Alarich keluar dari mobil lalu berjalan ke sebuah rumah besar dan mewah. Hanya saja cat sudah pudar, bernoda dan tak terawat. Seandainya rumah ini dirawat, mungkin rumah tersebut masih sangat bagus–gaya bangunannya lumayan unik. Setelah memandang bangunan rumah mewah tersebut, Alarich melangkah masuk. Alarich tidak tahu ini rumah siapa, yang jelas istrinya berada di titik ini. Di depan rumah–di teras depan, Alarich melihat seorang perempuan. Sepertinya dia ingin masuk tetapi dia cukup ragu untuk melakukannya. Pada akhirnya perempuan itu meletakkan sesuatu di depan pintu, perempuan itu berbalik dan langsung terkejut bukan main ketika melihat ada orang lain selain dia di tempat ini. Tanpa mengatakan apa-apa, perempuan itu bergegas kabur–terbirit-birit dan terlihat panik. Alarich tak mengejar perempuan itu, memilih masuk ke dalam rumah tak terurus tersebut. Ketika masuk, dia menatap sesuatu yang diletakkan perempuan tadi. Snack, botol minum dan martabak. Ada juga tissue. Alarich bing
Aeera terbangun dan mendapati dirinya telah berada di kamarnya dan Alarich. Aeera duduk secara perlahan kemudian menghela napas. Dia ingat kejadian semalam dan dia merasa malu sekarang. Semoga Alarich sudah ke kantor agar Aeera tak harus bertatap muka dengan pria itu. Aeera malu, membuat kemeja pria itu basah lalu berakhir ketiduran juga--semalam. Aeera lagi-lagi menghela napas, turun dari ranjang dan berniat membersihkan diri. Tanpa sengaja matanya menatap sebuah kantong plastik berwarna putih. Pada bagian depan ada note yang ditempel. 'Dari temanmu.'Aeera mengerutkan kening sebab bingung temannya yang mana yang telah menitipkan benda ini pada Alarich. Ketika Aeera melihat isinya, Aeera langsung tahu siapa yang memberinya. Shila. Aeera seketika ingin menangis, tersenyum penuh haru sembari terus mengamati isi dari kantong tersebut. Ada martabak, jajanan, air mineral dan tissue. "Bahkan ketika aku memusuhimu, kamu masih peduli padaku, Shil," parau Aeera, memeluk kantong plastik
"AEERA!!" Hampir semua orang meneriaki namanya, nada membentak sebab marah pada perkataan Aeera.Aeera menoleh ke arah belakang, dia cukup kaget melihat Alarich ada di sana–bersama ayahnya, Neneknya (Ruqayah) dan Bian. Tatapan Aeera bertemu dengan tatapan Alarich, mata mereka beradu–Alarich dengan sorot marah dan Aeera dengan sorot sayup. Alarich mengepalkan tangan, menahan kemarahan dalam diri. Dia paling membenci perkataan cerai keluar dari mulut Aeera! Alarich melangkahkan kaki, berniat menghampiri Aeera. Tetapi langkahnya ditahan oleh Bian, ayahnya dan neneknya–seolah ketiga orang itu tahu jika Alarich ke sana untuk memaki Aeera. Melihat kemarahan putranya, Audriana langsung berdiri. Begitu juga dengan Ranti dan Nadien–di mana Nadien berniat menghampiri Alarich tetapi pergelangan tangannya dengan cepat ditahan oleh Audriana. "Kau ingin bercerai, Heh?!" geram Alarich dining, menatap nyalang dan gusar ke arah Aeera. Dengan lembut, Aeera mengangguk. Sebaliknya dia menatap Alari
"Kejadian malam itu-- aku sangat menyayangkannya Audriana," ucap Ruqayah pada menatunya. Mereka masih di rumah Alarich. "Mah, aku juga menyayangkan apa yang terjadi pada malam itu. Aeera tidak hadir dan … Alarich pergi mencarinya," ucap Audriana, menimpali perkataan mertuanya. Pesta pernikahan tersebut berjalan dengan baik. Hanya saja putranya dan menantunya tak hadir pada malam itu. Audriana tak tahu apa yang terjadi, Alarich hanya mengabari jika dia dan Aeera baik-baik saja. "Lihat, kamu sama sekali tak merasa bersalah. Cih," decis Ruqayah di akhir kalimat, menatap tak suka pada Audriana. Dia bersedekah di dada, bersikap angkuh dan dingin. Andai dia tidak melakukan pemeriksaan kesehatan, mungkin Aeera-nya tak akan diperlakukan seperti yang Angeli ceritakan padanya. Mungkin sikap Aeera yang seperti tadi, ada sangkut pautnya dengan kejadian tadi malam. Ditambah …-"Be--bersalah?" Audriana berucap gugup, mengerjab beberapa kali sembari merenungkan perkataan sang Mama mertua. Buk
Sreek'Aeera dikejutkan dengan pintu walk in closet yang dibuka cukup kuat, seperti biasa pelakunya adalah Aalarich. Tanpa merasa berdosa dan bersalah sedikitpun, pria itu masuk ke dalam. Aeera buru-buru memalingkan wajah, berpura-pura sibuk berpakaian. Pipinya tiba-tiba panas, mungkin sudah menyemburkan rona merah yang sangat kentara di sana. Tadi malam, dengan bodohnya dia mengatakan perasaannya pada Alarich. Dia tidak tahu apa pria ini menganggapnya serius, tetapi Aeera dan perasaannya sangat serius. 'Sikap Mas Alarich biasa saja. Berarti Mas menganggap jika tadi malam hanya candaan.' batin Aeera, merapikan sedikit penampilannya lalu membalik tubuh–berniat beranjak dari sana. Mengingat tadi malam, Aeera tak menyangka jika dia akan se terbuka itu pada Alarich. Selain pada Shila, dia tidak pernah berani mencerikan masalahnya pada siapapun. Apa karena dia dan Shila sedang bertengkar jadi Aeera mencari tempat curhat baru? Atau karena … 'Aku rumahmu, Dek.'Karena Aeera tersugesti ol
Setelah rapat selesai, Aeera buru-buru merapikan dokumen kemudian cepat-cepat beranjak dari ruangan tersebut. Namun, langkahnya berhenti, menoleh gugup dan canggung pada seorang pria yang juga ingin keluar–secara bersamaan dengan Aeera. "Silahkan," ucap Alarich, mempersilahkan Aeera keluar lebih dulu dari ruangan tersebut. Aeera sadar dia melanggar etika jika keluar lebih dulu dari Big Boss-nya. Namun, karena dia sudah dilanda perasaan malu dan canggung, Aeera memutuskan menuruti perkataan Alarich–buru keluar dari sana dengan air muka panik dan pipi memerah padam. "Cih." Alarich berdecis geli secara pelan, menatap makhluk menggemaskan tersebut lalu segera mengikuti langkah istrinya–melangkah santai tepat di belakang Aeera, mengawasi gerak gerik istrinya dengan tatapan intens. "Tuan, ada masalah?" tanya Bian, setelah berada di sebelah Alarich. Ia perhatikan Aeera dan Alarich sejak pagi seperti saling menjaga jarak. Interaksi keduanya singkat dan seperlunya. "Tidak," jawab Alarich
Aeera menatap genggaman tangan Alarich pada tangan mungilnya, seulas senyuman muncul di bibir–merasa hangat dan bahagia hanya karena tangannya digandeng oleh Alarich. Dia pikir Alarich hanya bercanda untuk mengajak keluar dirinya, ternyata Alarich benar-benar membawanya keluar. Umm … bisakah ini dikatakan kencan malam? Setelah tadi Alarich membawanya keliling kota, sekarang dia dan pria tampan ini sedang mengantri membeli sate. Permintaan Aeera sendiri sebab ketika melihat menjual sate di pinggir jalan, Aeera tiba-tiba menginginkannya. Aeera sudah melarang Alarich untuk ikut turun dari mobil, tetapi suaminya tersebut cukup bandel–keukeh menemani Aeera, bahkan rela ikut ngantri. Bug'Seseorang tiba-tiba saja menyenggol pundak Aeera, membuat keseimbangan Aeera goyah. Untuk Alarich dengan cepat menahan pundak Aeera, menangkap istrinya tersebut lalu dengan cepat melayangkan tatapan tajam pada pria berbadan gendut yang menyenggol Aeera. "Sialan!" maki Alarich marah, memanggil pria gen
"Makan sate-mu," ucap Alarich, memakan dengan santai nasi di piring Aeera. Aeera menatap suaminya, memandangi pria di sebelahnya dengan sorot kagum. Senyuman manis mengulas di bibir, merasa terkesan oleh perlakuan Alarich. Simpel, tetapi dia senang. Pria yang sampai sekarang ini ia ragukan tujuannya menikahi dirinya, selalu bisa membuat Aeera kehilangan kata-kata. Dia pria yang sigap dan gentle! Setelah maid datang membawa piring dan membuka bungkus satenya, Aeera mengambil satu tusuk lalu meletakkannya di piring Alarich. Hal tersebut membuat Alarich menoleh padanya, menatap aneh serta bingung pada Aeera. "Untuk?" ucap Alarich, mengangkat tusuk sate–menanyakan keberadaan sate tersebut di piringnya. "Ucapan terimakasih," jawab Aeera pelan, malu-malu dan salah tingkah. Setelah itu, dia lanjut memakan sate miliknya–begitu lahap dan bersemangat. Alarich menatap istrinya, tersenyum tipis kemudian berhenti makan. Dia makan supaya Aeera makan sate tersebut, bukan karena dia lapar. Namu