Share

-NAIK!-

"Nah bener Liv, anggep aja kita tuh temen lo. Karena mulai hari ini kita temenan yah. Gila aja sih, kalo ga temenan sama cewe cakep kaya gini," serobot Iqbal.

Betul-betul yah, sikapnya yang pecicilan itu membuat suasana menjadi kacau. Hari ini saja, sudah sukses membuat schedule Rafael berantakan. Dan semua ekspentasinya benar-benar jauh dari reality. Iqbal tersenyum manis merayu Livia, membuat Livia membalas senyumanya.

"Hah, tipe-tipe buaya nih!" kekeh Livia.

Lagi-lagi Rafael dibuatnya kesal, dia menghalangi wajah Livia dengan buku kecil agar Iqbal tidak melihat Livia, juga Livia tidak membalas senyuman Iqbal itu.

"Iya temenan boleh, tapi sikap lo itu, gausah di keluarin ya!" ujarnya dengan nada di tekan kembali.

Livia memperhatikan Rafael, tersenyum tipis melihat tingkah Rafael hari ini. Terlihat begitu jelas Rafael tidak menyukai Livia yang memberikan senyuman itu pada Iqbal.

"Sama gue?" tunjuk Aka.

"Gausah kenalan yah, kalo ga kenal tuh tega banget," sambungnya.

Aka sedikit berbeda dari beberapa tahun lalu, untuk waktu yang lama ini. Dia merubah sikap ke kanak-kanakannya menjadi orang yang sangat datar. Kadang kala sikap aslinya keluar, setiap dia tidak di tumpuki oleh berbagai tugas yang menghadang.

"Aka, ko jadi gini?" tanya Livia heran.

"Kenapa? Gue ganteng yah?"

"Bukan, lo jadi so cool gitu. Padahal waktu dulu, pas minta jadi temen Rafael ga gitu?"

Aka benar benar terkejut mendengar semua itu, waktu itu sikapnya benar-benar memalukan. Untuk menjadi teman Rafael saja, dia rela memberikan contekan yang dia kerjakan satu malam penuh karena susahnya soal fisika itu.

"Sumpa, gue pengen nangis Liv!" Aka menyandarkan kepalanya pada punggung sofa.

Sekilas masa lalu suram itu mengingatkan Aka untuk sampai bisa berteman dengan Rafael sejauh ini. Namun, semuanya tidak sia-sia, dia dapat menemukan teman dengan solidaritas yang sangat penuh, dan menjadikan hal itu indah.

"Tapi gapapa, gue ikhlas ko." sambungnya antusias mengangkat kepalanya.

"Udalah gausah dipikirin dong. Kan lo anaknya baik," jawab Rafael, menepuk pelan pundak Aka.

"Terus-terus, Rafael kenal Iqbal dari mana?" tanya Livia penasaran.

"Kan, lo ga pernah tuh nyeritain dia ke gue?"

"Anak ini? Dia temen SD gue. Emang sih waktu itu dia lagi sibuk, tapi sesekali sering main ke rumah gue. Gue ga mau nyeritain temen kaya dia sih, jadi gue umpetin. Eh tau-tau dia nongol gitu aja dan sksd sama Aka ya gitudeh," jelas Rafael panjang lebar.

Malam itu menjadi malam yang indah bagi mereka, bercerita juga mengobrolkan hal yang sebenarnya tidak jelas. Sampai tidak terasa malam sudah semakin gelap, Livia memutuskan untuk kembali pulang ke rumahnya. Mengistirahatkan badannya yang belum sempat berbaring.

"Udah lama banget yah, gue kangen kamu ranjang ku!" gumam Livia mengelus ranjangnya tersenyum.

Pejam mata Livia karena rasa cape dalam tubuhnya membuat dia tak menyadarinya sama sekali. Dia terus terhanyut dalam mimpinya yang indah, namun di sela keindahan mimpi-mimpi itu. Bayangan kejadian beberapa tahun lalu datang kembali di akhir mimpinya itu. Mimpi tentang keluarga indahnya yang tiba-tiba menjadi berantakan.

Seketika Livia mengangkat badannya duduk, Menompang wajahnya, hingga memberikan helaan nafas berat yang hampir menjadi rutinitasnya saat bangun tidur. Dia menggeser gordeng panjangnya agar sinar matahari pagi dapat mengenai wajahnya kini.

Suara nyaring berasal dari smartphone itu, membuatnya dengan segera memeriksa apa yang terjadi. Terlihat jelas kontak dengan nama 'FROG' hendak menelpon nya. Livia segera menggeser layar hijau itu menandakan akan terhubungnya suara diantara mereka.

"Halo?" ujar Livia.

"Vi, ayo jogging! Udah lama banget gue ga jogging," ajak Rafael dengan sedikit nada memaksa.

"Yauda, ayo. Nanti ketemu di tempat aja ya," jawabnya memutuskan panggilan, tanpa mendengarkan kalimat terakhir Rafael di dalamnya.

"Ih, anjim, belum juga selesai ngomong!" kesal rafael menggebu-gebu.

Namun, jika diingat kembali akhirnya dia bisa menghabiskan waktu kembali bersama Livia. Tidak dapat dipungkiri, semua itu benar-benar membuatnya bahagia.

*

Taman yang indah dengan beberapa soronat ultraviolet membuatnya sangat aesthetic. Livia yang sedari tadi dibuat menunggu oleh Rafael, batang hidungnya saja tak kunjung ia tampakkan.

Setelah beberapa menit Livia menunggu dan melakukan pemanasan kecil, akhirnya Rafael tiba.

"Lama banget sih Mas Frog. Lo loncat ya dari rumah kesini?" decak Livia melihat Rafael yang benar-benar santai saat berjalan menuju ke arahnya.

"Ya maaf, yu jogging," ajaknya.

Mereka akhirnya mulai berlari kecil berdampingan. Kadang kalanya Rafael yang manja mulai menyentuh hingga menggandeng tangan Livia sembari berlari. Semua itu, membuat orang-orang memperhatikan mereka dengan tatapan manis.

'Ah Rafael kenapa sih, gue malu'  pikir Livia menggerutu.

Livia yang tidak tahan karena harus menahan malu akhirnya melepaskan tangan itu dan berlari sedikit lebih cepat dari Rafael. Dia memberikan ejekan dengan raut wajah yang membuat Rafael mengejar.

Kejaran demi kejaran itu seakan terjadi di serial drama. Seorang kekasih yang sedang falling in love memang kadang merasa dunia ini hanya milik mereka berdua. Sudah 10 putaran mereka terus berlari-larian saling mengejar, entah Livia yang di kejar Rafael ataupun sebaliknya. Mereka kini memutuskan untuk beristirahat sejenak.

"Gue beli minum dulu ya, Liv," ucap Rafael meninggalkan Livia. Livia hanya mengangguk.

Dengan cepat Rafael membeli minuman itu, dan kembali. Namun, saat kembali, Rafael di kagetkan dengan wajah Livia yang memucat.

"Lo kenapa?" Kini Rafael membuat Livia samar-samar mendengar pertanyaannya. Dia menoleh perlahan memperhatikan Rafael.

"Gapapa ko," jawabnya menggeleng.

Pandangan itu sepertinya mulai kabur, semua debu mulai terlihat seperti percakan benang putih yang melayang. Dengan posisi duduk saja Livia tidak mampu menjaga keseimbangannya. Kepalanya mulai jatuh pada bahu Rafael. Panik, Rafael mulai panik tidak tahu kenapa Livia bisa menjadi seperti ini.

"Kamu kenapa? Ini minum dulu," ujar Rafael memberikan air mineral, merangkulnya juga membantu Livia untuk minum.

"Gue lupa makan Raf, kemarin gue ketiduran karena, cape." lirih Livia.

Rafael yang mendengarnya saja hampir-hampiran ingin memarahinya. Dia ingat betul, kemarin Livia hanya memakan makanan ringan seadanya di rumah, itu karena stok makanan telah di habiskan oleh Iqbal dan Aka.

"Aduh Liv, gue minta maaf ya. Gue kemarin ga ngasih lo makan," ucapnya memperhatikan wajah Livia yang sangat pucat.

"Gapapa ih, lagian gue bukan anak lo. Ngapain ngasih makan ke gue?" tanya Livia datar, di saat seperti ini saja nada lelucon yang keluar dari mulut Livia dengan santainya keluar begitu saja.

"Gagitu juga Liv, yaudalah buat sekarang kita nyari makanan dulu,"  Ucapnya memberi tawaran pada Livia.

Livia mengangguk mengikuti arahan Rafael, dia menegakkan badannya berusaha untuk berdiri. Namun Rafael sudah memberikan posisi jongkok di hadapannya.

"Naik!" Pinta nya tanpa basa-basi.

"Hah?!"

.............

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status