Share

2. Fitnah

Tampak murid-murid perguruan yang jumlahnya hampir lima puluh orang tergeletak di lapangan tempat berlatih dalam keadaan tak bernyawa.

Semuanya terdapat bekas tebasan cukup dalam di bagian leher dan perut yang menyebabkan mereka tewas. Saka memeriksa seluruhnya. Tidak ada yang masih hidup.

Bahkan dia menemukan Ki Aswani juga tergeletak dengan sekujur tubuh membiru. Gurunya tewas mengenaskan.

"Biadab! Siapa yang punya kerjaan!"

Saka memeriksa tubuh gurunya. Di perutnya tertancap sebilah golok panjang yang menusuk pas di jantung. Gagang golok ini berbentuk tengkorak. Tampaknya sengaja ditinggalkan pelaku.

Lalu dia mencabut golok tersebut. Dia mengenali senjata tersebut, yaitu ciri khas milik Ki Jangkung Wulung dan muridnya.

Saka teringat pengkhianatan istrinya. Mungkinkah Boma Sagara melakukannya sebelum menggauli Rinjani?

Mungkin juga murid Ki Jangkung Wulung lain yang melakukannya atau bahkan Ki Jangkung Wulung sendiri?

Saka ingat permusuhan antara sang guru dengan Ki Jangkung Wulung sudah berlangsung lama.

Ki Asnawi dan Ki Jangkung Wulung memang telah lama berseteru, mereka memperebutkan sebuah pusaka yang selama ini dijaga oleh Ki Asnawi.

Namun, perguruan Ki Jangkung Wulung selalu kalah setiap kali mereka mencoba merebut pusaka yang Saka sendiri tidak tahu bentuk dan letaknya di mana itu.

Tetapi kali ini berbeda, perguruan Ki Asnawi kalah telak. Bahkan, Ki Asnawi yang merupakan guru terkemuka di antara beberapa perguruan tewas dan semuanya hancur lebur.

Saka mengepalkan tangannya kuat! Pikirannya menduga-duga ke arah Rinjani.

Tiba-tiba terdengar satu suara menyentak keras.

"Dasar murid durhaka, pengkhianat! Ternyata sampai tega membunuh guru sendiri bahkan membantai murid yang lain!"

Saka Lasmana menoleh ke arah sumber suara. Ada tiga orang lelaki. Salah satunya sudah kenal. Seta Keling murid Ki Argasura saudaranya Ki Aswani.

"Apa maksudmu?" Saka berdiri heran. Seta Keling tampak menunjukkan raut permusuhan.

"Aku dan temanku ini menjadi saksi saat kau mencabut golok ini dari perut Paman Guru. Siapa lagi kalau bukan kau yang membunuhnya?" tuduh Seta Keling.

Saka Lasmana mengeraskan rahangnya. Sorot matanya begitu tajam, lalu mengangkat golok yang dimaksud.

"Kau lihat gagang golok ini. Kita semua tahu ini golok siapa?" jelas Saka lalu menceritakan saat dia datang ke sini sampai dia mencabut golok bergagang tengkorak tersebut.

"Bagus benar cerita dustamu! Yang aku lihat itulah yang kebenarannya. Kau bukan saja mengkhianati perguruan, tapi telah membelot pada musuh. Golok di tanganmu adalah bukti sekarang kau jadi pengikut Jangkung Wulung!"

"Fitnah busuk! Berani sekali kau menuduh tanpa bukti!"

"Tapi aku sudah menyaksikan, itu cukup menjadi bukti. Tidak ada yang bisa membantah lagi. Kau harus menerima hukuman atas pengkhianatan ini!"

"Bedebah busuk! Mulut busuk!"

Saka benar-benar murka. Sudah dikhianati istri, dirampas miliknya sekarang difitnah lagi, sedangkan Seta Keling dan dua temannya sudah hendak meringkusnya.

Saka Lasmana tidak mau ditangkap begitu saja. Dia bukan pembunuh. Justru dia termasuk korban. Dia harus membalas semuanya.

Maka dengan sisa-sisa kekuatan yang dimiliki, Saka melawan tiga orang tersebut. Dia lempar golok bergagang tengkorak itu lalu dia gunakan jurus dari perguruan.

Selama menjadi murid Ki Aswani dia hanya mendapatkan tiga jurus saja. Namun, ketiga jurus itu sudah mencapai tingkat tertinggi masing-masing.

Sambil menahan sakit yang masih dideritanya, secara bergantian Saka mengeluarkan jurus Gagak Malipir, Gagak Mematuk Batu dan Gagak Memburu Mangsa.

Dari gerakan jurus Saka yang tidak sempurna, Seta Keling bisa melihat kalau Saka sedang terluka dalam. Lalu dari warna kulitnya bisa menentukan kalau luka dalam Saka bukan akibat salah satu ilmu Ki Aswani.

Seharusnya ini bisa menjadi bukti juga kalau Saka memang bukan pelaku pembantaian. Lagi pula bagaimana bisa membunuh banyak orang termasuk gurunya yang lebih tinggi ilmunya, sedangkan Saka dalam keadaan terluka.

Namun, keyakinan Seta Keling lebih kuat. Dia tetap pada pendiriannya bahwa Saka Lasmana telah berkhianat.

Karena kondisi Saka yang belum benar-benar pulih, akibatnya Saka sering terkena pukulan lawan. Darah merembes lagi dari sudut bibirnya.

Dukk! Degh!

Sebuah tendangan mengenai ulu hati Saka Lasmana. Lelaki ini terpental jauh lalu jatuh bergulingan.

Walaupun sakit dan napas sesak bukan main, tapi Saka memanfaatkan kesempatan ini. Begitu bangun dia langsung ambil langkah seribu.

"Kejar!”

Saka merasa dia tidak boleh mati begitu saja. Dia harus membalas dendam dan membuktikan kalau dia bukan pembunuh gurunya.

Dengan tenaga seadanya, Saka berlari ke arah selatan menjauh dari perkampungan. Sesekali dia menoleh ke belakang memastikan sudah jauh dari pengejaran Seta Keling.

Saka sudah tidak peduli lagi dengan luka-lukanya. Hanya satu yang tersisa dalam benaknya yaitu tekad untuk tetap hidup.

Selama dia masih hidup, maka apa pun dia bisa lakukan salah satunya balas dendam. Membalas kematian gurunya. Membalas sakit hati atas pengkhianatan istrinya.

Setelah beberapa lama suasana mulai gelap. Saka tidak mendengar lagi suara orang yang memburunya. Dia sedikit tenang.

Lalu dia menepi mencari pohon rindang untuk istirahat. Sementara udara mulai berubah dingin seiring datangnya gelap.

Karena tenaganya yang semakin lemah, dia tidak kuat berdiri lagi. Akhirnya dia roboh ke tanah. Bukan hanya itu, ternyata Saka berada di bibir lembah. Begitu terjatuh dia langsung terguling terperosok ke dalam lembah yang tampak gelap.

Sementara itu Seta Keling dan kawannya kehilangan jejak Saka. Mereka heran tidak bisa mengejar Saka, padahal lelaki itu sedang terluka parah.

Kemudian mereka segera mencari ke rumah Saka yang tidak jauh dari tempat itu.

Sampai ditempat tujuan, mereka tidak berani mendekat. Hanya memperhatikan dari jauh. Karena mereka melihat murid-murid Ki Jangkung Wulung tengah tertawa-tawa bersama Rinjani.

Seta Keling menyimpulkan bahwa Rinjani juga berkhianat kepada perguruan. Namun, mereka tidak berani menggempur karena jumlah yang lebih sedikit.

Akhirnya Seta Keling bersama dua temannya kembali ke perguruan untuk melaporkan kejadian ini.

***000***

Dua hari lamanya Saka Lasmana tidak sadarkan diri. Tubuhnya tergeletak di atas rerumputan yang hijau dan tebal.

Masih beruntung dia tidak jatuh menimpa batu atau tersangkut di pohon. Saka terbaring lemas di atas tanah berumput yang datang.

Di sekelilingnya tumbuh pepohonan yang besar dan tinggi. Udaranya cukup lembab walaupun saat tengah hari. Karena sinar matahari hanya sedikit yang menerobos ke dalam lembah.

Saka dibangunkan oleh tetes embun dari daun pohon tinggi yang menimpa wajahnya. Pertama membuka mata, dia memperhatikan sekelilingnya.

Tubuhnya masih terasa sakit dan kaku, tapi Saka memaksa bangun walau keluar suara keluhan menahan sakit.

Setelah memperhatikan, ternyata dia tidak mengenali tempat ini walaupun dia pernah berkeliling ke setiap tempat sebelumnya.

Meski udara dingin, tapi tidak bisa membantu rasa haus dan lapar. Saka mengedarkan lagi pandangannya, siapa tahu ada pohon buah di sana.

"Apa aku harus makan rumput?" ucapnya sambil menunduk memandang rumput yang dia duduki.

Lalu dia teringat akan nasib malang yang diterimanya. Seketika air matanya menetes begitu saja. Sesuatu yang dulu menjadi pantangan baginya yaitu menangis.

Sekarang tidak ada alasan untuk tidak menangis. Nasib yang dialaminya terasa terlalu berat dan datang begitu saja.

Seolah-olah dia jatuh tiba-tiba tanpa memperkirakan terlebih dahulu. Sudah begitu, tidak tanggung-tanggung lagi jatuhnya.

Saka membiarkan air matanya membanjiri wajahnya. Saking sakit hatinya, kadang dia menertawakan diri sendiri.

Dia merasa lelaki paling bodoh. Ternyata selama ini Rinjani hanya pura-pura mencintainya. Rinjani lebih mencintai lelaki berharta.

Padahal selama mengenalnya di perguruan sejak kecil, Rinjani tidak pernah menunjukkan sifat materialistis.

Lalu terdengar suara tawa Saka Lasmana sekeras-kerasnya. Kedua tangannya mengobrak-abrik rumput dan semak belukar di dekatnya. Rasa sakitnya sudah tidak peduli lagi.

"Bodoh! Aku manusia bodoh. Ha ha ha ...!"

Pada saat tangannya mengacak-acak semak belukar itu tiba-tiba dia menyentuh sesuatu yang keras.

"Eh! Apa ini?"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status