"Pesan dari siapa Shireen? Hah?"Shireen tidak kunjung menjawab. Ia masih terperangah terkejut dan segera membenarkan posisi wajahnya.Tidak menunggu wanita itu menjawab, ia segera membaca pesannya.'Bram'.[Selamat malam Sayang ...-]Baru membaca pesan teratas, ia sudah akan naik pitam. Darahnya hampir mendidih membaca sapaan sayang.Mata yang sebelumnya melihat layar ponsel, beralih melihat kearah Shireen. Ia menatap tajam istrinya itu.Wanita yang sudah ketahuan busuknya itu hanya menundukkan kepala. Plak!Dengan cepat ia menampar wajah Shireen hingga membekas merah. Terlihat jelas jari tangan Daffa disana."Sakit, Mas!" rintih Shireen dengan memegang pipinya yang terasa panas."Rasakan kamu wanita binal! Aku sudah yakin jika perbuatan kamu di belakang ku seperti ini! Sudah dengan berapa pria kamu tidur? Hem?" tanya Shireen.Shireen hanya menggelengkan kepalanya takut. Karena memang bukan hanya dengan dirinya saja ia melakukannya. Juga dengan Bram. Bahkan bayi dalam kandungan ini
Terdengar suara riuh dari depan rumah Daffa Ardiansyah. Daffa menghentikan perdebatannya dengan Shireen. Dan keduanya berjalan mendekati pintu utama."Ada apa di depan? Kenapa ramai sekali?" tanya Daffa, perasaannya sudah merasa tidak nyaman.Ia mendekatkan daun telinga dengan pintu. "Pak Daffa, keluarlah! Berikan gaji kami segera!""Pak Daffa! Sudah tiga bulan lamanya, gaji kami tidak Bapak berikan!""Kapan Bapak berikan hak kami!""Mulai besok kami akan mengadakan mogok kerja! Semua pegawai kantor absen! Sampai Bapak memberikan semua hak kepada kami!"Seperti itulah teriakan-teriakan mereka pada Daffa didepan koridor depan. Daffa kini ketakutan. 'Kenapa hidupku jadi seperti ini sih! Aku sudah tidak bisa meminta bantuan siapapun. Aku harus bagaimana?'"Kenapa kamu tidak keluar, Sayang! Jangan jadi lelaki pengecut kamu! Keluar dan hadapi mereka!" titah Shireen."Sialan kamu! Mereka bisa menerobos masuk! Dan melihat tubuh kekasihmu itu pingsan. Mereka akan berpikiran macam-macam terha
"Mas Willy?" Perasaannya sedikit lebih lega, karena ia pasti akan selamat dari kejadian ini."Berusahalah! Ayo Sayang!" ucapnya, terlihat jelas ia sangat berusaha membantu Nilam naik ke atas permukaan."Aku tidak kuat, Mas!" ucapnya.Berulang kali ia berusaha memanjat tebing itu, kakinya selalu tergelincir."Jangan berkata seperti itu. Ayo berusahalah! Kamu akan selamat. Lihat lah Angel! Dia masih membutuhkan seorang ibu!"Angel berdiri jauh dari tempat itu, William yang memintanya.William terus berupaya sekuat tenaganya. Hingga sedikit tubuhnya menunduk. Untuk meraih lengannya."Mari kami bantu! Pegang tali ini kuat-kuat Nyonya!"William terkejut mendengar suara beberapa orang datang untuk membantu sang istri, yang berada dalam ujung maut itu.Kedua sudut bibirnya terangkat. Bersyukur ada yang sudi menolong mereka.Nilam meraih tali dengan ukuran besar itu. Dan mencoba memanjatnya pelan-pelan. Dan, tak lama kemudian ia berhasil diselamatkan."Terima kasih, para bapak-bapak. Saya t
[Maaf Pak! Hari ini ada meeting dadakan. Saya tidak bisa membuat waktu untuk mengulur], kata Tiara dari seberang telepon.[Kamu kan tahu tiga hari ini aku ada liburan keluarga bersama anak istriku! Kalau mau besok adakan meeting itu!], titah Willy tegas.[Maaf klien Bapak tidak menyetujuinya, mereka berkata Jika Bapak tidak bisa hadir hari ini maka kontrak kerjasama antara perusahaan kita dengan perusahaan miliknya dibatalkan.][Memang siapa presiden direkturnya? Jika mereka dari perusahaan rendahan biar saja batalkan sekalian!][Mr. Antonio Pak Willy.] jawab Tiara. Seketika Willy berdiri. Membuat mereka yang menatapnya ikut bingung.[Undur 4-5 jam. Aku akan sampai Surabaya menggunakan jet pribadiku!]Tit!Setelah William mengakhiri panggilannya, yang menyuruh Nilam dan Angel untuk bersiap-siap kembali ke Surabaya karena ada pekerjaan yang lebih penting."Yah... Kenapa kita pulang cepat Papa? Padahal kan masih ada satu hari lagi untuk kita habiskan liburan di sini?" tawar Angel mengg
"Kenapa kamu melarang aku melaporkan ke polisi? Hah? Apa kamu tidak kasian pada Angel, jika pencuri itu akan berbuat sesuatu pada anak kita!" tegas William.Nilam terdiam dan mulai bersuara. "Bukan begitu, Mas. Aku takut saat kamu lapor pada polisi keadaan Angel makin diperburuk oleh mereka. Kita tidak tahu kan apa kemauan penculik itu!""Memang kamu tahu apa keinginan mereka? Apa mereka tidak memberi informasi lagi? Coba kamu telepon nomer tadi. Mungkin masih aktif!" titah Willy dalam kebingungan.Nilam mengangkat kembali ponselnya dan melakukan panggilan ke nomer pengirim gambar-gambar tersebut.Ia mengeraskan volume suara. Mereka mendengar jelas, jika nomer sudah di nonaktifkan."Bagaimana ini, Mas?" Nilam ikut bingung."Sudah, kamu diam-lah! Aku akan berusaha mencari bantuan!" kata Willy.Sebuah email dikirim kembali ke akun Nilam.'KAMU KATAKAN JIKA KAMU ORANG LAIN! BUKAN NILAM!' ATAU NYAWA ANGEL TARUHANNYA!'Nilam terdiam. Dan akhirnya dia memberanikan diri menunjukkan isi email
"Angel benci Tante! Tante jahat! Tante seperti seorang iblis!" umpat Angel tiada henti."Nih rasakan!" Widya menyumpal mulut Angel dengan kain. Hingga gadis itu tidak dapat bersuara."Haha, rasakan! Telinga ku sakit mendengar kamu sangat cerewet itu! Kalau di sumpal begitu kamu jadi anak manis 'kan!"Angel hanya bisa bergerak kesana kemari tanpa suara. Ia kali ini bingung. Bagaimana meminta bantuan orang diluar sana.Brak!Brak!Terdengar suara beberapa orang menggebrak pintu depan. Widya terkejut. Siapa yang berani menggebrak pintu sekeras itu. Tidak mungkin jika itu anak buahnya."Bos! Ada beberapa orang didepan pintu. Sepertinya mereka seorang pria suruhan!" kata ank buah Widya melapor."Bukan polisi?" tanya Widya memastikan."Bukan Bos! Mungkin mereka adalah orang suruhan Willy," tegasnya menerka. "Bagaimana setelah ini Bos?""Kita harus melarikan diri dari sini, sebelum mereka menangkap kita," kata Widya memberi saran."Mari Bos! Biarkan saja anak dan sopir itu di sana. Sebaik
"Sudahlah, jangan ikut campur masalah suami mu ini. Hutangnya pada Bos kami sudah menggunung.Dan sudah 5 bulan dia tidak bisa membayar cicilannya sedikitpun!" jelas salah satunya."Ya, berikan keringanan. Aku mohon! Hidup keluarga kami sedang susah, jadi tolong berikan sedikit kebaikan kalian untuk keringanan kami," kata Shireen memohon."Sudahlah Shireen. Jangan ikut campur. Aku bisa atasi sendiri!" teriak Daffa. Dengan menyingkirkan tubuh Shireen yang menghalanginya. "Baiklah! Mana bolpoin-nya!" Segera Daffa meraih kasar benda kecil panjang itu dari tangan pria di sampingnya.Dan mempercepat memberi tandatangan yang mereka pinta, dari lembar pertama sampai lembar terakhir tanpa membacanya."Mas, kenapa tidak kamu baca dulu semua isinya? Jangan asal main tanda tangan begitu? Jika disana mereka meminta harta lain yang kau miliki, lalu kamu tidak bisa membayar semuanya. Kita akan jadi gelandangan, Mas!" sergah Shireen.Semuanya sudah terlambat, Daffa menyerahkan map itu pada mereka.
"Bagaimana pendapat kamu, Mas?" tanya Nilam.William tidak kunjung menjawabnya. Ia butuh membaca dan ketelitian dalam mengambil sebuah keputusan.Setelah ditelaah, perusahaan Bhaskara yang akan menanggung banyak biaya. Untuk rugi di limpahkan pada perusahaan Bhaskara."Tidak Sayang. Kamu kurang teliti. Lihatlah di bagian deskripsi ini. Kamu akan menjumpai ketidakpastian-nya!" jelas Willy dengan menunjuk bagian yang belum dimengerti Nilam."Tidak, Mas. Pada paragraf selanjutnya, telah dijelaskan bahwa seluruh aset akan menjadi milik kita. Kamu baca kembali!" suruhnya."Baik. Aku bawa berkas ini. Nanti aku akan berikan keputusanku. Untuk kalian para sekretaris, bisa melanjutkan meeting nya. Saya masih ada pekerjaan yang harus saya kerjakan pagi ini.""Baik, Pak!" jawab ke dua wanita cantik yang menjabat sebagai sekretaris itu.Nilam mengecek laptop sambil mendengarkan mereka berargumentasi mengenai proposal lain. Sementara mata Nilam melihat di layar ada email masuk. Dari Daffa Ardians