"Aku pergi Kalila," ujar Dewa kepada sang istri saat mereka baru saja selesai menikmati sarapan.Kalila hanya melirik sekilas dengan ekor matanya, melihat kepergian Dewa sedangkan tangannya masih terus menikmati roti dengan olesan selai kacang di tangannya.Tidak ada jawaban ataupun pesan yang disampaikannya."Kau akan pulang terlambat?" tanya Rasti kepada Dewa saat Dewa baru saja membuka pintu mobilnya.Dewa tersenyum melihat sang ibu yang tampak begitu anggun dan cantik saat ini. Dewa bangga melihat ibunya yang sudah semakin terlihat seperti wanita yang elegan."Iya bu, aku ada meeting hari ini hingga jam delapan malam, karena ini agak mendadak. Aku harus mempersiapkan pembukaan cabang yang baru. Jadi, aku akan makan di kantor malam ini. Ibu tidak usah siapin makan malam ya," jawab Dewa sambil tersenyum."Baiklah kalau begitu. Kau hati-hati dan jangan lupa makan. Jaga kesehatan, semoga pembukaan cabangnya berjalan lancar," pesan Rasti kepada Dewa.Walaupun sebenarnya Rasti merasa sa
“Semua sudah siap, Pak!”“Kau benar-benar hebat, bisa menyelesaikan semuanya dalam waktu yang singkat. Mau naik berapa?” tanya Dewa.“Maksudnya, Pak?” tanya Ari kebingungan.“Gaji kau.”“Hahaha….”Ari malah tergelak mendengar tawaran yang diberikan oleh Dewa, karena menurut Ari itu tidaklah penting. Sebab, dia mengerjakan semuanya juga karena itu pekerjaannya.“Bapak ada-ada saja, orang kerja memang jobdesk nya gitu. Malah mau di naikkan gaji. Boleh ganti yang lain gak, pak?” tanya Ari sambil tertawa.Hubungan keduanya memang sudah sedekat itu, hal itulah yang membuat keduanya bisa bekerja sama dengan baik. Karena mereka mengerjakan semua pekerjaan bersama-sama.“Ck…. Kirain beneran nolak,” gumam Dewa sambil berdecak.Sementara itu Ari semakin tergelak, karena dia memang sedang bercanda. Begitupun dengan Dewa, dia tahu kalau Ari hanya bercanda. Tapi, Dewa memang berniat untuk memberikan apresiasi untuk Ari. Karena selama bekerja dengan Dewa, Ari tidak pernah mengeluarkan suara mengelu
“Maksud pak Dewa?” tanya Ari heran.“Jangan biarkan penindas orang miskin hidup dengan tenang! Kita harus membalas apa yang telah mereka lakukan pada panti asuhan itu!” jawab Dewa. “Tapi, tidak tahu pemiliknya pak.” Ari menjawab dengan lesu.“Ada nama mall-nya kan? Pasti bisa kita dapatkan informasi mengenai siapa pemiliknya!” jawab Dewa dengan tegas dan pasti.Ari bisa melihat di wajah Dewa menunjukkan keseriusan dan tidak main-main. Ari takut kalau Dewa melakukan hal itu, hidup Dewa akan semakin dalam bahaya. Karena semakin banyak masalah yang akan Dewa hadapi.Apalagi mall yang dimaksud adalah milik William Nurmanegara, Ari tidak akan membiarkan Dewa kembali bermasalah dengan mertuanya itu.Dulu Ari memang begitu dendam dan marah dengan pemilik mall yang telah menggusur mereka, yang membuat mereka kehilangan tempat bernaung dan kehilang juga seorang wanita hebat yang mereka panggil ibu. Namun, lama-lama semakin dewasa Ari, dia semakin menyadari kalau dia tidak akan bisa melawan o
"Siapa sih mengganggu saja!"Dengan sangat kesal Dewa meraih ponsel yang terletak di dekat laptopnya itu. Ternyata Kalila yang menelepon, entah ada keperluan apa wanita angkuh dan sombong itu meneleponnya."Sepertinya dia tidak layak disebut wanita," ujar Dewa didalam hatinya."Halo, ada apa?" tanya Dewa tanpa berbasa-basi saat menjawab panggilan dari istrinya itu."Aku akan keluar kota. Besok baru kembali!" ujar Kalila yang sama seperti Dewa tanpa basa basi langsung ke inti masalahnya."Hati-hati!" jawab Dewa singkat. Dewa tidak ingin terlalu banyak mengatur Kalila, karena nantinya pasti Kalila akan meminta Dewa untuk sadar diri. Jangan pernah mengatur hidupnya. Dewa tidak akan pernah lagi memberikan perhatian kepada Kalila.Dewa pikir, setelah mengatakan demikian Kalila akan mematikan sambungan telepon. Namun, ternyata Kalila malah kembali bertanya."Hanya itu?!" tanya Kalila kesal saat mendengar jawaban singkat Dewa.Kalila pasti merasakan kalau Dewa sedang mempermainkannya. Selam
“Bagaimana?” tanya Dewa kepada Ari.“Kenapa Bapak sangat berambisi dengan mall itu?” Ari balik bertanya.“Hanya ingin memberikan dia pelajaran, agar dia tahu dengan karma.” Dewa menjawab sambil tersenyum.“Karma?” tanya Ari heran.“Hahaha…. Iya, semua yang dia lakukan di masa lalu akan kembali lagi ke dia. Entah kapan waktunya. Dan inilah waktunya,” jawab Dewa.Dewa tersenyum melihat wajah Ari yang tampak sangat tegang, sepertinya Ari belum siap melakukan apapun.“Kalau tidak seperti itu, William tidak akan sadar dengan semua kesalahan nya. Dia bahkan seolah-olah tidak ingat akan umurnya yang semakin menua, namun tetap saja melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Bahkan anaknya sendiri akan dia paksa menikah dengan lelaki tua hanya demi harta,” ujar Dewa lagi.“Jangan lakukan itu, Pak. Karena, nantinya beliau pasti akan tahu, dan bapak yang akan mendapatkan masalahnya. Cukuplah sudah hidup kita seperti saat ini. Dan juga kalau aku melakukan itu, ada satu hal lagi yang aku takutka
“Ah sudah gila tuh orang!”“Apa yang kau lakukan, hei? Turun kalau kau memang berani!”Brruummm!“Hah! Dasar pengecut!”Dewa benar-benar kesal dengan apa yang dilakukan oleh pemilik mobil sedan itu, dia bahkan berani sekali menabrak mobil SUV dari belakang. “Apa sih yang dia mau, apa dia gak sadar siapa yang dia tabrak. Berani sekali!” kesal Dewa dan memukul kemudi dengan marah.Namun, seperti biasanya Dewa tidak akan pernah turun dari mobilnya. Selagi mobilnya masih bisa dikendarai sampai tempat tujuannya Dewa tidak akan terpancing dengan apapun. Apalagi yang kali ini, hanya sebuah mobil sedan menabrak mobilnya. Dan Dewa pikir hanya sebatas penyok atau paling parah kaca lampu belakang yang pecah.“Sepertinya orang itu tidak ada pekerjaan, dan dia bosan hidup. Mending terjun saja dari jembatan ini, biar jadi pusat perhatian,” ujar Dewa yang terus menggerutu.Dewa memilih pergi dari tempat itu, karena sepertinya dimana-mana dia pergi, pasti ada yang mengikuti.“Lumayan, ada pengawal g
"Okelah, kalian berjaga hati-hati.""Siap, Pak!""Aku masuk, jangan lupa kunci kembali pintunya. Kalila tidak pulang."Krek!Suara kunci besi yang besar itu terdengar, dan pintu pagar yang tingginya bahkan bisa jadi melebihi penjara tersebut sudah terkunci dengan rapat.Tampak Jojo dan Rigo menunggu kedatangan Dewa sambil bermain gaple di gazebo."Kalian tahu mobil yang mondar mandir?" tanya Dewa setelah turun dari mobilnya dan duduk di dekat kedua pengawalnya itu sambil menikmati sebatang rokok."Tahu, Pak. Aku tahu itu mobil siapa," jawab Jojo dengan santai.Dewa tersenyum karena dia kenal Jojo, jika dia bersikap lebih tenang itu artinya dia tahu."Baguslah kalau kau tahu, aku heran aja sekuriti pada heboh dan tegang," jawab Dewa dan kembali menghisap rokoknya, kemudian mengeluarkan asap putih berbentuk garis lurus."Mereka terlalu panik dan heboh. Padahal, mereka seharusnya tahu. Walaupun orang itu memotret rumah ini, yang nampak hanyalah pintu pagar besi yang tinggi. Orang tidak a
“Ya Tuhan….”“Mereka siapa, Bu?”“Kami tidak diajak masuk? Atau kami harus berdiri disini sampai kapan?”“Kalian siapa?” tanya Dewa yang merasa tidak sabaran menunggu jawaban Rasti yang hanya terdiam dengan mulut yang terbuka.Dewa benar-benar tidak tahu dengan kedua orang yang sudah berumur itu, dan Dewa belum pernah bertemu mereka.“Kami adalah….”Lelaki tua yang sudah sedikit berumur itu menjawab namun suaranya tercekat, sepertinya mereka tidak bisa melanjutkan ucapannya.“Budi, kau boleh pergi. Biar kami berbicara dengan tamu ini,” ujar Dewa meminta sekuriti segera meninggalkan mereka, karena Dewa melihat dua orang itu adalah sepasang suami istri, yang saat ini mereka malah menangis. Dewa yakin kedua orang ini menangis pasti ada sebabnya.“Bu…,” panggil Dewa memegang tangan Rasti. Rasti tidak menjawab, bahkan Dewa tidak tahu ekspresi apa yang ibunya tunjukkan. Karena Rasti hanya membeku melihat kedua orang tersebut, tidak ada sambutan hangat ataupun penolakan. Dan itu membuat Dew