"Pantas saja yah," ucap keduanya, membuat Shila mengerutkan kening. "Pantas apa?" tanya Shila keheranan. "Pantas Aeera nggak peka-peka sama Big Boss. Jujur saja yah, semua penghuni gedung ini udah tahu sejak lama kalau Big Boss suka ke Aeera. Bahkan kami semua pendukung AlAe." "Hah? Loh! Heh … kok … aaaa … ceritain ceritain! Aku penasaran banget!!" pekik Shila, memegang kepala–heboh sendiri. "Yah, kita udah tahu kalau Pak Alarich itu sudah sejak lama suka pada Aeera. Emang dasarnya Aeera yang … errrr-- menggemaskan! Sampe rasanya ingin kucekik dia." Dewa berkata dengan penuh kegregetan pada akhir kalimat. "Sudah sering Pak Alarich mengirim sinyal suka, kentara banget loh, Beib. Bahkan kami saja sadar loh, tapi si Aeera malah enggak.""Hu'um. Pak Alarich itu sering memperhatikan Aeera, baik saat tak sengaja berpapasan ataupun saat lagi rapat. Pernah-- kami semua ditraktir makan siang dan diberi minuman yang lagi tren hanya karena Pak Alarich ingin memberikan makan siang itu pada Ae
Sangat kuat! Bukan hanya membuat Nadien tertoleh tetapi juga hilang keseimbangan–terdorong ke arah dinding lift. "Auuu…," ringis Nadien, memegangi pipinya yang sakit akibat tamparan Aeera. Dengan marah, dia menoleh tajam pada Aeera–memperbaiki posisi tubuh yang sempat menabrak sisi lift. "Eiii …-" nyinyir Aeera, meniru suara ringisan Nadien dengan julid. "Apa? Matamu mau kucongkel?" galaknya selanjutnya, menatap sebal bercampur dongkol ke arah Nadien. Perempuan sejenis ini memang harus dikasih pelajaran, bukan dibiarkan. "Kamu!!" Nadien berjalan cepat ke arah Aeera, langsung menjambak perempuan tersebut. Dia sangat tak terima ditampar oleh wanita rendahan seperti Aeera. Aeera tak tinggal diam, dia dengan brutal balik menjambak Nadien. "Aaaaa … lepaskan rambutku, Jalang sialan! Aaa, sakit!" rintih Nadien, masih menjambak Aeera. Namun tak sekuat awal, sebab dia kesakitan karena tarikan Aeera di rambutnya. Ah, sial. Rambutnya sepertinya banyak yang rontok karena tarikan Aeera.Bug
Aeera menatap ke sekeliling, memperhatikan kamar–tersenyum tipis sembari mengingat kembali ketika dia digendong oleh Alarich. Cara Alarich khawatir tadi, membuat Aeera merasa sangat istimewa dan spesial untuk pria itu. 'Aku jatuh cinta?' batin Aeera, merasa aneh pada dirinya yang sejak sadar terus tersenyum sembari mengingat kejadian itu–kejadian di mana Alarich memeluknya dengan hangat, mencium keningnya lalu menggendongnya. 'Hais, tapi nggak mungkin lah. Masa aku jatuh cinta semudah itu? Nggak bisa dan nggak boleh. Tapi …- perempuan yang menikah dengan pria yang mencintainya saja belum tentu seberuntung diriku. Dia datang padaku dengan raut khawatir, mencium keningku dan … Pak Alarich baik sekali,' batin Aeera lagi, menepuk-nepuk pipi yang terasa panas akibat salah tingkah. Setelah diperiksa di rumah sakit–lebih tepatnya setelah Aeera sadar, Alarich tiba-tiba mengajaknya pulang. Awalnya Aeera tak mengerti kenapa Alarich seperti keukeh merawatnya di rumah. Namun, Aeera sekarang p
"Kamu merawat cucu kesayanganku dengan baik kan, Karl sayang?" Alarich menoleh ke arah neneknya, tersenyum tipis lalu menganggukkan kepala secara lembut. "Tentu saja, Gadis pendekku," ucapnya dengan nada lembut, terkesan hangat sekaligus jahil secara bersamaan. Mendengar itu, Ruqayah seketika tersipu malu–memukul-mukul manja lengan sang cucu. "Sudah cukup, Anak nakal! Kamu sudah punya istri, goda istrimu saja. Jangan Nenek," ucapnya dengan nada malu-malu. Gavin hanya menghela napas, menatap putranya dan sang mama. Alarich memang sangat dekat dengan sang Ibu, dan bisa dikatakan Alarich sangat suka menggoda atau menjahili neneknya. Jadi melihat pemandangan ini, Gavin sudah terbiasa. "Mana istrimu?" tanya Gavin setelah mereka di dalam rumah, menoleh ke sana kemari untuk mencari keberadaan sang menantu, "jangan bilang kamu mengurungnya di suatu tempat! Papa perhatikan kamu … cukup lain," sinis Gavin di akhir kalimat, menatap curiga pada putranya. "Aeera-- ah, Adek di kamar. Akan ku p
'Tapi aku bisa-bisanya malah nggak tahu kalau Pak Alarich tak suka makanan manis. Bagaimana ini?' batin Aeera, cemas dan takut cookies-nya tak disentuh oleh Alarich. Karena masalah ini, Aeera sama sekali tak berani menoleh ke arah Alarich–padahal pria itu berdiri tepat di sebelahnya dengan jarak yang cukup dekat. Dia bukan takut, tetapi lebih ke arah malu sebab tak tahu menahu tentang sang suami. Di depan keluarga suaminya, Aeera memperlihatkan ketidak pedulian serta ketidak tahuannya mengenai Alarich. Ini hal yang membuat Aeera sangat tertampar dan … entah kenapa dia sedih. Alarich suaminya tetapi sedikitpun tentang Alarich dia tak tahu. Miris sekali!"Jangan bilang kamu tak tahu apapun tentang cucuku!" Ranti bersuara, menatap sinis bercampur tak suka pada Aeera. Sejak awal, Ranti memang tak suka pada Aeera. Pertama, dia menganggap Aeera menjebak Alarich sehingga dia menjadi istri Alarich. Kedua, dia tahunya Aeera berasal dari keluarga biasa–dalam artian tak kaya dan tak miskin. Di
"Hanya aku yang boleh memanggil Ara dengan sebutan Adek. Dan kau-- sopanlah!" tegur Alarich, cukup kesal dan sedikit marah karena Nadien ikut-ikutan memanggil Ara-nya dengan sebutan Adek. Shit! Hanya Alarich yang boleh memanggil Aeera dengan sebutan itu. Dia tidak suka orang lain ikut-ikutan memanggil istrinya dengan panggilan tersebut. "Oh, maaf, Kak Karl," cicit Nadien, berkata dengan lembut dan lirih–sengaja supaya Alarich tidak tega untuk lanjut memarahinya, "soalnya Aeera sangat lucu, panggilan Adek sangat cocok buat dia. Aku suka memanggilnya begitu," jelas Nadien kemudian, merayu agar Alarich membiarkannya memanggil Aeera dengan sebutan Adek. 'Cik, Kak Karl memarahiku hanya karena ikut memanggil Aeera dengan panggilan Adek. Argkk, aku kesal banget. Pokoknya Aeera tak boleh mendapatkan panggilan istimewa itu. Panggilan itu milikku!' batin Nadien, diam-diam mengepalkan tangan–luar biasa marah dan cemburu pada Aeera. "Iya, Karl. Tak masalah dong jika Nadien memanggil Aeera de
Setelah menakut-nakuti Aeera, Gavin beranjak dari sana–terkekeh jenaka karena sepertinya Aeera percaya pada ucapannya tadi. Wajah menantunya langsung pucat dan panik. ***Aeera memasuki kamar, bertepatan dengan Alarich yang keluar dari kamar mandi–sangat seksi dan menggoda iman dengan handuk yang melilit di pinggang. Yang membuat Aeera bertanya-tanya adalah, ada banyak handuk kimono di sini. Tetapi kenapa setiap kali mandi, Alarich lebih suka handuk biasa–lebih suka mengenakan handuk dengan melilitkannya di pinggang. Yah, Aeera tahu jika aurat laki-laki dan perempuan itu berbeda. Namun, tetap saja bukan jika Alarich seperti sedang tebar pesona. 'Oh ya, Ampun!! Roti sobeknya … aduh, jadi panas.' batin Aeera, berupaya menjauhkan mata dari roti sobek diperut sang suami. Namun, semakin dia melarang, semakin nakal matanya. Brak'Aeera tiba-tiba saja tersandung kaki meja–efek akibat terlalu fokus menatap ABS Alarich, membuat Aeera tak melihat jalan dan berakhir terjerembab di lantai.
"Umm ... boleh aku menginap di sini? Hujan lebat sedang turun. Ada petir dan aku takut, Kak Karl," pinta Nadien lirih, menatap sendu serta penuh ketakutan pada Nadien. Perempuan tersebut sengaja memasang raut muka sedih supaya Alarich tidak bisa menolak permintaannya. Biasanya Alarich selalu luluh dengan cara ini. "Humm." Alarich berdehem untuk mengiyakan, membuat Nadien tersenyum lebar. See? Alarich mudah luluh olehnya. Sebab apa? Sebab Alarich menyayanginya. Nadien hanya perlu menyadarkan Alarich supaya dia tahu jika dia sebenarnya mencintai Nadien. Bekalnya sudah ada, sebab Alarich pernah suka padanya.'Aku cinta pertama Kak Alarich. Sedangkan Aeera, dia hanya wanita yang tengah dijadikan mainan oleh Kak Alarich. Setelah Kak Alarich puas bermain dengan Aeera, Kak Alarich akan kembali padaku.' batin Nadien, senang sekaligus kepedean jika Alarich baik padanya karena pria ini masih suka padanya. Dia cinta pertama Alarich dan yang pertama selamanya akan menang. Pendatang baru seper