‘’A—apa ya, Mas?’’ ucapku terbata.
‘’Kamu pernah dengerin nada dering hp nggak di lemari atau di mana gitu?’’ tanya Mas Deno spontan yang tengah memasang bajunya.‘’Hp? Hp kamu, Mas? Bukannya kamu ke kantor bawa hp?’’ Aku mencoba memasang muka seolah-olah tak tahu menahu perihal benda pipih yang sedang ditanya oleh suamiku. Kuyakin yang dimaksud oleh Mas Deno adalah benda pipih yang kutemukan di bawah lemari itu. Kutatap mukanya seperti tengah menyembunyikan sesuatu dariku.‘’Rasain kamu tuh, Mas! Pasti mau menyembunyikan sesuatu dariku, terlambat! Semuanya aku udah tahu! Pasti sedang mencari alasan dan mengelak lagi tuh!’’ Aku tersenyum sinis memandanginya yang tengah terdiam sedari tadi.‘’I—iya, maksudku hp temen kantorku. Dia nitipin ke aku.’’ Dia menggaruk kepalanya yang menurutku tak gatal sama sekali.‘’Rasain kamu, Mas. Baru itu aja kamu udah kayak gitu!’’‘’Ngaco deh kamu, Mas. Yang bener aja kali, dia nitipin hp ke kamu. Atau.. Kamu yang bohong sama aku?’’ kesalku spontan keluar dari mulutku.Dia malah kaget bukan main dan matanya melotot.‘’Rasain kamu, Mas!’’‘’Ka—kamu bilang apa sih, Sayang? Nggak mungkinlah aku bohong sama kamu, kalo kamu nggak percaya ayo kita telpon temenku itu. Telpon aja ke nomor istrinya.’’Ciuh! Aktingmu sangat luarbiasa Mas patut diacungi jempol kaki. Dia malah bergegas menghenyak di sampingku dan mendekat ke arahku. Aku harus berpura-pura percaya sama dia, agar dia tak mencurigaiku. Nanti rencanaku malah gagal lagi.‘’Mas, ma’afkan aku. Aku percaya kok sama kamu,’’ lirihku yang memulai bersandiwara. Kupasang wajah sebaik mungkin. Dia menatapku.‘’Mas, Mas!’’ batinku sembari tersenyum sinis.‘’Makasih, Sayang. Ngga mungkinlah aku bohong sama kamu. Ngga mungkin juga aku punya dua hp. Untuk apa coba?’’‘’Muak aku mendengar kata-katamu, Mas!’’Aku terpaksa senyum dan membalas tatapannya agar dia tak begitu mencurigaiku.‘’Sama-sama, aku juga bilang makasih ke suamiku ini. Karena kamu udah setia dan jujur sama aku, nggak kayak di sinetron ikan terbang itu yang berkhianat sama istrinya,’’ ucapku dengan sengaja. Dia seketika wajahnya berubah menjadi masam. Kutahu dia kaget dengan apa yang kukatakan barusan.‘’Kamu kenapa, Mas? Kamu sakit?’’ tanyaku menatap wajah masamnya dan dia memalingkan muka.‘’Huh, dari sana aja udah tahu kamu tengah menutupi sesuatu dariku!’’‘’A—aku kayaknya laper banget deh dan perutku juga sakit,’’ kilahnya yang kukira kembali berakting dan memegangi perutnya.‘’Kenapa belum makan sih? Kan kamu bisa makan di kantor atau di luar.’’‘’Aku maunya masakan kamu aja, Nel. Eh, pas pulang kamu malah nggak masak sama sekali. Kan kamu tahu, kalo Mas sukanya cuma dimasakin kamu,’’ sungut lelaki itu yang membuatku muak dengan ucapan yang penuh dengan dusta.Biasanya aku selalu menyediakan makanan untuk Mas Deno sepulangnya dari kantor sesibuk apapun aku tetap menyediakan makanan di meja makan dan sesakit apa pun yang kurasa tetap memaksa untuk membuatkan makanan untuknya. Kini? Rasa hati yang begitu perih membuat aku malas dan enggan membuatkan makanan untuknya. Untuk apa aku memasak untuknya jika aku diperlakukan seperti ini dan selama 4 tahun dia berselingkuh di belakangku tanpa kuketahui. Selama ini telah kuberikan segalanya, bahkan tabunganku dulu kuberikan ketika dia pernah dipecat di kantor yang berbeda. Susah senang telah kutemani dia, aku mau hidup susah demi dia. Ternyata apa balasan darinya? Semudah itu dia berpaling dariku. Dan dia bermain dengan janjinya yang dulu diucapkannya ketika almarhum Papa masih hidup. Dia berjanji bahwa dia tak kan pernah mengkhianatiku dan akan selalu hidup bersamaku sampai maut memisahkan. Tetapi janji itu hanya mampu diucapkannya saja tanpa menepatinya. Sungguh tak bisa dipercaya janji lelaki itu.‘’Ma’af, Mas. Aku lagi nggak enak badan, makanya nggak bisa masak. Kita makan di luar aja gimana?’’‘’Apa kamu bilang? Makan di luar?’’ ulangnya kembali dengan kening mengernyit menatap pupil mataku. Jangan-jangan dia marah lagi, habisnya kan dia tak suka makanan di luar, tak sesuai dengan selera perutnya.‘’Ujung-ujungnya aku yang masakin dia deh! Enggak ahh! Kali ini aku akan cari alasan sebanyak mungkin! Enak aja, aku tukang masakin dia, eh dianya enak-enakan selingkuh dengan wanita itu!’’Aku mengangguk secepatnya.‘’Iya, emang kenapa, Mas? Kita cari aja masakan yang enak deh, gimana kalo masakan Padang?’’‘’Kan kamu tahu sendiri, aku nggak suka masakan orang lain. Maunya cuman masakan kamu, Nel,’’ sungut Mas Deno yang membuatku muak mendengar sandiwara dan gombalan jawinya.‘’Aku lagi nggak enak badan, Mas. Nggak kuat untuk masak, masa iya kamu tega nyuruh aku masak lagi demam begini,’’ ucapku lirih dengan wajah memelas, kusengajakan. Dia tampak terdiam.‘’Gimana kalo beli di luar aja, dipesen gitu, Mas? Entar deh, aku pilihin masakan yang enak buat kamu.’’Sejenak dia menarik napasnya gusar.‘’Ya udah deh, tapi yang enak ya. Jangan pake lama. Perutku udah lapar banget nih, Nel,’’ sahutnya sembari memegangi perut. Aku mengangguk lantas mengacung jempolku.‘’Mas mandi dulu sana, beberes. Ntar pas pesenan datang, tinggal makan aja deh.’’‘’Kamu bener juga ya, Nel.’’‘’Ya udah, Mas mandi dulu.’’ Mas Deno bergegas meraih handuk yang tengah tergantung, lantas bergegas melangkah ke kamar mandi. Kupastikan dahulu kalau Mas Deno tak kan ke luar dulu dari kamar mandi. Aku akan menyusun rencana kembali. Bergegas kuraih benda pipih dan kartu baruku di bawah kasur. Kuganti kartu lama dengan kartu baruku. Lantas kubuka aplikasi hijau itu dan membuat pesan.‘’Selamat sore, Mba Chika. Ma’af nih, aku menganggu waktu istirahatnya. ‘’‘’Mba, bisa bantu aku nggak?’’ tulisku sambil tersenyum sinis.‘’Wah, udah diread aja tuh.’’ P sedang mengetik.‘’Selamat sore juga, Imelda! Bantu apa ya? Kebetulan aku lagi nyantai aja nih.’’‘’Bantu masakin buat Mas Deno, Mba. Dari tadi dia blom makan, ntar dia sakit loh.’’Kuedarkan pandanganku. Aman!‘’Apa? Masakin? Aku aja nggak pernah masakin dia. Setiap kali makan kami sering makan di luar. Emang ke mana istrinya yang sok suci itu?’’Jleb! Jadi Chika tak pernah masak sama sekali untuk selingkuhannya? Mas Deno sering makan di luar ternyata, kenapa dia katakan kalau dia tak suka makan masakan di luar dan tak sesuai dengan selera perutnya? Sungguh pandai kamu bermanis mulut denganku Mas, pandai sekali kamu membohongiku!‘’Yaudah, Mba beli aja deh di luar makanan kesukaan Mas Deno ya, ntar paketin ke sini. Istrinya sedang demam nih.’’‘’Tolong bantu aku ya? Mba kan sayang banget tuh sama Mas Deno. Ntar kalo dia nggak makan malah dia yang sakit lagi. Jangan pake lama ya, Mba. Paketin 2 porsi, untuk aku satu. Udah dulu ya, temenku nelpon nih, Mba. Byee, makasih.’’Kuedarkan pandanganku kembali.‘’Masih aman. Kan dia memang lama banget mandinya,’’ gumamku sembari mengganti kartu kembali dan bergegas menaruh kartu baruku di bawah kasur.Aku menarik napas pelan.’’Alhamdulillah, untung nggak lama banget. Semoga aja deh, dia langsung mengirimi makanan untuk Mas Deno. Aku ingin lihat gimana ya reaksi muka Mas Deno ketika memandangi makanan yang dianter itu, pastinya dia kaget lah ya?’’‘’Kamu nggak tahu siapa aku sebenarnya, Mas!’’Sesaat kemudian, dia sudah ke luar dari kamar mandi dengan sehelai handuk saja.‘’Gimana, Nel? Udah kamu pesen?’’ tanyanya sambil membuka lemari pakaian dan menoleh sejenak. Kali ini memang aku sengaja tak menyiapkan pakaiannya. Biasanya setiap kali dia selesai mandi aku siapkan pakaian untuknya. Kini? Malas dan muak rasanya. Untuk apa lagi aku bersikap seperti itu pada lelaki yang menorehkan luka besar di hatiku dan di hati putri kecilku.Aku mengangguk.’’Udah dong, Mas.’’ Aku mengacungi jempol lantas tersenyum.‘’Ntar Mas yang bayarin kalo udah datang pesenannya.’’‘’E—eh, nggak usah, Mas. Aku aja yang bayar, ya?’’‘’Bu, Ibu ada mesan makanan? Ini udah datang loh,’’ teriak bibi Sum di depan sana.‘’Hah, akhirnya datang juga.’’ Aku tersenyum sinis.‘’Ya udah, Bi. Siapkan di meja makan ya? Kayak biasanya,’’ sahutku sembari melirik Mas Deno yang asyik memakai kancing bajunya.‘’Kira-kira gimana reaksi Mas Deno melihat makanan yang nggak asing baginya ntar ya? Nggak sabar deh.’’BersambungAku tersenyum sinis menatap lelaki yang masih berstatus sebagai suamiku itu. Dia mematut diri ke cermin sembari memperbaiki rambutnya. Seketika putriku terdengar merengek.‘’Ma,’’ rengek Naisya. Aku bergegas menghampiri.‘’Duuh, Sayang udah bangun ya, Nak? Kita cuci muka dulu, yuk!’’ ajakku dan bergegas menggendongnya.Sesaat Mas Deno menoleh.’’Biarin Bibi Sum yang jagain Naisya. Kita kan mau makan, Mas udah laper nih,’’ ucapnya dan kembali fokus mematut dirinya di cermin.‘’Naisya belum mandi, Mas. Masa disuruh Bibi yang jaga,’’ sahutku dengan nada kesal. Lalu aku bergegas melangkah. Namun, langkahku seketika terhenti.‘’Nel, itu kan tugas Bibi. Kenapa sih kamu?’’‘’Kamu kayak berubah deh, masa cuman temenin suami makan aja nggak mau. Mana ada selera kalo aku makan sendirian!’’Mas Deno tak kalah ketus nada suaranya dariku. Akhirnya aku terpaksa mengalah. Daripada ribut dan dia mencurigaiku kalau aku sudah mulai tahu semua pengkhianatannya terhadapku. Ya, akan lebih baik jika aku m
‘’Nel, kamu harus jujur sama aku. Di mana sih kamu pesen makanan tadi sore?’’ tanya Mas Deno mukanya tampak memerah. Aku tak menggubris pertanyaannya karena saking asyik bermain bersama Naisya, putriku. ‘’Nel! Kok kamu nggak dengerin, Mas!’’ Seru Mas Deno, suaranya mulai terdengar kesal. Aku menoleh sejenak.‘’Apaan sih, Mas? Orang lagi sibuk main dengan Naisya juga!’’ sahutku ketus. Tanganku sibuk menyusun mainan Naisya agar terlihat menarik dipandangi oleh Naisya. ‘’Apa salahnya sih menjawab pertanyaan doang,’’ sungut lelaki yang masih berstatus sebagai suamiku itu.‘’Kamu aneh-aneh aja sih, Mas. Ya, di warung nasilah aku beli. Masa di toko emas,’’ sahutku seketika.‘’Iya. Di warung nasi, oke. Nama warungnya apa? Kamu sih, tinggal bilang aja kok repot amat,’’ rutuk Papa Naisya seperti kucing yang tengah terjepit, membuatku hampir saja tertawa lepas mendengar rutukannya. Tapi aku mencoba menahan tawa semampuku.‘’Bukan aku yang beli. Temenku itu yang mesan kemaren.’’ ‘’Hah? Apa?
Sayup-sayup terdengar bunyi mesin mobil di luar sana. Itu pasti Mas Deno. Kucoba mengusap mata yang terasa perih dan tak kunjung bisa dibuka. Mataku tertuju ke benda yang melingkar di dinding. Sontak membuatku terperanjat kaget.‘’Pukul 01.00? Ya Allah! Apa aku salah lihat kali, ya?’’ Aku terus saja mengusap bola mataku tak henti-hentinya. Tetapi tetap saja angka 01.00 yang terlihat olehku. ‘’Allah! Ternyata udah larut malam. Aku tertidur setelah curhat ke Bibi, saking lelahnya pikiranku ini,’’ gumamku dalam hati.Langkah kaki terdengar lirih olehku menuju kamar. Aku yakin itu adalah si lelaki pengkhianat. Aku bergegas berpura-pura tertidur lelap dan membelakangi punggungku ke arah pintu. Kupasang pendengaranku dengan sebaik mungkin. Langkah kakinya semakin terdengar dekat dan pintu pun sedikit berderit. Hidungku seakan-akan mencium seperti bau minyak wangi seorang wanita. Ya Allah! Apa itu minyak wangi si pelakor yang lengket baunya di pakaian suamiku? Hatiku sungguh terasa ditusuk
Sepertinya Mas Deno masih kecewa padaku, tampak dari raut wajahnya. Ya, pasti dia kecewa karena aku menolak untuk hamil lagi. Lelaki seperi Mas Deno cukup satu anak saja. Dan aku tak kan mau untuk hamil lagi, sekali pun dia memaksaku. Aku menatapnya dengan tersenyum tipis sedari tadi melihatnya mengaduk-aduk nasi di piringnya itu hanya sesekali disuap oleh Mas Deno, entah apa yang tengah terpikirkan di benaknya itu.‘’Lah, Mas kamu nggak suka masakan aku?’’ tanyaku berpura-pura.Ya, tadi akhirnya aku memutuskan untuk memasak walau aku sempat merasa malas untuk memasakkan seleranya, tetapi aku harus berpura-pura bersikap layaknya seperti biasa, yang tak mengetahui perselingkuhannya. Dia menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.’’Bukan. Aku nggak ada selera aja,’’ sahut suamiku lemah.‘’Dasar kamu, Mas! Aku tahu kamu pasti kepikiran ucapanku tadi pagi yang menolak untuk hamil lagi. Iya kan? Lelaki kayak kamu itu nggak bisa punya anak banyak!’’ batinku sembari menyuap nasi ke mul
‘’Aku heran deh, Nel. Tumben kamu kayak gini,’’ cecar Mas Deno sambil menyunggingkan bibirnya kala berada di mobil. Aku yang masih fokus menyetir menoleh sejenak lantas tersenyum tipis.‘’Heran kenapa? Wajarlah aku kayak gini ke suamiku sendiri. Ada-ada aja kamu, Mas,’’ sahutku sembari menggelengkan kepala lalu fokus kembali menyetir.‘’Aku tuh pengen suami aku kayak lelaki lain penampilannya,’’ imbuhku meliriknya sejenak lalu kembali fokus menyetir.Semoga dia tak begitu curiga dengan sikapku agar semua rencanaku berjalan dengan lancar. Kini aku lebih banyak diam dan fokus menyetir, jadi kami tak begitu banyak mengobrol. Hanya sesekali saja. Entah kenapa selalu saja isi pesan dari si pelakor itu menari-nari di benakku, membuat hatiku teriris dan rasa benci hadir pada si lelaki yang duduk di sampingku ini. Tak berselang lama, aku telah tiba di depan Transmart. Bergegas memarkirkan mobilku. ‘’Yuk, Mas!’’ ajakku kepada lelaki yang masih bergeming sedari tadi. ‘’Ah, iya, Nel.’’ Aku dan
‘’Semoga hari ini semua rencanaku berjalan dengan lancar.’’Aku tersenyum sinis, kupandangi benda melingkar di tanganku, masih menunjukkan pukul 10.00. Kembali fokus menyetir sesekali melirik ke lelaki pengkhianat di sampingku. Dia lebih banyak diam sedari tadi, mungkin khawatir jika aku mengetahui semua pengkhianatannya padaku. Aku bukan istri bodoh! Dan aku bukan wanita untuk dikhianati.‘’Nel, kita ke mana sih? Kita pulang aja yuk!Naisya pasti nyariin,’’ lirih Mas Deno, aku menoleh sejenak dan menatap kedua mata elangnya. Tampak ada sesuatu yang tengah disembunyikannya di sana. ‘’Aku yakin ini tentang pengkhianatannya, dia takut akan terbongkar atau—’’‘’Entahlah!’’ batinku.‘’Kok kamu cemas begitu, Mas? Lucu deh, kamu kira aku akan bawa kamu ke penjara gitu?’’ Aku terkekeh memandangi ekspresi wajah Mas Deno. ‘’Bu—bukan begitu, Nel,’’ kilahnya terbata. Aku kembali menoleh.’’Lalu?’’‘’Kasihan Naisya kalo kita tinggal lama.’’ Dia bicara denganku tapi pandangannya ke depan. Ahh! D
‘’Nel! Cukup, Nel!’’ bentak Mas Deno dengan suara menggelegar dan berusaha merebut benda pipih yang tengah kugenggam.Akhirnya aku terpaksa mengakhiri live di instagram karena dia terus saja berusaha merebut benda pipih dari tanganku, aku takut nanti malah terbentur ke lantai apalagi perjuanganku untuk mendapatkan benda pipih ini sangat susah, dulu ketika aku masih gadis bekerja siang dan malam. Ya, sekarang yang penting followersku sudah tahu kalau lelaki yang selama ini dipuja olehnya adalah lelaki yang hobi main gila dengan wanita murahan. Aku bergegas memasukkan kembali ke saku-saku.‘’Apa kata kamu, cukup? Kamu yang cukup, Mas!’’ jawabku tak kalah lebih emosi lagi.‘’Tega kamu selama ini sama aku! Apa kurangnya aku? Apa yang nggak kuberi ke kamu, semuanya aku berikan! Aku temeni kamu dari nol, Papaku memberikan pekerjaan untuk kamu dan udah kaya raya kamu malah main dengan wanita murahan ini. Kamu bener-bener keterlaluan, Mas!’’ Kuluapkan semua amarahku, aku keluarkan apa yang
Entah kenapa aku sekarang sangat mencemaskan Nelda.‘’Mas, ada apa sih? Kok kamu kelihatan murung begitu?’’ Chika, selingkuhanku bergegas menghampiri dan dia menghenyakkan bokongnya di sampingku.‘’Kamu kepikiran Nelda yang udah mempermalukan kita itu? Mikir dong, Mas! Seharusnya kamu lebih bisa melupakannya!’’ kesal Chika seketika.Ya, beberapa hari nan lalu aku diviralkan oleh istriku sendiri di sosmednya, dia yang kukira tak tahu apa-apa ternyata begitu licik juga. Entah dari mana dapat ide semenarik dan selicik itu untuk mempermalukan aku di depan camera. Aku tak menyangka seorang Nelda akan melakukan hal yang di luar perkiraanku. Aku juga tak mengira jika perselingkuhanku terungkap secepat itu.‘’Atau kamu mau nggak kita bales aja tuh semua perlakuan si sok alim, gimana?’’ usul Chika dengan tersenyum sinis. Dalam hati aku membenarkan ucapan Chika. Tetapi hati kecilku memberontak, entah kenapa. Apa rasa cinta itu masih ada untuk istriku? Jika masih ada, mengapa aku lebih nyaman de