"Bekal Za kenapa masih banyak? Dia tidak makan yah?" tanya Aeera ketika mendapati kotak bekal putranya yang masih berisi penuh tersebut. "Makan." Zavier menjawab cepat, "Za makan bekal Yaya dan Nana.""Loh, Zavier kan punya bekal sendiri?" Aeera menatap tak habis pikir pada putranya. Apa jangan-jangan karena masakannya tak enak oleh sebab itu Zavier lebih memilih makan bekal dari temannya? Zavier meraih kotak bekal miliknya dari tangan sang Mommy, lalu mendengus pelan ketika melihat kelakuan Daddynya. Makan siang yang Mommynya bawa sudah ditaruh semua di depan Daddynya. Yang meletakkannya tentunya Daddynya, tujuannya agar semua menjadi milik Daddynya. "Lihat suami Mommy," ucap Zavier kemudian dengan nada malas, tetapi lebih ke arah cemberut karena lagi-lagi dia tidak kebagian makan siang yang disiapkan sang Mommy. Untung dia tahu jika dia dan Mommynya akan kemari, jadi bisa mempersiapkan diri dengan tidak memakan bekalnya sendiri. "Astaga, Mas," kaget Aeera, melongo menatap tak pe
Alarich dan Aeera pulang bersama ke rumah. Setelah sampai di rumah, Aeera membersihkan diri kemudian memilih beristirahat. Sedangkan putranya dan sang suami sedang menonton televisi–dalam kamar. Hebatnya Alarich adalah dia selalu menyempatkan diri untuk menemani Zavier bermain atau sekedar menemani menonton. Ting'Aeera yang sedang belajar merajut, menoleh sejenak ke arah benda pipih ajaib miliknya yang berbunyi. Aeera mengerutkan kening saat sebuah nomor baru mengirim pesan padanya. 'Hi, Rara.' Aeera yang membaca pesan tersebut mengerutkan kening. "Rara?" gumamnya pelan, memilih mengacungkan pundak kemudian memilih memblokir nomor tersebut. Seseorang tersebut mungkin salah orang, dan Aeera arti ribet. Daripada meladeninya, lebih baik dia memblokirnya.Aeera kembali sibuk dengan aktivitasnya, duduk di lantai beralaskan karpet tebal. Namun tiba-tiba saja, HP-nya berbunyi. Seseorang menelponnya. Itu nomor baru lagi! "Halo …." Aeera mengangkat telepon kemudian menyapa dengan nada pe
"Jaman sekarang memang banyak kasus perselingkuhan. Istri yang merasa tak mendapatkan perhatian suaminya lalu dia mencari perhatian pria lain. Yah, itu sudah lumrah sepertinya, Tuan." Alarich tidak menanggapi, tetapi dia memikirkan ucapan Regina tersebut. Dia sendiri melihat Ara-nya berbicara dengan pria lain, Alarich tak ingin mempermasalahkan itu tetapi dia terus memikirkannya. Terlebih pria itu terlihat begitu bahagia, tersenyum manis pada istrinya. Tadi, Alarich berniat menjemput Zavier. Kebetulan dia berada disekitar sekolah putranya. Namun, niatannya tersebut ia urungkan ketika melihat istrinya ternyata ada di sana, menjemput putra mereka. Alarich sedikit kesal sebab Aeera melanggar perintahnya. Kekesalannya bertambah ketika istrinya berbicara dengan seorang pria. Sekarang Alarich bukan kesal lagi, tetapi marah karena terpengaruh oleh perkataan Regina. Alarich sibuk bekerja sepanjang hari dan malam, apakah Aeera merasa kurang perhatian darinya? Apa Aeera akan selingkuh? "Kat
Daddynya ada di ambang pintu! Mata Zavier mengerjap beberapa kali, menatap sang Daddy dengan raut muka gugup bercampur takut. Sedangkan Aeera, dia kembali sibuk dengan HP-nya.Tak tak tak'Srett'Suara langkah kaki dengan ketukan yang khas terdengar, Aeera menoleh ke arah suara ketukan kaki tersebut sedang Zavier langsung bersembunyi dibalik tubuh Mommynya. "Mas Alarich," sapa Aeera, langsung berdiri untuk menyambut suaminya yang baru pulang, "Mas Alarich tumben cepat cepat pulang?" tanya Aeera setelah menyalam tangan suaminya. Cup'Alarich mengecup kening Aeera lalu beralih mencium bibir istrinya. "Pekerjaanku tidak terlalu banyak dan aku sangat merindukanmu," jawabnya datar. Namun walau begitu, Aeera tersenyum senang mendengarnya. Nada datar Alarich sudah makanan sehari-hari Aeera. Dia tidak mempermasalahkan itu sama sekali. "Sekarang aku tahu kenapa kau sering mematikan sambungan telepon." Alarich menatap tajam ke arah putranya, di mana Zavier memanyunkan bibir lalu segera ber
"Iya, kenapa Mas?" tanya Aeera, menoleh sejenak pada suaminya lalu kembali fokus pada ponselnya. "Aku di sini dan kau lebih memilih fokus pada HP-mu. Dia lebih menarik, Adek?" Aeera langsung menoleh cepat pada suaminya, menggelengkan kepala lalu mengerjap tak enak. Alarich menyindirnya karena sibuk bermain ponse. Aeera langsung meletakkan Hp, duduk dengan menghadap sepenuhnya pada Alarich. "Mas ingin mengobrol yah?" "Kemarikan Ponselmu," dingin Alarich. Aeera dengan cepat menyerahkan ponselnya pada Alarich. Sedangkan Alarich, dia langsung mencek HP tersebut. Aeera sedang melihat ide-ide membuat kotak bekal anak agar lebih menarik. Aeera juga sehabis menonton tutorial merajut sweater yang tebal. Mengejutkan, ada 12 nomor baru yang Aeera blokir selama sehari ini. "Nomor?" Alarich bertanya singkat. Aeera menggelengkan kepala, pertanda dia tidak tahu. "Aku benar-benar tidak tahu, Mas. Kayaknya itu orang yang sama.""Humm." Alarich berdehem singkat, mengirim nomor terakhir ke HP-nya
"Kenan sayang, Tante dan Zavier pulang yah," pamit Aeera pada keponakannya yang lucu tersebut. Kenan menanggukkan kepala, tersenyum lebar sembari melambaikan tangan ke arah Aeera dan Zavier. "Din, Leo, Tante, Paman, aku pamit," ucap Aeera, pamit pada Nadien, Leo dan Tante serta pamannya. "Iya, Ra. Makasih banyak sudah mau datang ke sini. Hati-hati dijalan," ucap Nadien. Perempuan itu berubah jauh dari lima tahun terakhir. Pribadinya lebih positif, dia belajar banyak dari Aeera. Baiknya perempuan itu, Aeera masih menerima maaf darinya dan bahkan membantu Nadien agar diterima oleh keluarga Narespati. Nadien tidak lagi menaruh perasaan pada Alarich, sekarang Alarich di matanya tak lebih dari seorang kakak. Nadien sudah menemukan cinta dan kebahagiaannya, Leo–si brondong tengil yang mampu merebut hatinya dengan cara yang unik. Laki-laki tengil itu awalnya jahat dan cuek padanya, tetapi perlahan dia perhatian pada Nadien. Salutnya, Leo yang saat itu masih kuliah mencari pekerjaan hanya
"Lututnya sakit, Nak?" tanya Aeera pada Zavier. Mereka sudah di rumah dan Aeera sudah merawat luka putranya. Bayang-bayang pria itu melempar putranya ke tanah dengan kasar masih terus mengiang dalam pikiran Aeera. Alih-alih mengingat kejadian buruk yang hampir menimpanya, Aeera lebih memikirkan hal kasar yang putranya terima. Aeera menyesal karena menoleh ajakan menginap di rumah tantennya. Coba saja dia tidak menolak, pasti kejadian di malam itu tak akan pernah menimpa putranya. "Sakit?" tanya Aeera lagi dan lagi dengan nada gemetar. Sebagai seorang ibu, hatinya terluka mengingat perlakuan kasar Jerry pada putranya. Zavier menggelengkan kepala, tersenyum lebar ke arah sang Mommy. "Ini sama sekali tidak sakit, Mommy, dan Za baik-baik saja.""Maafkan Mommy," cicit Aeera pelan, ingin menangis ketika melihat ke arah lutut putranya yang memar akibat kejadian itu. "Harusnya Za yang meminta maaf pada Mommy. Kata Daddy, Za harus bisa menjaga dan melindungi Mommy. Tetapi tadi Zavier gagal
"Kamu yakin ingin sekolah, Sayang?" tanya Aeera, berjongkok di depan putranya–di depan sekolah sangat putra. Sejujurnya Alarich tidak mengizinkan Aeera keluar, tetapi Aeera keukeuh karena ingin memastikan Zavier baik-baik saja. Anaknya tersebut mengotot untuk sekolah. "Aku baik-baik saja, Mommy." Zavier berkata dengan nada terburu-buru, dia mencium pipi Mommynya lalu segera pamit. Zavier berlari cepat, mengejar seorang anak perempuan yang kebetulan baru datang jua. "Za, jangan berlari! Kaki kamu masih sakit!" teriak Aeera, spontan berdiri untuk memperingati putranya. Zavier menoleh padanya, tersenyum tipis lalu kembali berlari untuk menyusul si temannya tersebut. "Sudah bukan?" Alarich turun dari mobil, langsung menarik pergelangan Aeera untuk masuk dalam mobil. "Aku akan mengantarmu pulang. Mama dan Papa akan datang untuk menemanimu," ucap Alarich, mendapat anggukan pasrah dari Aeera. ***"Zavil, itu punya Amanda. Kembalikan!" pekik anak perempuan bernada cadel tersebut. Nam