Adegan berpindah ketika Sophie baru saja selesai mengurus sesuatu di bank. Lalu, terjadi perampokan di bank tersebut. Semua orang pun panik dan berhamburan ingin menyelamatkan diri, termasuk juga Sophie. Saat suasana begitu mencekam dan membahayakan, tibalah satu sosok pahlawan berpakaian serba merah yang mengenakan topeng lucu sambil memegang senjata laras panjang. Dua perampok berpakaian serba hitam melawan satu pahlawan bertopeng. Terjadi adu tembak yang bukannya sengit, tapi malah lucu. Si topeng badut mengarahkan senapannya ke arah dua perampok itu lalu menarik trigger. Lalu, Crooott!!! Senjata itu rupanya mainan anak-anak. Lalu dia terbahak. “Ha. Ha. Ha.”Sebelumnya, penonton dibuat terkesan karena puisi dari Sophie. Kini mereka sempat dibuat tegang sampai pada akhirnya momen absurd itu pun tiba.Ketika si topeng badut muncul, Gabriella langsung teringat dengan orang itu yang dulu sempat menyelamatkan dirinya dari para pelaku yang hendak jahat padanya. Persis sama : lucu,
Scene terakhir. “Aku sudah menunggu momen ini,” ucap Sophie dengan suara yang menyentuh hati. Dia sangat meresapi peran yang dia mainkan. Jika waktu pertama itu dia dinilai jelek oleh penonton, kini perasaan para penonton teraduk-aduk oleh akting yang dia mainkan. Sophie sangat berbeda malam ini. Dia sungguh luar biasa. Si topeng badut masih saja bertingkah absurd seperti anak kecil. “Momen ini? Ada apa?”Sophie mendekatkan tubuhnya. “Kau membuatku sangat penasaran tentang siapa sebenarnya diri mu. Jujur, aku sangat mengagumi mu. Kau adalah penyelamat. Kau adalah pahlawan. Aku mau jadi kekasih mu.”Si topeng badut malah ketawa seperti Joker. “Hahahaha. Serius? Kau pasti akan menyesal.”“Tidak. Aku tidak mungkin menyesal. Mana mungkin aku menyesal menyukai orang yang telah menyelamatkan nyawaku?”“Hahaha. Tapi aku konyol dan seperti anak kecil. Bukankah kau tidak suka pria seperti anak kecil?”Sophie menghela napas pendek lalu senyum manis. “Tidak ada anak kecil yang berani dan mamp
“Tapi. Begini. Seharusnya adegan berciuman tadi tidak perlu kalian lakukan dengan sungguh-sungguh. Tapi cukup pura-pura saja. Sebab tidak terlihat jelas oleh para penonton. Oh, kalian melakukannya selama satu menit.”Alexander terhenyak. “Astaga! Aku lupa!” Sontak dia membalik badan dan kembali bicara sama Sophie. “Jadi? Ini yang membuat mu senyum dan ketawa sendiri dari tadi?”Wajah Sophie memerah seperti buah apel. Di satu sisi, dia malu, tapi di lain hal, ada perasaan aneh yang mengobrak-abrik jiwanya. Dia tidak begitu mengerti tentang apa yang dia rasakan, tapi yang pasti, seperti ada bunga yang baru saja bersemi di sana. Dia sampai bingung mau bilang apa. Sang produser senang minta ampun malam hari ini. “Alex, terima kasih banyak. Kalau tidak ada kau, aku yakin malam ini akan sangat kacau. Soal bayaran mu. Nanti akan aku titipkan sama Sophie. Kau tidak mungkin kecewa. Percayalah.”Namun, Alexander malah menggeleng. “Bayaran? Kau tidak perlu membayar ku. Tidak perlu sama sekali.”
Keesokan harinya. Alexander bertemu dengan Sophie di sebuah tempat makan guna membahas tentang adegan yang semestinya tak mereka lakukan. “Pesanlah apa yang kau suka. Aku yang traktir. Anggap saja ini pesta kecil dari perayaan kesuksesan pertunjukan kemarin.” Alexander membolak-balik buku menu. Sophie tampil dengan begitu elegan. Dia tetap menjaga penampilan di hadapan Alexander meskipun sudah cukup sering ketemu. Mungkin dia tidak mau mengecewakan Alexander. Bisa jadi. “Ditraktir lagi? Terimakasih banyak dong!” Sophie berkata manja sambil mencetak senyuman lebar di wajahnya.Jika pada biasanya mereka tampil lepas, kini entah mengapa Alexander sedikit canggung, terlebih ketika dia mengingat momen yang berlangsung selama satu menit itu. “Aku minta maaf,” ucap Alexander dengan raut wajah yang cukup menyesal. “Karena apa?” Sophie mengernyitkan alis. “Kami yang seharusnya berterimakasih, bukan malah kau yang meminta maaf. Kau terlalu berjasa bagi kami, Alex.”Sembari memijat dahinya
Siang hari itu di Gym milik Black Horns. Ratusan orang tengah sibuk berolahraga, berlatih, dan bertanding. Ini adalah rutinitas harian yang dilakukan oleh anggota Black Horns sejak dulu. Setidaknya setiap anggota diwajibkan satu jam sehari berolahraga dan berlatih. Selain menyediakan fasilitas olahraga yang sangat lengkap, di dalam sini juga tersedia tiga arena tarung, termasuk satu oktagon untuk pertarungan MMA. Setiap anggota diwajibkan setidaknya memiliki satu keahlian seni bela diri, misalnya karate, taekwondo, atau bahkan seperti lihai dalam menggunakan pedang dan senjata api. Itu paling tidak satu. Biasanya mereka bahkan memiliki lebih dari sepuluh keahlian guna mempertahankan diri maupun menyerang. Siapa yang membuat aturan seperti ini? Tentu saja sang pendiri organisasi tersebut : Mike Ali! Kemewahan Gym dan kehebatan para anggota jelas mengindikasikan bahwa Black Horns bukan sekadar mafia biasa-biasa saja, akan tetapi mereka memang layak mendapatkan reputasi sekaligus r
Setan telah menguasai pikiran Gavin sehingga yang ada di kepalanya hanyalah bagaimana cara membalaskan dendam kepada Alexander. Dia tidak peduli seberapa berisikonya langkah yang dia ambil. Dia memanfaatkan Black Horns hanya demi ambisi besarnya?Apa dia sudah gila?! Lennox berbadan besar dengan kulit gelap. Wajahnya sangat seram. Ada banyak tato yang menghiasi tubuh kekarnya. Siapa pun yang berada di dekatnya pasti merasakan aura berbeda dari dirinya. Sudah tak terhitung berapa kali dia membunuh orang. Track recordnya dalam urusan kriminal? Tidak usah ditanya. Lennox sudah mencapai tingkat Legend dalam masalah ini. Satu-satunya orang yang berada di atasnya hanyalah Mike Ali. Tidak ada yang lain. “Anak muda, kau sangat asing di mataku. Sebelum kau masuk rumah sakit, lebih baik kau pergi dari sini.”Bibir Gavin bergetar seiring dengan dadanya yang bergemuruh saat mendengar suara dalam dan serak menakutkan dari Lennox. Lalu Gavin berkata sedikit terbata karena diserang rasa takut s
Gavin sangat licik. Apa yang pernah dia dengar dari orang lain, yang mana info tersebut berasal dari Alexander, kini dia jual kepada Lennox, dan tujuan akhirnya adalah untuk menghancurkan Alexander.Mendengar itu, Lennox terperanjat, alisnya terangkat, dan dia berkata dengan marah. “Pemerintah dan militer?”Gavin hanya mengangguk. Lennox kembali duduk dan terpekur beberapa detik. Selama bertahun-tahun Black Horns memang kerap berurusan dengan pemerintah dan militer. Selalu. Hal demikian bukanlah hal aneh lagi. Sebelum tragedi kematian misterius Mike Ali, memang santer terdengar rumor bahwa Black Horns akan menyerang militer lalu menggulingkan Presiden Somers kala itu meski berita itu jelas tidak benar, alias Hoaks! Gesekan antara Black Horns dan para penguasa di negeri ini sudah berlangsung lama. Akan tetapi, Lennox dan semua anggota organisasi tidak pernah terpikir bahwa pelaku dari kasus tersebut merupakan sekelompok orang yang berasal dari pemerintah dan militer. Mereka mendu
Alexander tahu bahwa saat ini Black Horns kondisi internalnya semakin memburuk pasca tragedi penculikan Mike Ali. Di samping penyelesaian misi, Alexander berusaha mengkorelasi dari segenap peristiwa yang dia lalui sebab bisa jadi penculikan Mike Ali erat kaitannya dengan organisasi rahasia yang sempat disinggung oleh Bryan tempo lalu. Dari situ Alexander menekuri, betapa kuat, berani, dan pintarnya organisasi rahasia tersebut sehingga mereka bisa menculik dan membuang Mike Ali, serta perbuatan mereka tak tercium sama sekali oleh publik. Dan karena itulah Alexander percaya bahwa organisasi itu kuat dugaan memang berasal dari pemerintahan dan militer. Tidak mudah untuk menculik orang terkuat, lalu menyebarkan berita di media seolah-olah Mike Ali mati dibunuh dan mayatnya dibuang. Kecuali, mereka adalah tiran dan para elit! Lantas, apa mungkin organisasi rahasia itu masih ada? Siapakah mereka dan siapa pula di balik mereka? Alexander terus mencari mereka di samping menyelesaikan mis