***"A-- apa?" Anita memekik. Dia menatapku dengan kedua mata yang sudah menganak sungai. "Ja-- jadi kamu ... kamu selingkuh dengan kakak iparmu sendiri, Mas?""Ya, jadi tidak ada alasan bagiku untuk menjaga wanita yang sudah mengobral tubuhnya untuk pria lain bukan? Sekarang kamu mengerti kan mengapa aku lebih memilih berdiam diri di rumah daripada menunggunya di rumah sakit?"Mas Adrian tergelak. Dia mendekat dan menepuk bahu Anita sebanyak dua kali lalu berkata. "Kamu sepertinya akan menjadi Hana selanjutnya."Anita menoleh dengan cepat. Wajahnya yang sendu kini nampak sedang menahan marah. Aku berdecih kesal, Mas Adrian membuat keadaan makin runyam."Hentikan omong kosongmu, Mas! Bagaimanapun Mbak Risa masih berstatus sebagai istri kamu, sudah seharusnya kamu menjaga ....""Tenang saja," sela Mas Adrian. "Aku sudah mengurus surat-surat perceraian ke Pengadilan Agama. Jadi, sebentar lagi kami akan resmi menjadi mantan. Man ... tan!"Plak ....Aku meringis ketika telapak tangan Ibu
Hai, kita kembali ke PoV tiga, yes! *** "Sudah tau hidup di lingkungan mantan suami yang gila, bisa-bisanya kamu berdiri di pinggir jalan! Apalagi bersama Emak dan Bapak, bagaimana kalau Ari berniat nekat dan mencelakai kalian, hem?" Kenan berbicara tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan di depannya. Tangannya tetap fokus pada setir meskipun sesekali ia melirik pada sosok wanita cantik di sebelahnya. "Maaf," cicit Hana lirih. "Tadi rencananya mau naik angkot, Mas," sambungnya mencari pembelaan. Kenan mencebik. Ingin marah tapi justru hatinya merasa berbunga-bunga mendengar panggilan 'Mas' yang keluar dari mulut Hana. "Zaman sudah semakin maju, tapi kamu masih saja terjebak di masa kuno. Sekarang bisa pesan gr*ab atau taksi dari hape, kenapa tidak kamu lakukan?" "Anu ... itu, Mas. Nih, lihat sendiri, hape kuno ini tidak cukup ruang untuk diisi aplikasi semacam itu." Kenan merutuki dirinya sendiri yang abai pada semua hal tentang Hana. Bahkan dengan merk ponsel calon istrinya
***"A--apa maksud Ibu? Aku ... aku dan Ari saling mencintai, Bu! Kenapa Ibu tega memisahkan kami berdua?" tanya Risa dengan suara bergetar. Tubuhnya yang lemah membuat emosinya tidak bisa meledak-ledak seperti biasa. "Aku tidak mencintai Mas Adrian, lagipula dia sudah melayangkan kata talak, Bu. Satu-satunya pria yang harus bertanggung jawab atas kehamilan ini hanyalah Ari. Dia bapak dari calon bayiku!"Heni menatap nyalang ke arah Risa. Wanita paruh baya itu merasakan sesak yang teramat sangat ketika mendengar menantu yang selama ini dia sayangi sepenuh hati ternyata mencintai putranya yang lain."Kembali bersama Adrian, atau terima kehamilan itu seorang diri!" desis Heni geram. "Aku ... tidak memberi restu pada Ari untuk menikahi kamu, Risa!"Air mata Risa lolos begitu saja. Kedua tangannya mencengkram erat seprei ranjang rumah sakit. Dadanya naik turun menahan marah, emosinya ingin meluap-luap tapi wanita itu terlalu lemah."Bu, jangan membuat suasana semakin runyam!" kata Ari me
***"Kalian akan menikah? Perjuangan kamu tidak sia-sia, Jaya ...," ucap Bu RT sambil menepuk pundak Kenan membuat banyak tanya di benak Hana."Perjuangan apa, Bu?" tanya Hana antusias.Bu RT tergelak dan berbisik, "Dari kecil dia sudah menyukaimu, Hana. Dulu Nenek Asri sering bercerita kalau Jaya suka sekali ngomongin kamu. Saya bahkan nggak menyangka kalau kalian akhirnya bisa bersatu juga," seloroh Bu RT.Emak dan Bapak tersenyum, setidaknya satu per satu masalah sudah menemukan titik terang. Bu RT pamit setelah berbasa-basi cukup lama dengan keluarga Hana."Saya langsung pamit, Pak, Mak. Takut ada salah paham tetangga lagi. Minggu depan keluarga saya kesini, semoga Emak dan Bapak tidak merasa terbebani dengan kedatangan kami," ucap Kenan sambil mencium punggung tangan kedua calon mertuanya.Bapak menepuk pundak Kenan dengan tegas, "Hati-hati di jalan, terima kasih sudah menjaga Hana selama ini. Bapak yakin kamu orang baik, Nak."Kenan memeluk Bapak sebelum meninggalkan rumah Hana.
***PoV KevinTidak ada yang salah dalam mencintai, namun sejak aku menaruh hati pada dirimu, sejak saat itu pula aku mulai meragukan kalimat di atas.Hana ....Jika saja dari awal aku tau wanita yang Kenan maksut adalah dirimu, mungkin aku akan bertindak lebih cepat agar kamu bisa jatuh ke dalam pelukanku lebih dulu.Bagaimanapun aku adalah lelaki. Sisi egois menguasai hatiku jika berbicara tentang cinta. Tapi ternyata rasa percaya diri yang tinggi membuatku harus kehilanganmu lagi kali ini. Kupikir jika mendekatimu dengan perlahan, lambat laun hatimu akan bertaut padaku, nyatanya ... Kenan bergerak lebih cepat dan membuatmu jatuh ke dalam pelukannya.Apakah aku harus menghancurkan perasaan saudaraku sendiri demi menggapai rasa yang terpendam sejak dulu?Sejak Kenan mengatakan dia mencintaimu, sejak saat itu pula gambar di layar depan ponselku terganti. Tidak, bukan terganti ... aku sengaja menggantinya karena takut semua orang mengendus rasaku padamu.Lagi-lagi semua berawal dari "t
***Kevin mengendarai motor dengan kecepatan penuh. Bayangan wajah Hana yang tengah panik membuatnya berulang kali menerobos lampu merah. Di pertigaan jalan, Kevin sengaja memilih arah yang bukan menuju ke kampung halaman Hana. Dari yang ia tangkap dari ucapan Kenan tadi bahwa Ari mengabarkan akan datang ke kampung dan membuat keributan di sana dan itu artinya pria gila itu pun masih berada di perjalanan.Motor berwarna merah itu berhenti tepat di depan rumah bercat putih. Halaman yang luas membuat sang empunya rumah leluasa menanam banyak sekali macam-macam bunga disana. Bak gayung bersambut, sosok yang Kevin hendaki terlihat keluar dari dalam rumah dengan pakaian yang sudah rapi."P-- Pak Kevin?" gagap Anita. "A-- ada perlu apa, Pak? Mari masuk!"Kevin menggeleng samar. "Aku buru-buru, cepat ikut aku sebelum terlambat.""Tapi ... kalau boleh tau kita mau kemana ...?""Ini urgent sekali, Anita! Kamu sedang hamil anak Ari bukan? Sekarang ... calon suami gila kamu itu sedang menuju k
***Dua tamparan yang cukup keras mendarat sempurna di pipi Ari. Pria itu melotot, kemudian membuang muka lantaran melihat Anita yang sudah berdiri di depannya."Apa yang kau lakukan, Anita!" "Kenapa? Kamu kaget melihatku ada disini, iya?" jawab Anita dengan napas memburu. "Justru aku yang seharusnya bertanya kenapa kamu ada disini padahal kamu janji akan menemui kedua orang tuaku, Mas!""Ck! Jangan ikut campur urusanku!""Dan urusanmu sekarang sudah menjadi urusanku. Ingat, aku sedang ....""Diam!"Anita tersentak kaget mendengar bentakan yang jauh lebih lantang dari bentakan Ari sebelumnya. Urat leher pria itu menegang. Matanya memindai seluruh tetangga yang ada di sekitar rumah Hana."Kamu sudah melewati batasanmu!" desis Ari sembari mencekal pergelangan tangan Anita.Anita ingin menangis, tapi lagi-lagi ia tidak ingin orang lain menganggapnya lemah hanya karena disia-siakan oleh pria brengsek seperti Ari meskipun pada kenyataannya hatinya terluka lantaran dikoyak hingga hancur me
***"Katakan jika apa yang sudah Mbak Hana ucapkan adalah sebuah kebohongan, Mas. Katakan!"Ari menepis cekalan tangan Anita dengan kasar. Dia melenggang pergi tanpa menghiraukan panggilan Anita yang meneriaki namanya."Mas! Mas Ari!""Mas Ari, berhenti!" teriak Anita tanpa henti. "Jika tidak, kupastikan kamu akan dipecat saat ini juga!" Segaris senyum sinis terbit di bibir Anita tatkala melihat Ari mengentikan langkahnya. Pria itu menoleh, ia menatap tubuh Anita yang saat ini tengah berdiri pongah di pelataran rumah Hana."Kau pikir aku peduli?" sahut Ari dengan tenang. "Aku yang akan mengundurkan diri sebelum Bos brengsek itu memecatku!" dustanya. Tanpa orang lain tau, surat pemecatan sudah sampai di atas meja Ari. Rencananya, setelah dari kampung halaman Hana dan berhasil memaksa mantan istrinya itu kembali rujuk, ia akan datang ke kantor dan mempermalukan Kenan di depan semua staf.Namun sayang ... rencana hanyalah tinggal rencana belaka karena semuanya gagal sejak kedatangan Ani