Semua orang yang hadir kasak kusuk ketika beberapa waktu lalu Amirah, Kaivan dan Aabid memasuki rumah Joglo. Tuan Mahardika terkejut melihat putra sulung dan menantu datang bersamaan calon mempelai wanita namun segera berpisah melalui pintu lain.Hey, apa yang terjadi! Pikirnya bingung. Sementara adiknya Sudirman juga melirik ke arahnya.Amirah menghilang sesaat segera berganti baju dan berdandan. Bude Tantri buru-buru menyusul ke kamar melihat ponakan terlambat datang membiarkan Guntur dan Ayu menemani tamu kehormatan."Nduk, kok kamu pulangnya lama sekali?" tanyanya heran. "Tahu begitu ga usah ziarah ke makam Pakde 'kan bisa lain hari jadi ga enak sama semua tamu.""Iya Bude, untung Mas Ivan dan Aabid datang menjemput karena ga ada taksi tadi," jawab Amirah gugup.Bude Tantri mengangguk memintanya segera menemui tamu di ruang keluarga. "Jangan lama-lama dandan Ra, kasihan keluarga calon suamimu sudah lelah sejak pagi dari Jakarta langsung ke sini.""Inggih Bude."-------------------
Sekembalinya Alagar dari Yogyakarta tak membuat masalah selesai begitu saja. Dendam membara dengan Kaivan makin tersulut mengingat lamarannya berhasil dilaksanakan dan kini Amirah resmi bertunangan. Sialan! Umpatnya marah. Mantan istri menolak dibujuk mahar lebih besar dari tawaran saudara ipar. Kalah bertubi-tubi dan berdarah-darah diihantam tinju lawan menjatuhkan harga diri dan martabat pria di depan wanita pernah memujanya. Bencinya tak berkesudahan memandang Amirah dipeluk erat Kaivan saat meninggalkan dirinya tumbang di aspal jalanan seolah telah mengalahkan seluruh daya upayanya. Kaivan keparat! Makinya tak kunjung henti. "Sayang ... kau kenapa?" jerit Jeany tiba-tiba saat menatap kekasihnya babak belur. "Apa yang terjadi?!" Alagar menepis tangan lentik memeriksa wajahnya. Model cantik itu selalu datang tepat waktu mengganggu lamunan. Ia tak mengundang ke rumah lagi sejak mengusirnya beberapa waktu lalu, "Biarkan aku sendiri!" cecarnya kesal. "Aku tak butuh bantuanmu, pe
Keluarga Tuan Mahardika dan Om Sudirman memutuskan berlibur bersama di akhir pekan sementara Kaivan dan Amirah sibuk merencanakan acara pernikahan. Momen yang ditunggu lama sejak banyak masalah yang menjauhkan mereka berdua."Mas, apa kamu sanggup menahan diri pernikahan kita setelah 40 hari Pakde tiada?""It's okay Ra, menunggu selamanya pun aku mau asalkan kau mau menikahiku!" gombal Kaivan meluncurkan rayuan maut demi mengarungi biduk perkawinan.Amirah bergeser menjauhi dari calon suami yang terus berusaha berdekatan. Kontan Kaivan merangkul bahu calon istri agar tetap bersamanya. Janda itu enggan terlihat bermanja-manja di depan keluarga mereka."Duh Mas geser dikit dong 'kan ga enak dengan yang lain," protesnya sambil melotot."Uhmm .. Ra, biar aja napa keluargamu dan keluargaku juga sudah sama-sama tahu kamu itu bakal jadi istriku wajar dong pendekatan seperti ini," balas Kaivan."Ya, tapi pegangan tangan udah dong," kilah Amirah menarik genggaman. "Memang lagi menyeberang jala
"Ran, kamu mau aku jemput sepulang kantor terus mengunjungi Papa dan Mamaku?" ajak Aabid serius saat menghubungi. "Ayolah sayang, giliran kita makan malam dengan keluargaku sekarang."Khirani bersungut kesal menjawab panggilan suami. "Duh sayang, kenapa tidak bilang dari tadi siang 'kan aku ngga usah janjian sama Mas Ivan di rumah berdiskusi soal persiapan pernikahan."Oh, okay.Aabid pun mengerti istrinya harus menemani kakak dan orang tuanya membicarakan hal penting. "Ya sudah, nanti kalau Papa dan Mamamu mencari aku bilang saja sedang menengok orang tuaku.""Iya sayang, jangan lupa belikan sesuatu untuk mereka," pesan Khirani sungguh-sungguh. "Sampaikan salam hormatku juga!""Baiklah, cintaku!" seru Aabid mengakhiri panggilannya.Tiba-tiba saja ia merindukan keluarganya ingin membahas prilaku Alagar di Yogya beberapa hari lalu. Sesuatu membuatnya hadir walau sekedar makan malam dengan mereka, sayang Khirani tak bisa menemani karena urusan lain.Dalam perjalanan disempatkan membeli
"Jeany?" tegur Nyonya Nirmala bingung di saat kedua putranya berkumpul tidak satupun membawa istri atau kekasih tetapi gadis itu datang tanpa diundang. "Ada keperluan apa?""Iya, Tante." Jeany pura-pura berkelit meletakkan bingkisan di meja kecil dekat dinding untuk mendapatkan perhatian dari keluarga Tuan Andi Hakim. "Ini oleh-oleh dari Papa dan Mama sepulang liburan di Amerika."Oh, okay. Namun mereka tak membutuhkan itu.Alagar langsung bergegas menghampiri dan menarik lengannya. "Apa yang kau lakukan di sini, Jean?! Pulang sana, kau sengaja ingin merusak kenyamanan keluargaku!" hardiknya keras.Gadis itu meronta berteriak sekencang-kencangnya."Enak saja dirimu mengusirku untuk menyembunyikan hubungan kita selama ini," makinya bertubi-tubi. "Aku hamil gara-gara kau, Alagar!"Seluruh keluarga Tuan Andi Hakim terperangah. Lagi-lagi putra sulungnya berbuat ulah memilih wanita yang sengaja ingin menjebak menjadi menantu pengusaha kaya raya, terkecuali Amirah Lashira.Alagar! Teriakan
Bekerja seperti biasa sebagai sekretaris CEO namun dengan status berbeda membuat Amirah Lashira serba salah melayani boss juga calon suami. Mereka kembali ke Jakarta usai acara lamaran mendadak dan berakhir pekan bersama seluruh keluarga di Yogyakarta.Bude Tantri sedikit sedih saat melepas ponakan dan cucunya pergi. Terasa hilang rasa kebahagiaan sesudah Pakde Bambang berpulang. Rumah Joglo sepi tanpa kehadiran mereka lagi."Nduk jaga diri baik-baik, jangan berbuat macam-macam karena kamu sebentar lagi menjadi milik suamimu Kaivan." Pesannya terus terngiang sebelum mereka pamit pulang.Menjadi milik CEO Kaivan?! Pikiran Amirah merenung dalam-dalam.Hening sunyi sendiri di ruang pantry lebih menenangkan daripada berada di tempat kerja memandang berkas bertumpuk tanpa ada keinginan mengecek satu persatu kembali. Sendok kecilnya mengaduk kopi panas terus menerus seiring lamunan mengawang jauh."Ra, kamu lagi ngapain?" tegur Kaivan tiba-tiba namun calon istrinya malah terkejut tak sengaj
Duduk terdiam di depan teras. Pandangan Jeany kosong melompong sejak kejadian di kediaman Tuan Andi Hakim beberapa malam lalu. Alagar Hakim bersikeras mencampakkan begitu saja tak bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka lakukan selama ini. Benar-benar celaka dia harus menanggung malu dan mengandung sendirian tanpa suami. Bedebah itu sama sekali tak menjawab panggilan bahkan memblokir nomor gawainya. Menutup seluruh celah agar tidak masuk ke kediaman mewah Alagar sampai ke dalam gedung kantornya. Jeany kebingungan kemana lagi harus mencari cara agar pria itu mendengarkan seluruh penjelasan darinya. Jalan satu-satunya membujuk Aabid Barak Hakim calon adik ipar mempertemukan dirinya dengan kakaknya. "Hai Bid, sorry ganggu ini aku Jean," ucapnya memperkenalkan diri sesaat panggilannya tersambung. Suara Aabid terdengar gugup di kejauhan tak mengira kekasih kakaknya berani menghubungi di jam kantor sibuk seperti ini. "Ya, Jean ... ada keparluan apa?" tanyanya to the point. "Kau ta
"Mas Ivan dan Mba Amirah jadi memilih ijab kabul di mana, terus pesta pernikahan mau di hotel atau gedung besar?" tanya Khirani serius ketika mereka sedang makan malam bersama.Amirah menggeleng lebih dulu lalu menoleh ke arah calon suami meminta persetujuan darinya, dan berkata, "Ga Ran, kami memilih di kediaman Mas Ivan saja karena rumahku kurang luas menyambut tamu dan kolega dari perusahaan juga kerabat keluarga."Oh, okay. Aabid yang menemani istrinya ikut mengangguk.Dulu Amirah dan Alagar juga menikah di kediaman orang tua padahal kakaknya sanggup mengadakan pesta perkawinan besar dan spektakular tetapi ditolaknya dengan alasan sama menghemat biaya."Ya sudah kalau itu kemauan Mba Amirah, kita ikuti saja ya Mas Ivan?!" sambutnya gembira memandang sang CEO ikut setuju atas pendapat calon istrinya."Terserah tunanganku apa maunya semua akan aku turuti," tukas Kaivan menggenggam tangan Amirah erat. "Lagipula rumahku butuh sentuhan wanita terlalu sepi sunyi tanpanya."Dua minggu ta