Mendengar itu, Arya memijat pelipisnya yang berdenyut. Padahal ini masih pagi, tetapi ada saja keributan disebabkannya oleh kedua orang yang menginginkan Devan. "Bisakah kalian tidak ribut? Malu di sini sudah ada pelanggan. Amanda, sebaiknya kamu tunggu saja Devan di ruangannya dan kamu Maura, harus ikut denganku. Kita akan memulai training dulu," papar Arya.Adiba melirik kepada pria bernama Arya, sang gadis kesal karena pria itu malah mengakhiri pembicaraan mereka. Padahal, biarkan saja Amanda dan Maura debat, dengan begitu Adiba akan tahu sampai mana rahasia Maura terhadap perilakunya kepada Lusi. Sayangnya, semua sudah berakhir. Adiba jadi bingung, dia harus tetap di sini atau memilih untuk pergi. Sementara tidak ada informasi lagi yang dia dapatkan. Sialnya, dia tidak merekam pembicaraan mereka tadi. Hanya mengambil foto saja.Adiba memilih tetap di sini, mungkin ada kesempatan lain untuk mendapatkan rekaman kedua orang itu. Selang 10 menit, Devan pun datang. Adiba kaget meliha
Devan semakin bingung karena kehadiran Maura. Sebelumnya, dia sama sekali tidak merasa mempekerjakan Maura. Sekali lagi Devan memastikan apa yang membuat Maura ada di sini. Mungkin saja gadis itu hanya sedang bermain atau berkunjung saja. "Kamu kerja di sini?" tanya Devan, lagi membuat Maura jadi salah tingkah, lebih tepatnya takut kalau pria itu marah kepadanya. Sementara Adiba masih berusaha untuk merekam pembicaraan mereka. Rasanya tak nyaman sekali memakai kacamata, hoodie dan juga masker. Tetapi demi kebaikan Lusi, dia harus melakukan ini semua. "Ayo jawab! Kenapa kamu ada di sini? Kamu bekerja?" tanya Devan lagi, karena belum mendapat jawaban apa pun dari Maura.Gadis itu terkesiap mendengar nada bicara Devan. Dengan cepat Maura pun menjawabnya walaupun terbata-bata."I-iya, Mas. Aku kerja di sini.""Apa?!" Devan memejamkan mata sembari berdecak kasar. Ini masalah untuk Devan. Dia sama sekali tidak pernah memperkerjakan Maura. Pria itu langsung melirik kepada Arya dan tahu k
Raka tidak punya pilihan lain, harus menandatangani surat perjanjian yang ditunjukkan Lusi. Padahal dirinya hanya ingin kembali kepada Lusi dan hanya menikmati harta itu. Dia benar-benar tidak pernah terpikirkan untuk merampas semua harta Lusi, kecuali ibunya.Mungkin saja Bu Sinta memang punya rencana lain, sampai mendorongnya untuk kembali kepada Lusi. Pria itu baru menyadari hal itu sekarang, karena terlalu fokus mengejar sang mantan istri. Bukan hanya itu saja, ini juga akan semakin memberatkan Raka untuk mendapatkan hati sang wanita. Tetapi, dia sudah bertekad dalam hati, akan benar-benar memperjuangkan wanita di depannya ini. Lusi tahu kalau sebenarnya Raka berat hati menandatangani itu semua, tetapi akan lebih menyakitkan lagi kalau dia kembali ditipu oleh sang pria. Jadi, ini merupakan sebuah penjagaan untuknya agar tidak terjadi hal yang buruk. Setelah selesai, Lusi merasa puas. Dia langsung menyuruh Raka untuk mengerjakan beberapa berkas. Tentu saja ini tidak boleh terlew
Adiba menghela napas panjang. Dia duduk tepat di depan Lusi. “Lakukan yang seharusnya kamu lakukan, Lus.”“Tapi, dia itu adikku, Diba.”Sesuai dengan perkiraan Adiba, Lusi akan lemah karena hubungan darah di antara mereka. Tetapi, Adiba harus meyakinkan Lusi kalau semua ini akan memberikan dampak yang buruk bagi Lusi, terutama Alia.“Ya, aku paham. Dia keluargamu yang berharga. Tetapi, lebih berharga mana dengan anakmu?”Wanita itu kontan menoleh mendengar perkataan Adiba. “Apa maksudmu?”Adiba terdiam. Padahal saat bertemu kembali dengan wanita ini, Adiba melihat kekuatan di mata Lusi meskipun sang teman dalam keadaan terpuruk. Tetapi, karena ikatan darah, semua kekuatan itu akhirnya runtuh juga. Sampai tidak sadar bahaya apa yang sedang menanti sang wanita.“Lus, bagaimana kalau ternyata Maura mencelakai Alia?”Wanita di depannya ini langsung berdiri dengan wajah kaget. “Itu tidak mungkin, Diba. Sebelum kamu ke sini, Maura terlihat sangat menyayangi anakku.”“Itu kan di depan kamu. T
"Lus, kenalkan. Dia calon suamiku."Alis Lusi bertaut kencang ketika mendengar Mila memperkenalkan seorang pria di hadapan sebagai calon suaminya. Daging merah di dalam dadanya berdenyut keras mendapati sosok pria yang sedang berdiri mematung di sana.Suara Lusi pun terasa tersekat di tenggorokan. Matanya berubah nanar melihat pria yang hanya diam memandangnya dengan tatapan yang tak dapat ia artikan. Sungguh, ini bagaikan mimpi buruk bagi Lusi.Pijakan Lusi di atas bumi ini seperti berputar dan suara Mila seakan makin menjauh dari pendengaran wanita itu.'Tuhan, jika ini hanya mimpi buruk, tolong biarkan aku terjaga.' Lusi membatin dengan perasaan yang penuh kegundahan."Kamu kenal dia, kan?" tanya Mila. "Dia Mas Raka, suamimu," ucapnya sembari tersenyum. Ia melontarkan kalimat itu tanpa rasa bersalah.Jelas saja Lusi kenal dengan pria itu!Dulu, Lusi akan ikut senang jika Mila tersenyum seperti itu. Karena, dia adalah sahabatnya. Ya, orang yang Lusi sayangi setelah keluarganya. Aka
Lusi kembali menjerit di depan Raka. Akan tetapi, pria itu tetap bergeming.Tatapan Lusi teralihkan pada sahabat yang sekarang sudah menjadi musuhnya. Padahal, dia menyayangi Mila seperti saudara sendiri. Namun, malah air tuba yang Mila balas untuk susu yang telah Lusi berikan.Senyum itu, kini tampak menjijikkan di mata Lusi. Mila masih saja tersenyum walaupun sudah ia hina. Mungkin urat malunya sudah putus sampai Mila dengan bangga mengakui kehamilan hasil dari perselingkuhan. Luar biasa sekali."Untuk kamu! Aku baru tahu kalau kamu ternyata cuma seorang jalang!"Wajah Mila seketika berubah. Ada kemarahan yang mulai terlihat di rautnya. Entah kenapa, itu justru membuat rasa sakit Lusi pelan-pelan tersamarkan."Aku memberimu kepercayaaan, tapi malah disalahgunakan. Aku tidak tahu kalau selama ini kamu hanyalah barang murahan!"Kali ini ekspresi dua orang itu menegang. Mungkin tidak menyangka jika seorang Lusi bisa mengeluarkan kata-kata pedas dan menohok."Kalau memang kamu mau Mas
"Aku brengsek, katakanlah begitu. Tapi, aku terpaksa melakukan ini semua."Lusi tersenyum miring mendengar perkataan pria itu. 'Terpaksa katanya? Mana ada hubungan terpaksa yang menyebabkan wanita sundal itu hamil?' rutuk Lusi dalam hati."Terpaksa yang nikmat, ya, Mas. Kamu sampai menghamili Mila karena keterpaksaanmu."Raka mengerang keras. Dia mengguyar rambutnya dengan kasar, lalu kembali menatap Lusi dengan sendu. Wah, hebat sekali suaminya itu. Dia bisa melakukan akting dengan baik."Makanya, dengarkan aku dulu, Lus. Aku akan jelaskan kenapa sampai Mila hamil. Aku hanya ingin kamu mendengarkan penjelasanku." Suara Raka sangat lirih, sesaat Lusi tersentuh. Tetapi, bayangan Mila yang memeluk mesra lengan Raka membuat iba itu hilang begitu saja."Tidak perlu kamu jelaskan apa pun, Mas. Karena semua sudah terlambat. Tidak ada yang berubah, karena nyatanya kamu harus menikahi Mila."Raka terdiam. Dia masih menatap Lusi sendu. Kali ini sesal menyelinap antara kesedihan di mata Raka. L
"Mas!" Lusi menaikkan nada bicara karena kesal pada Raka. Untuk apa Raka memohon pada Lusi jika tidak mau jujur? Tadi saja memaksanya untuk mendengarkan penjelasan Raka. Tetapi, sekarang? Kenapa dia bungkam? Apakah dia sudah berubah pikiran? Semua pertanyaan itu berputar di benak Lusi. "Kalau kamu tidak jawab pertanyaanku, maka--" "Tiga bulan, Lus." Jawaban Raka seperti petir yang menggelegar di atas kepala Lusi. Menyentak jantung dan meluluh lantak1an persendiannya. Apa katanya? Tiga bulan? Itu artinya saat Lusi mencarikan kontrakan baru untuk Mila dan itu kontrakan milik Lusi. Gila! Bagaimana bisa mereka melakukan pengkhianatan di belakang Lusi semulus ini? Lusi kecolongan sampai akhirnya Mila hamil duluan. "Hahaha. Luar biasa, Mas." Entah apa yang mendorongnya sampai tertawa seperti ini. Tidak ada yang lucu, justru hanya ada kepiluan dan miris akan nasib diri. Lusi menertawakan diri sendiri yang bodoh karena terpedaya oleh dua orang pengkhianat itu. "Tiga bulan? Itu artinya