Share

7

                Begitu Lusia keluar dari kamar mandi, ia sudah mengenakan jubah kamar mandi yang kebesaran. Baru saja ia melangkah mendekati ranjang, Lusia sudah di kejutkan dengan keberadaan orang asing lain.

                Seorang perempuan yang sudah berumur, mengenakan pakaian biasa dan menunduk pelan saat melihat Lusia.

                “Anda sudah selesai?” tanya wanita itu.

                Lusia tak urung menjawab, ia masih larut dalam keterkejutannya. Sampai akhirnya ia tersadar, Lusia hanya mengangguk pelan.

                Wanita itu menatap Lusia dengan pandangan teduh namun wajah yang minim ekspresi.

                “Nama saya Emma, saya yang akan mengurus keperluan anda selama ada di sini.” Tuturnya, perkenalan yang sangat singkat dan jelas.

                “Say- saya Lusia.” Lusia ikut memperkenalkan diri, dan Emma mengangguk paham.

                Emma dengan sigap, mendekat ke arah Lusia dan mengamati tubuh Lusia. Seakan tak terkejut saat Emma melihat banyak sekali ruam merah yang ada di leher Lusia. Bukan tanpa alasan.

                Tuan menjadi seperti binatang buas dalam semalam. Batin Emma.

                Emma menatap Lusia sekejap, ia melirik ke arah gaun yang ia bawa dan terlihat tidak cocok.

                “Akan saya siapkan pakaian untuk anda. Anda bisa memilihnya begitu selesai.”

                Lusia hanya mengangguk menurut, ia masih tak bisa membaca situasi. Pada akhirnya, Lusia membiarkan Emma yang membantunya. Meliht cara Emma mencari pakaian untuk Lusia kenakan.

                “Anda lebih suka mengenakan celana longgar atau rok?” tanya Emma di sela – sela pencariannya.

                “Rok, aku suka menggunakan rok.” Jelas Lusia.

                Dan Emma kembali mencari rok di dalam lemari besar, bahkan sampai di titik di mana Emma tertelan lemari besar itu.

                Saat Emma sudah menemukan pakaian ganti untuk Lusia, ia memberikan pilihan. Semua pakaian yang di berikan Emma untuk Lusia terlihat sangat cantik. Sangat modis dan jauh berbeda dengan pakaian yang Lusia kenakan sehari hari.

                Lusia akhirnya menggunakan kaos lengan panjang dengan model turtle neck berwarna cokelat, untuk menutupi lehernya. Dan Lusia menggunakan rok hitam dengan motif bunga.

                Setelahnya, Emma membantu Lusia untuk menata rambut panjangnya. Lusia hanya diam menurut saat Emma menata rambutnya dengan sangat telaten.

                “Apa ada bagian tubuh anda yang sakit?” tanya Emma secara tiba – tiba.

                Iya, ada. Rasanya Lusia ingin menjawab demikian, tapi ia terllau malu untuk memberitahu bagian mana dari tubuhnya yang kesakitan itu.

                Emma menangkap ekspresi Lusia dari cermin. Ekspresi Lusia yang nampak ragu – ragu itu.

                “Anda tidak perlu merasa malu untuk menceritakannya pada saya, sudah jad kewajiban saya untuk merawat anda selagi Tuan memerintahkan demikian.”

                “Tuan?”

                Emma mengangguk, “Iya. Tuan saya, laki – laki yang beberapa saat lalu keluar dari kamar ini dan memerintahkan saya untuk melayani anda.”

                Lusia mengatupkan bibirnya rapat rapat, “Emma... “

                Lusia memanggil nama Emma dengan bibir bergetar, “Aku takut....” ringik Lusia.

                Emma tak terpengaruh, ia sangat pandai dalam memasang tampang datar dan dingin.

                “Anda tidak perlu takut, tempat ini adalah tempt yang aman.” Ucap Emma.

                Lusia menggeleng cepat, bukan itu yang Lusia takutkan.

                Karena bagi Lusia, tempat ini adalah tempat yang berbahaya. Bukan sebaliknya.

                “Aku ingin keluar.” Lusia sangat ingin pergi dari tempat ini, Lusia berharap Emma tau bagamana cara keluar dari tempat ini dan mau memberitahunya. Namun Emma hanya diam saja. Bibirnya terkatup rapat.

                Emma tetap melakukan pekerjaanya, ia mengeringkan rambut Lusia dan begitu selesai, Emma menata rambut Lusia, menguncir ke belakang dengan sedikit kepangan rambut yang membuat Lusia terlihat rapi dan cantik.

                “Anda bisa keluar dari tempat ini.” Emma akhirnya buka suara.

                Lusia menatap Emma dari cermin, mencoba memastikan kalau yang Emma katakan bukanlah sebuah kebohongan.

                “Hanya ada dua cara.” Tutur Emma dengan sangat serius, “Pertama anda akan di keluarkan saat Tuan sudah merasa bosan, atau dengan cara kedua, Anda terpaksa di keluarkan.”

                “Terpaksa? Di keluarkan?”

                Emma mengangguk, “Dan anda mungkin tidak ingin keluar dengan cara yang kedua.”

                Mata Emma berkilat penuh misteri. Dan itu membuat Lusia menerka – nerka, membayangkan banyak hal buruk.

                “Anda hanya perlu menunggu beberapa bulan, sampai Tuan Aaron merasa bosan dengan anda dan mencari pengganti anda.”

                Aaron. Namanya Aaron. Lusia baru mengetahui namanya sekarang ini.

                “Dan anda harus berbuat baik. Menurutlah selagi amarah Tuan Aaron masih di kendalikan.”

                Entah kenapa, ucapan terakhir Emma sarat dengan peringatan keras yang tak boleh Lusia tentang.

                Bagaimana? Bagaiaman kalau Lusia tidak sengaja membuat Aaron marah? Apa Lusia akan bebas?

                Lusia hanya bisa meneguk ludahnya dengan kelu. Ia sekarang harus bertahan hidup.

                Emma menaruh sisir yang sejak tadi di pegangnya.

                “Silahkan anda turun, karena Tuan Aaron meminta anda untuk turun setelah berganti pakaian.”

                Emma menunduk dan mengundurkan diri. Lusia sendiri masih terperangah dan belum bisa mengambil keputusan.

                Tapi sebelum Emma keluar, Emma menatap Lusia penuh kekhawatiran.

                “Ingat ucapan saya baik – baik, patuhlah pada Tuan Aaron.”

                Setelah mengatakan itu, Emma benar – benar keluar dan tak lagi muncul.

                Sedangkan Lusia masih berdiri tanpa pilihan. Ia belum bisa mengambil keputusan. Harga dirinya yang sangat tinggi, meski kesuciannya sudah terampas menolak untuk patuh terhadap Aaron.

                “Dia akan bosan dalam beberapa bulan... “ bisik Lusia dengan mata terpejam.

                Lusia berusaha meyakinkan dirinya, kalau ini adalah keputusan yang benar.

                Menarik nafas dalam dalam, Lusia tengah mempersiapkan diri untuk keluar.

                “Berusaha patuh Lusia. Kamu terbiasa seperti itu  dulu.

                Dan Lusia mendekati pintu, membukanya meski belum siap menghadapi apa yang akan terjadi di luar sana.

@@@

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status