"Hari ini aku ada pertemuan dengan Bu Hilma untuk membahas tentang bisnis keluarga, kalau ada apa-apa langsung hubungi saja." Entah sengaja atau tidak, Wisnu mengenakan pakaiannya di hadapan Kamila yang duduk di tepi ranjang. Seolah belum cukup membiarkannya terjaga semalaman, sekarang lelaki itu bertelanjang dada di hadapannya. "O-Okay," cetus Kamila dengan pandangan yang dia arahnya ke mana saja asal jangan ke arah Wisnu. Kakinya yang bergoyang-goyang menandakan betapa salah tingkahnya dia sekarang. Padahal Kamila sudah sering melihat roti sobek para partner-nya yang bertebaran. Namun, entah kenapa ada yang beda dengan Wisnu apalagi setelah kejadian semalam. "Kalau begitu aku pergi dulu. Satu kartu kutinggalkan, pin-nya sama dengan yang waktu itu kamu bajak," ujar lelaki itu sebelum pergi. Kamila baru bisa bernapas lega setelah melihat bayangan Wisnu memasuki lift, lalu meninggalkan lantai tersebut. Buru-buru dia menutup pintu dan meraih ponsel di atas pembaringan. Memanggil Rev
Jemari perempuan itu dengan lincah menari di atas keyboard. Menelusuri tiap file yang tertera di satu folder bernama K. Wijaya. Baru saja telunjuknya hendak membuka satu file yang sangat menggugah rasa penasarannya, suara pintu yang terbuka mengurungkan niat Kamila. "Kal--""Ngapain balik?" Refleks Kamila saat menyadari Wisnu yang ada di balik pintu. Sebelah alis lelaki itu terangkat naik. "Ng, maksudku ada perlu apa? Bukannya kamu bilang baru balik nanti malam?" ralatnya yang menyadari perubahan mimik wajah Wisnu. "Aku baru ingat kalau laptopku ketinggalan. Boleh, pinjam punya--""Nggak," pekik Kamila histeris sebelum Wisnu sempat menyelesaikan kalimat. Kali ini giliran dahinya yang bertautan. "Ng, umm ... maksudnya lagi dipake," kelitnya gelagapan. "Oh, ya sudah kalau gitu, aku pakai IPad saja. Bisa tolong ambilkan di meja sebelahmu!" pinta Wisnu sembari menunjuk meja di belakang Kamila."Di mana?" Kamila berbalik dan langsung mencari gadget yang Wisnu butuhkan. "Itu, di si-
"L 324 EK. Itu nomor plat nomor truk yang jalan dari arah berlawanan di saat kecelakaan Kalina. Ini kode Plat Surabaya. Kamu perhatikan baik-baik, jalan yang Kalina lewati adalah lintasan satu arah, tapi kenapa truk ini malah datang dan memblokir jalan yang Kalina gunakan? Sampai sekarang aku masih mencari tahu petunjuk tentang truk ini, kita juga butuh bantuan pihak berwajib untuk melacak nomor plat-nya."Kamila dan Revan tengah memerhatikan rekaman CCTV mobil Kalina masih di ruang rawat rumah sakit, karena berpikir hanya ini tempat yang paling aman bagi mereka sekarang. "Oke. Untuk melacak Plat-nya aku bisa minta bantuan temanku dari kepolisian sektor Surabaya. Sekarang kita fokuskan dulu perhatian pada folder K. Wijaya dan rencana Kalina yang lainnya. Kamu liat semua file dengan judul yang berbeda-beda ini. Semuanya berisi petunjuk dan teka-teka yang seolah hanya diketahui oleh Kalina aja. Nggak ada nama yang disebut dengan gamblang, butuh enam pin untuk masuk lebih jauh. Seperti
"Hua--arghsetaaan!" Kamila terpekik kaget saat tiba di unit apartemennya dan menemukan Wisnu baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melingkar di pinggang. "Dari mana saja kamu?" tanya lelaki itu sembari muncul dari kegelapan dan mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Sebelum menjawab Kamila sembari melirik arlojinya dan menyadari ternyata malam sudah cukup larut, itulah alasan kenapa Wisnu sudah pulang sekarang. "Jalan-jalan, cari udara segar," jawab Kamila sekenanya. "Sama siapa?""Sendirilah. Kan kamu juga tahu aku nggak punya cukup banyak teman."Wisnu mengedikkan bahu, kemudian berbalik menghadap lemari yang menjulang di hadapan. Dengan sengaja dia menanggalkan handuk di depan Kamila, lalu melemparnya ke ranjang. "Crocodile Sialan! Kapan aku akan terbiasa dengan segala kevulgaran ini, Tuhan?" batin Kamila sembari memalingkan pandangan menatap ubin yang dipijaknya. "Sudah makan?" tanya Wisnu lagi, setelah selesai berpakaian. Lelaki itu terlihat segar
"Yang, kenapa kita mesti hadir, sih? Perusahaan kita, kan udah diwakilin Bang Wisnu?" protes Hendri di tengah perjalanan menuju PT. Poltaris saat melihat sang istri tengah membubuhkan lipstik warna nude di bibir tipisnya. Sebenarnya yang mengusulkan diadakannya rapat dadakan, karena hasutan Hendri dan Yayang pada beberapa pemegang saham, sebab hasutan-hasutan keduanya, mereka berhasil membuat para orang-orang berpengaruh di perusahaan itu mulai terganggu dengan kandidat kuat calon pemimpin. Hal itu mereka teruskan pada Bu Hilma, dan terjadilah rapat mendadak ini. "Bang Wisnu sama Kalina itu sepaket, nggak masuk hitungan. Papa juga bilang kalau kita boleh hadir, kok. Lagian Bu Hilma sendiri yang ngundang secara resmi.""Ck, bilang aja kalau kamu mau nyaksiin sendiri Kalina dipermalukan di rapat pertamanya.""Nah, itu tahu. Beruntung kita berhasil menjilat beberapa pemegang saham yang cukup berpengaruh. Lumayan buat permulaan, dia pasti kena mental. Kelabakan entar.""Apa kamu nggak t
"Astaga ini benar-benar menggelikan.""Bagaimana bisa dia memakai barang-barang istrinya?""Lihatlah ... ternyata mereka datang hanya untuk mempermalukan diri."Kulit wajah Yayang yang putih bersih, sekejap berubah merah padam. Rahangnya mengatup rapat dengan kedua tangan yang terkepal. Rasa malu itu sudah menjalar ke seluruh dirinya hingga tubuh tinggi ramping tersebut hanya bisa duduk mematung untuk beberapa saat. "Yang ...." Di kolong meja Hendri mengiba sembari memeluk kaki istrinya. Dia tak tahu lagi di mana harus menyembunyikan muka berserta semua rasa malunya. "Brengsek lo, Hendri!" desis Yayang seraya menendang Hendri sampai terjungkal ke belakang. Kemudian melepas kedua sepatu heels berwarna nude yang dia kenakan, beserta tas yang dilempar ke wajah sang suami. Yayang berlalu dengan bertelanjang kaki, di ambang pintu dia menatap Kamila begitu tajam seolah tatapan itu mampu mencabiknya. "Puas lo, Bitch?"Kamila mengernyit. "Lah, kok gue?""Yang!""Yayang!"Dengan mental dan
Kamila menatap nanar TV layar datar yang terpampang di hadapan. Hampir seharian berita tentang Hendri langsung menyebar mengisi berbakal artikel, surat kabar, bahkan media pertelevisian.Sudah dua hari Wisnu juga belum memberinya kabar setelah kembali ke Jakarta. Dia penasaran tentang keadaan di sana bagaimana sekarang? Walaupun tersemat sedikit kepuasan melihat kehancuran Yayang sudah nyata di hadapan, Kamila juga merasa iba dengan Hendri yang dia pikir tak terlalu jahat seperti sang istri. Dua hari ini bahkan hanya Kamila habiskan dengan menghafal beberapa berkas tentang perusahaan yang tak henti Revan kirimkan. Dia nyaris gila selama hampir 40 jam berkutat dengan berkas dan laporan. Kalau boleh memilih, pekerjaan sebagai agen BIN masih lebih mudah dibanding pekerja kantoran. Kalau bukan demi ponselnya yang dijanjikan akan Revan kembalikan, mungkin Kamila tak akan mau bekerja sampai sekeras ini. Dia bak mengulang tes saat masuk STIN dulu. Otaknya terkuras, energinya terserap habis.
Waktu berlalu begitu cepat. Rapat penentuan pengalihan kepemimpinan Poltaris Jaya semakin dekat di depan mata. Bersama Revan dan ayahnya yang masih terbaring tak berdaya Kamila menjalani hari-harinya yang membosankan, berkutat dengan berkas dan laporan tentang perusahaan yang terus datang setiap harinya. Sekarang perempuan itu benar-benar telah kehilangan kebebasan. Kesibukan dan jam kerja yang merampas hampir seluruh waktunya membuat dia benar-benar merindukan kehidupannya yang dulu. Berganti-ganti peran, mengintai para penjahat, melakukan dinas keliling Tanah Air, dan berlatih fisik rutin sesuai jadwal.Bugh! Bugh! Bugh! Pukulan-pukulan yang Kamila layangkan, membuat samsak tinju yang tergantung di tempat gym khusus penghuni apartemen, berayun ke sana ke mari. Keringat bercucuran dari pelipis hingga seluruh tubuh Kamila yang terbalut sport bra dan celana legging olahraga. Perut rampingnya tercetak curvi sempurna, dengan kedua lengan yang kokoh dan kencang khas olahragawan. Mes