tahu itu punya siapa kok jadi kayak aneh gitu ya? Serius." mata Bik Lasmi seperti keheranan. "Aduh ... Apa saya buang aja kali ya? Saya takut ini ada apa-apa, soalnya ada firasat buruk juga. Kenapa bisa bungkusan ini berada di samping minuman Den Divan yang barusan saja aku buat. Kalau ada apa-apa sama Den Divan, bisa-bisa aku yang di salahkan bahkan bisa di pecat." Bik Jum semakin panik dan khawatir. Bik Ladmi juga nampak gusar. "Aku aku takut benda dalam bungkusan ini berbahaya. Tapi siapa yang menaruh benda seperti ini di sana. Ntar kalau ada yang tidak-tidak, pasti aku yang disalahkan sama nyonya?" Bik Jum kembali mengulangi kalimat yang sama dalam keadaan panik. "Tadi barusan aku ingin menanyakan perihal bungkusan ini kepada secara langsung sama Den Divan. Tapi saya lihat Den Divan sedang