Share

3 - Li Chen

Wen Gao Mu dan ketiga temannya berlari sambil terus mencari keberadaan Li Chen. Mereka yakin bahwa anak laki-laki berusia 14 Tahun itu tidak akan bisa pergi jauh, apalagi sambil membawa Xiao Lin.

"Mereka tidak bisa melarikan diri. Kedua orang itu pasti ada di sekitas sini,"

"Ke sana..!"

Wen Gao Mu mengikuti temannya. Dia pun menggeram, "Saat kutemukan Li Chen. Lihat saja apa yang akan kulakukan padanya,"

"Itu dia!"

Wen Gao Mu langsung menoleh saat mendengar seruan salah satu temannya. Dia melihat Li Chen yang berusaha untuk membantu Xiao Lin berjalan.

"Li Chen!"

?!

Mendengar teriakan itu, Li Chen terpaksa meminta Xiao Lin untuk kembali duduk di tanah dan menunggunya. Dia bernapas pelan dan tidak lagi melarikan diri dari Wen Gao Mu.

"Chen Gege..." suara Xiao Lin terdengar khawatir. Dia ingin mencegah Li Chen, tapi anak laki-laki itu sudah berlari dan siap menghadapi keempat anak nakal itu.

"Kau tidak bisa lari lagi..!" Wen Gao Mu mengepalkan kedua tangannya dan bersiap memukul Li Chen.

"Siapa bilang aku akan lari, hah?" Li Chen mendengus dan kemudian mulai menerjang Wen Gao Mu dan teman-teman anak laki-laki itu.

Mereka bertarung. Satu melawan empat orang. Li Chen tidak mengalami masalah untuk menumbangkan tiga teman Wen Gao Mu, dia bisa melakukannya.

Hanya saja, berbeda jika melawan Wen Gao Mu. Anak laki-laki ini merupakan murid sebuah perguruan bela diri dan cukup lama belajar teknik dan jurus.

Meski bertarung dengan tangan kosong, nyatanya cukup sulit bagi Li Chen untuk menumbangkan Wen Gao Mu. Dia pun juga harus berhati-hati pada serangan dari ketiga lawannya yang lain.

Seorang teman Wen Gao Mu mengambil beberapa langkah dan lalu merendahkan posisi tubuhnya. Dia berniat mengait kaki Li Chen, namun serangannya itu dengan cepat dihindari.

Li Chen melompat.

Di udara, dia langsung mengayunkan kakinya dan menendang dada salah satu teman Wen Gao Mu. Dia juga memberi tendangan pada anak laki-laki lainnya, tetapi dia sedikit lengah hingga sebuah pukulan Wen Gao Mu mengenai perutnya.

Li Chen terdorong mundur dan terjatuh. Dia meringis dan baru akan bergerak saat Wen Gao Mu kembali menerjangnya. Dia tersentak, namun dengan cepat berguling untuk menghindari serangan tersebut.

Posisi Li Chen tidak sepenuhnya terdesak, dia masih bisa melawan dengan cara menendang kaki Wen Gao Mu dan membuat anak itu tersungkur.

"Li Chen! Kau-"

"Apa-apaan ini?"

?!

Wen Gao Mu, ketiga temannya dan Li Chen sendiri nampak tersentak saat mendengar suara asing itu. Mereka spontan menoleh dan melihat ada seorang pemuda yang nampak berusia 16 Tahun berdiri di dinding dekat mereka.

Pemuda itu mempunyai pakaian yang lusuh, namun wajahnya yang tampan membuat sosoknya penuh wibawa dan seakan seperti anak saudagar kaya yang tengah menyamar.

"Gawat," seorang teman Wen Gao Mu menelan ludah, "Itu Shuang Fei..."

Xiao Lin melihat pemuda itu dan nampak tersenyum senang, dia akhirnya bisa bernapas lega. Sosok yang dilihatnya tidak lain adalah Senior Bela Diri, Shuang Fei.

Wen Gao Mu dan teman-temannya juga mengenali pemuda itu. Shuang Fei meski adalah orang miskin dan yatim piatu, tapi dia bukan sosok yang bisa ditindas.

"Kita pergi," Wen Gao Mu memberi perintah pada teman-temannya. Dia tidak bisa terlibat dalam pertarungan dengan pemuda itu. Shuang Fei bukanlah lawan yang bisa diatasi.

"Hei..! Mau ke mana kalian?!" Li Chen berseru saat Wen Gao Mu dan ketiga teman anak laki-laki itu berlari pergi. Dia pun mendengus dan lalu meledek, "Dasar pengecut! Pergilah..!"

"Awas saja kau, Li Chen..! Urusanmu denganku belum berakhir!" Wen Gao Mu berseru, tetapi dia terus berlari diikuti oleh teman-temannya.

"Tidak perlu mengatakan itu jika yang bisa kalian lakukan hanya berlari..!" Li Chen tertawa. Dia spontan merintih saat tanpa peringatan---dirinya mendapat jitakan dari Shuang Fei.

"Kau ini sedang berbuat apa lagi, hm?" Shuang Fei sudah berada di samping Li Chen dan kembali menjitak kepala anak laki-laki berusia 14 Tahun tersebut.

"Sshh... Aduuh... Kepalaku sakit," Li Chen meringis, dia menatap tidak suka ke arah pemuda di hadapannya dan baru saja akan merutuk saat Xiao Lin datang sambil menarik tangannya.

"Chen-Gege, kita harus menyelamatkan anak itu. Anak itu dalam bahaya..! Ayo cepat selamatkan dia..! Senior Bela Diri Shuang, tolong..!"

Shuang Fei menepuk bahu gadis kecil di hadapannya dan dengan ramah berkata, "Kau tenanglah dulu. Bicara yang pelan,"

"Senior Bela Diri Shuang, ini tidak bisa dibicarakan dengan tenang. Ayo ikut aku..!" Xiao Lin menarik tangan Shuang Fei dan membuat pemuda itu tersentak.

Li Chen terkejut dengan tindakan gadis kecil yang merupakan rekannya ini. Dia berkata, "Apa yang sebenarnya terjadi?! Kenapa kau begitu terburu-buru?"

"Chen-Gege akan tahu setelah melihatnya sendiri. Tolong ikutlah denganku," Xiao Lin terus menarik tangan Shuang Fei. Dirinya saat ini memang lelah, namun ada yang jauh lebih butuh bantuan.

*

*

Xiao Lin membawa Shuang Fei dan juga Li Chen ke lokasi di mana seorang anak laki-laki dan ayahnya yang sedang diikat pada sebuah tiang. Kedua ayah dan anak itu masih menjadi tontonan para warga yang berlalu-lalang.

Shuang Fei dan Li Chen jelas sangat terkejut. Ekspresi wajah mereka bahkan tidak bisa berbohong. Apa yang terlihat di depan mata mereka merupakan sebuah pemandangan yang jauh dari kata 'indah'.

"Ini ..." Li Chen tidak sanggup bersuara. Tatapan matanya tajam dan seakan ada luapan emosi yang terpancar. Itu adalah kemarahan yang mengisyaratkan bahwa dia tidak terima dengan apa yang dirinya lihat sekarang ini.

Shuang Fei lebih bisa bersikap tenang bila dibandingkan dengan Li Chen, ini karena memang usianya yang sudah cukup dewasa. Namun meski demikian, dirinya pun tidak setuju dengan sesuatu yang sekeji ini, apalagi melibatkan seorang anak kecil.

Shuang Fei melihat ke sekitaran dan ada beberapa prajurit kerajaan yang seakan mengawasi dua orang yang terikat di tiang itu. Ayah dan anak yang dia lihat nampak dalam kondisi yang sekarat.

"Kurasa ini ... perbuatan raja Xuan Tao Ming," Shuang Fei bergumam pelan, namun masih bisa didengar oleh Li Chen yang berdiri di sampingnya.

"Meskipun ini perbuatannya, tapi tidak seharusnya dia menyiksa rakyatnya sendiri hingga separah ini." tangan kanan Li Chen terkepal kuat, dia terlihat menahan amarah.

Li Chen berkata, "Kesalahan sebesar apa yang dilakukan oleh seorang anak kecil dan pria yang sudah renta? Kenapa mereka harus mendapatkan siksaan dan hinaan semacam ini?"

Li Chen menggeleng, "Tidak bisa .... Bahkan bila mereka melakukan sebuah kesalahan, itu tidak seharusnya dihukum sekejam ini."

"Aku mendengar bahwa kedua orang itu menghina Yang Mulia Raja ..." Xiao Lin bersuara agak sedikit serak, kecemasan dan ketakutan terlihat di wajahnya.

Li Chen mendengus, "Aku menghinanya setiap hari, dia memang raja yang buruk. Mereka bukanlah pengkhianat karena menghina raja, mereka pahlawan."

Li Chen menatap ke arah Shuang Fei dan kemudian berkata, "Kita harus menolong mereka."

"Bagaimana caranya? Ada cukup banyak prajurit yang berjaga. Ini pun siang hari dan dalam suasana yang ramai," Shuang Fei berujar sambil melihat ke sekeliling yang memang di penuhi oleh banyak orang.

Shuang Fei mengembuskan napas dan berkata, "Jangankan menolong. Kita bahkan sulit mendekat. Satu-satunya cara hanyalah menunggu hingga malam tiba,"

Xiao Lin terkejut mendengarnya, "Tapi itu terlalu lama. Mereka ... Mereka akan ..."

"Shuang Fei," Li Chen berkata. "Aku adalah pencuri nomor satu di kerajaan ini. Aku tidak mencuri di malam hari. Aku mencuri tepat di hadapan targetku. Lihat saja, bagaimana raja itu kehilangan dua tawanannya---tepat di bawah hidungnya,"

*

*

Pria tua yang begitu berani menghina Raja Xuan Tao Ming bernama Jiang Sheng Yan. Beliau merupakan petani sederhana yang sebenarnya datang untuk memohon keringanan pajak kepada Sang Raja secara langsung.

Jiang Sheng Yan dan keluarganya serta para petani yang tinggal di pinggiran ibu kota memberanikan diri datang jauh-jauh kemari. Mereka berharap jika Raja Xuan Tao Ming bisa melihat dan mendengar langsung kondisi mereka, pajak untuk rakyat sederhana di tahun ini bisa sedikit dikurangi.

Jiang Sheng Yan tidak melakukan protes. Dia dan teman-temannya bisa saja mengatakan banyak hal, tetapi mereka menahan diri. Itu karena satu hal yang dia lihat----Raja Xuan Tao Ming tidak pernah menolak siapa pun untuk menemuinya.

Benar. Sangat mudah bagi rakyat biasa untuk mengajukan keluhan. Gerbang kerajaan seakan terbuka bagi mereka yang menginginkan bantuan secara langsung dari Yang Mulia Raja. Kebaikan semacam ini dianggap besar bagi mata orang-orang yang sederhana.

Hanya saja memang. Meski diberikan kemudahan, tetapi saja perasaan takut itu ada. Apalagi ketika berbicara di depan seorang Raja secara langsung. Orang-orang perlu berhati-hati dalam mengatur kata-kata yang ingin mereka ucapkan.

Raja Xuan Tao Ming sendiri merupakan orang yang spontanitas ketika ada hal yang mengganggunya, utamanya jika itu hanya masalah kecil.

Dia mudah memberikan hadiah pada orang yang menyenangkan hatinya, tapi juga mudah menjatuhkan hukuman. Dia bahkan pernah memotong lidah pelayan yang tidak sengaja bersin ketika berjalan-jalan di taman kerajaan.

"..............."

Jiang Sheng Yan mengingat setiap detik dari kejadian yang menimpanya. Kilasan ini mungkin terjadi karena hidupnya hampir berakhir. Satu-satunya yang kini menjadi penyesalan adalah bahwa dia terlalu mempercayai seorang Raja Tiran.

Alasan mengapa begitu mudahnya bagi mereka untuk menemui Sang Raja tidak lain hanya agar mereka berpikir akan sebuah harapan, berpikir bahwa masih ada kebaikan di hati sosok penguasa ini. Tapi ternyata tidak demikian.

Mereka dipermainkan sedemikian rupa. Phoenix yang menangkap mangsanya, tidak akan pernah memberikan sebuah kesempatan hidup yang lebih lama.

"..............."

Jiang Sheng Yan, dengan mata yang semakin mengabur dan napas yang kian menipis, dirinya tetap berusaha untuk melihat kondisi putranya sekarang.

Anak laki-laki yang masih sangat muda itu telah disiksa begitu kejam. Dia sama sekali tidak menyalahkan putranya, dia tidak akan pernah menyalahkannya.

Jiang Sheng Yan ingat dengan apa yang putranya lakukan. Itu hanyalah sebuah kesalahan sederhana dan bisa memperoleh maaf andai Sang Raja mempunyai kebesaran hati. Tapi ternyata tidak. Sekali lagi, dia salah karena telah berharap pada iblis berkulit manusia.

"..............."

Jiang Sheng Yan tidak lagi bisa mendengar apa-apa di sekelilingnya. Detakan jantungnya kian melemah dan dirinya pun tidak yakin apakah masih bernapas atau tidak. Satu hal yang pasti, rasa sakitnya berangsur-angsur menghilang.

"..............."

Orang-orang sebenarnya sedang ramai berbicara. Bahkan kini keributan tiba-tiba saja terjadi. Ada beberapa orang yang berteriak dan membuat prajurit kerajaan terkejut.

"Kebakaran...! Kebakaran..!"

!!!

Semua orang panik. Ada kebakaran di tiga titik dan apinya secara cepat kian membesar. Tidak ada yang tahu di mana awalnya dan bahkan orang-orang tidak mementingkan itu sekarang. Mereka sedang sangat panik saat ini.

"Ayo bantu padamkan..!"

"Air..! Cepat ambil air..!!"

"Kebakaran..!"

Para prajurit istana bergerak dan mulai ikut membantu memadamkan api. Ini karena jika dibiarkan, kebakaran itu akan semakin meluas dan berdampak buruk dari segi mana pun.

"Tolong...! Tolong...!"

"Ya Tuhan..." seorang wanita menangis terisak karena api merambat dengan cepat dan kini mulai membakar kedainya.

Seorang anak perempuan bertubuh gempal nampak membulatkan mata dan syok berat. Kebakaran ini harusnya tidak begitu besar, seharusnya tidak separah ini.

Di tengah-tengah kepanikan itu, ada dua orang yang menapak di atap dan lalu melesat ke tempat di mana Jiang Sheng Yan serta putranya berada.

Kedua orang itu memakai penutup wajah dan mulai melepaskan tali yang mengikat tubuh Jiang Sheng Yan serta putranya. Mereka pun saling mengangguk dan membawa kedua tawanan itu pergi selagi belum ada yang menyadarinya.

Gadis kecil bertubuh gempal yang ada di antara kerumunan orang itu nampak melihat ke arah di mana tiang panjang tempat dua orang manusia terikat. Dia tidak lagi menemukan mereka, ini berarti kedua tawanan itu sudah berhasil dibawa pergi.

Istri dari Jiang Sheng Yan melihat ke sekitaran saat semua orang panik. Dia tidak tahu bagaimana bisa kebakaran terjadi dan saat dirinya menoleh untuk melihat suami serta putranya----dirinya pun sangat terkejut.

Wanita itu tidak melihat suami dan putranya lagi. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling dan berusaha untuk berteriak. Hanya saja suaranya sudah terlalu parau dan karena keributan ini----tidak seorang pun yang mendengar teriakannya.

*

*

Seorang pemuda dengan perlahan menyandarkan Jiang Sheng Yan ke sebuah dinding kayu. Dia pun mulai melepas kain yang menutupi wajahnya dan dari yang terlihat, pemuda itu tidak lain adalah Shuang Fei.

Rekan Shuang Fei sendiri juga perlahan membaringkan anak laki-laki berusia 10 Tahun itu. Rekan Shuang Fei yang kini mulai membuka penutup wajahnya ternyata adalah Li Chen sendiri.

Ekspresi wajah anak laki-laki berusia 14 Tahun itu nampak seperti singa yang garang, terlihat begitu tegas dan seakan memiliki aura penguasa. Untuk sesaat, Shuang Fei bahkan terpukau karenanya.

Di waktu yang nyaris bersamaan, dalam istana raja dan tepat di ruangan salah satu selir-----sebuah suara segar dan manis terdengar. Hanya saja apa yang dia katakan membuat pria yang sedang bersamanya mengepalkan tangan karena marah.

"Akan ada guncangan yang mengancam singgasanamu. Seorang anak laki-laki akan merebut tahtamu .... Tuanku."

!!!

******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status