“Kita bisa main odong-odong di kamar hotel. Hehe.” Kelakar Alexander sambil cengar-cengir. “Kalau aku capek, kita bisa giliran. Seru juga kan main enjot-enjotan di kamar hotel. Bukankah begitu, Gaby sayang?” Kedua sudut bibir Gabriella melengkung ke bawah. Dia tahu betul kalau suaminya memang kadang suka bercanda, tapi di lain sisi, dia paham kalau suaminya tidak pernah berbohong. “Alex Luther, suamiku, aku serius ini. Okelah kita keluar cari angin. Tapi tidak untuk dua temat tadi. Top Steak dan Hotel Star adalah destinasi bagi orang kaya dan hebat.” Bibir Gabriella semakin manyun, mengekpresikan kalau dia memang sedang di-prank oleh suaminya sendiri. Namun, Alexander menegaskan kalau dia tidak sedang bercanda, tapi karena dia cengengesan, makanya Gabriella jadi sedikit ragu. “Gaby, apa gurauanku sering mengecewakan mu?” Gabriella cemberut. “Kau tidak pernah mengecewakan aku, Alex. Dan aku yakin kau tidak akan pernah sekali pun mengecewakan aku.” “Bagus!” Selama satu tahun bera
Akan ada masanya di mana cinta mereka bakal benar-benar diuji. Kisah Alexander bersama Gabriella tidak seperti pada cerita fiksi online pada umumnya, di mana sang istri turut membenci suami yang sebenarnya sudah kaya. Kisah seperti itu kurang logis. Sang protagonis dibenci oleh istri, mertua, dan ipar. Agaknya, itu memang kurang bisa diterima sebab si pria terlanjur kaya. Kenapa dia tidak berpisah dan mencari kehidupan baru? Namun, di sini Gabriella sangat cinta pada sang tokoh utama! Gabriella menerima kehadiran Alexander yang biasa-biasa saja. Dia bisa menerima pula status dan latar belakang keluarga Alexander yang juga sangat biasa saja. Di situlah letak ketulusannya, menerima suaminya apa adanya, bukan karena ada apanya. Asalkan dia tahu, seyogyanya dia merupakan wanita yang beruntung di dunia. Di saat banyak wanita di luar sana yang mengidam-idamkan bisa menjadi kekasih dan istri dari Jenderal Naga Emas, namun dia tetap setia pada suaminya. Hanya saja, dia belum tahu. “Aku
Meski mereka menyeramkan wajah dan menebarkan ancaman, tidak sedikit pun ada rasa takut yang muncul pada diri Alexander, lalu dengan tenang dia pun menjawab, “Sudah aku katakan kalau kami sudah bilang permisi pada kalian. Apa kalian preman di sini? Sudahlah. Kami tidak ada urusan.” Dengan cepat pria bertopi menyergah, “Tapi kami ada urusan dengan kau, Alex!” Bola matanya menyala di tengah keremangan malam. Sok bengis, sepertinya dia adalah orang yang paling garang dari pada lainnya. Alexander memasukkan kedua tangannya di saku celana seraya berkata, “Aku merasa tidak ada salah pada kalian. Jika kalian merasa terganggu atau tersinggung, katakan padaku.” Alexander malah berbaik hati pada mereka. Padahal dia tahu sekarang dia sedang diganggu oleh komplotan orang tak dikenal ini. Sementara Gabriella sedikit panik. Bukan apa-apa, dia tahu bahwa suaminya kurang jago dalam hal bela diri. Dia lebih sering melihat suaminya kalah kalau berkelahi. Makanya dia pesimis kalau seandainya terjad
Pria bertopi tak berkomentar apa pun karena sedang menahan sakit di dadanya. Tidak pernah dia seumur hidupnya melihat ada orang yang terlempar sejauh sepuluh meter hanya dengan satu terjangan saja. Baru kali ini, dan dia pula yang menjadi korbannya. Dua orang itu langsung membantu dua temannya yang sedang mengeroyoki Alexander. Tanpa basa-basi, seperti pada film action, mereka sontak menyerbu Alexander dengan penuh semangat. Meskipun Alexander mendapat tinjuan dan sepakan, dia hanya merasakan geli dan sedikit nyeri saja. Biasanya orang yang kena keroyok pastilah kalah dan kewalahan. Tapi tidak bagi Alexander, dia justru meladeni empat orang itu dan memberikan serangan balasan. Beberapa orang di sana yang menyaksikannya tidak mau ikut campur. Sebagian besar mereka malah tidak peduli. Sementara itu di dalam mobil, Gabriella mengawasi suaminya dengan was-was. Dia mengenal suaminya sejak lama dan tahu kalau suaminya tersebut tidak pandai berkelahi. ‘Apa aku harus menelepon Ayah dan mi
Alexander mengulum bibir Gabriella dengan penuh kenikmatan. Sementara Gabriella tidak hanya pasrah, tapi juga turut mengulum bibir Alexander. Setelah sekian lama berpisah, akhirnya mereka dapat kembali bercinta ..... Ketika lampu dimatikan, suasana temaram semakin menambah kehangatan ..... Usai ronde pertama dan lampu sudah dinyalakan, Gabriella terengah-engah dan merapikan rambutnya yang sangat berantakan. Dia rasa, barusan mereka menghabiskan waktu selama lebih dari satu jam, dan itu membuat sebagian besar tenaga Gabriella terkuras habis. Dia masih mendesah. Alexander tersandar. “Eros artinya cinta yang ada kaitannya dengan sensasi seks yang tinggi.” Saat Gabriella bercermin, dia melihat wajahnya yang putih pucat, hanya saja tetap terpancar pesona keanggunan yang wajar mengikat hati Alexander. Dia lantas bergumam, “Kau sangat perkasa. Apa kau tadi makan obat dan semacamnya supaya kuat dan tahan lama?” “Aku belum pernah baca jurnal kalau ternyata daging wagyu bisa memperbagus
Di waktu bersamaan, Alexander sudah berada di Rolls Royce Phantom bersama Mayor Farrell, perjalanan menuju Markas besar militer. “Jenderal, ada pengajuan penambahan alutsista baru,” ujar Farrell sambil menyetir. “Rencana tersebut perlu pertimbangan dan persetujuan dari Jenderal.” “Aku sebaiknya menyusun rapat terlebih dahulu dengan para petinggi. Bagaimana pun, meski aku adalah Panglima, aku tetap mesti mendengarkan masukan dari para senior berpengalaman.” Farrell mengangguk takzim. “Siap, Jenderal!” Selanjutnya Alexander memuji kinerja Farrell yang beberapa hari belakangan sangat membantu, terutama terkait penelusuran dan pencarian informasi tersembunyi mengenai Martin Scott. Farrell beserta tim sudah berhasil membongkar siapa Martin sebenarnya sehingga Alexander pada akhirnya dapat mengumumkannya kepada khayalak, terutama kepada Keluarga Callister. “Kerja mu sudah bagus, Farrell.” Namun, Farrell tidak mau mendapatkan pujian sebab tugasnya terkait Martin dirasa belum juga sele
Dengan tenang Alexander berujar, “Martin mau balas dendam karena sakit hati. Dia tidak terima kalah dariku dan akhirnya harus malu, apalagi dia dikeluarkan dari militer. Cukup logis aku berkata bahwa bisa jadi Martin yang berbuat jahat terhadap Gabriella sebab Martin sudah sakit hati.” Tidak terima keponakannya disalahkan, Winnie kembali melemparkan ujung telunjuknya ke arah mata Alexander lalu menghujat, “Bajingan! Kau yang salah karena sudah membuat keponakanku cacat! Dan gara-gara kau pula lalu dia dikeluarkan dari militer. Kami terlalu sabar menghadapi sikap mu yang sudah keterlaluan, dan sekarang kau malah buat ulah lagi, lalu menyalahkan orang lain yang tidak berdosa. Parah sekali kau!” Meski Pablo sudah tidak ada urusan lagi dengan Martin, namun dia tidak suka jika menantu menyusahkan ini malah berusaha lari dari masalah dengan cara menuduh orang lain yang tidak-tidak. “Kau jangan melemparkan tudingan yang tidak berdasar! Alasan mu tidak bisa diterima, Alex! Kecuali kalau kau
Saat ini Gabriella sedang berada di sebuah rumah, di mana kondisinya sedang terkurung di dalam kamar. Di hadapannya sudah ada dua tentara gadungan yang sedari tadi menakut-nakutinya. Sementara Martin tidak berada di sana, melainkan dia hanya berkoordinasi dengan orang-orang suruhannya dari jauh. Dia tidak mau terlibat langsung. Tujuan Martin adalah menjadikan Gabriella sebagai sandra agar nantinya Alexander tiba di sana. Saat itulah orang suruhannya berkesempatan untuk melakukan pengeroyokan jilid dua. Martin kira, rencananya pasti akan berhasil kali ini, maka dengan begitu dendamnya bisa terbalaskan. Tidak ada kata maaf bagi Alexander karena Martin sekarang sudah hancur, maka satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah melihat kehancuran Alexander. Gabriella meronta saat mendapat tekanan dari dua pria tak dikenalnya. “Katanya, kalian menjalankan tugas dari ayahku. Mana? Tidak ada orang di sini!” ketusnya dengan wajah kesal. “HAHAHAHA.” Mereka menjawabnya dengan tawa membahana.