"Anindira," sebut Arsenio sangat lembut.Sang pemilik nama, langsung menoleh. Dua matanya membola besar seolah ingin melompat keluar. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Anindira meninggikan suaranya. Dia meraih pisau dan menggenggamnya sangat kuat, sebagai perlindungan diri. "Jangan coba-coba untuk mendekat, atau aku akan membunuhmu!" lanjutnya mengancam. Arsenio membuang napas berat. Seperti yang ia duga. Anindira pasti melakukan perlawanan. Arsenio tak berkata, langsung saja melancarkan aksinya. Dia mendekat. Mengikis jarak yang hanya beberapa meter itu."Berhenti di sana!" tegas Anindira, merasa sangat takut. Namun, Arsenio tidak menggubrisnya.Dalam satu tarikan napas, Arsenio meraih pergelangan tangan Anindira yang sedang menggenggam sebuah pisau.Arsenio menatapnya tajam, begitu juga dengan Anindira. Baik Arsenio maupun Anindira, merasa ada deguban kencan dan hati yang berdebar-debar, sedang merasuk dalam jiwa. Arsenio melihat ke arah pisau itu, lalu mengambilnya dan menyingk
Hari berikutnya. Arsenio pun mendatangi apartemen Anindira lagi. Kali ini dengan gaya pakaian yang berbeda. Biasanya jas hitam, kemeja putih, pokoknya kantoran banget. Sedangkan sekarang kaos lengan pendek, celana yang panjangnya sampai sebatas lutut dan sendal jepit."Selamat pagi, Bibi." Arsenio membentangkan kedua tangannya, tersenyum lebar, tepat saat pintu terbuka.Olivia memperhatikan Tuan Muda Keluarga Guan itu, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berpikir, kali ini apa yang akan dilakukan Arsenio?"Bibi ... Aku bawakan daging segar. Bagaimana kalau kita membuat barbeque?" ajak Arsenio, sembari menarik tangan Olivia, untuk masuk. Arsenio sudah menganggap apartemen ini seperti rumahnya sendiri, tapi memang milik keluarganya. Saking senangnya, Arsenio sampai duduk berjongkok saat menjejerkan beberapa bungkus daging yang dibelinya sebelum sampai apartemen. Olivia sampai berpikir. Sebenarnya Arsenio, Tuan Muda atau pria biasa? "Di mana Anindira?" tanyanya melihat sekeliling. S
DOOOOOORRRRRRR ...Suara nyaring itu seolah memecah gendang telinga, hingga terbawa ke alam sadar. "IBUUUU!!!" teriak Anindira sangat kencang. Membuka matanya lebar-lebar dan berkeringat sangat banyak. Bayangan Olivia, seketika mengisi ruang kepalanya. Anindira memperhatikan sekitarnya yang gelap. Hanya sebatas lampu kecil tepat berada beberapa meter di atas kepalanya. Tidak ada lubang angin atau semacamnya. "Apa ini? Lepaskan!" Setelah menjernihkan pikirannya, Anindira baru sadar, kalau kedua tangan dan kakinya sudah terikat tali, yang membuatnya sulit bergerak bebas."Around!!!" teriaknya kemudian, yang yakin bahwasanya sang ayahlah dalang dari semua ini.Tak berselang lama, suara tawa terdengar jelas. Mengisi seluruh ruangan hampa tersebut.Dari balik kegelapan, muncul sosok pria bertubuh gagah, membawa sebuah senjata api di tangan kanannya."Pria keparat, kau, Around!" hardik Anindira sambil melempar ludah."Berani kau bersikap kurang ajar pada ayahmu, ah? Apa kau ingin menyus
"Tuan. Ada misi baru," ucap Freya, menghadang langkah Arsenio, tepat saat keluar gedung.Sedari tadi Freya menunggu Arsenio karena tahu, di dalam sana suasananya sangat kacau. Seluruh staf All Star Grup sudah dievakuasi. Memang tidak sampai menelan korban jiwa. Namun, yang mengalami luka-luka terbilang cukup banyak. Terutama mereka yang berada di ruangan tersebut. Arsenio termangu, lalu menjatuhkan tatapan datar pada utusan Sistem Mafia Terkuat itu. "Aku tidak lagi peduli dengan misi! Sekarang, ada hal yang lebih penting. Seseorang yang sangat kucintai sedang membutuhkanku! Jadi, menyingkir dari jalanku, sekarang!"Suara Arsenio bergetar. Dia benar-benar takut, kehilangan Anindira. Isi kepala serta hatinya sedang bertarung, seperti dua mata pedang yang saling beradu sekarang.Freya mundur satu langkah. Sedangkan Arsenio bergegas masuk mobil. Kali ini dia yang duduk di kursi kemudi. Ya. Dia tidak bisa mengandalkan Cale saja. Ini adalah urusan hati dan nyawa sebagai taruhannya."Misi
Masih di hari yang sama. Terhitung satu jam lagi sebelum matahari menutup diri, lalu datang kegelapan yang mendominasi. Anindira masih dalam posisi tangan dan kaki terikat. Rambutnya tergerai dan acak-acakan. Entah beberapa kali Around menariknya, sehingga tak lagi berbentuk lurus.Leonardo, pria yang sempat mengisi relung hati sang gadis, hanya memperhatikan dari kejauhan saja, tanpa berpikir untuk menyelamatkan atau menghentikan. "Apakah dia akan tahu, lokasi ini?" tanya Around, pada seorang pemuda tiga puluh tahun berwajah tampan. Namun, tidak memiliki perasaan sama sekali."Hahaha. Dia mungkin tidak akan mengetahuinya, tapi Cale pasti sadar. Dia akan mampu menemukan tempat ini dengan cepat," jawab Leonardo sangat yakin dan tersenyum sinis.Kini pusat perhatiannya bukan lagi Around, melainkan Anindira yang tertunduk lesu tak berdaya di sana. Sejak hari itu, Leonardo tidak lagi menaruh perasaan apa pun kepada Anindira. Dia sudah mengubur dalam-dalam cintanya. BRUK ...Ketika o
Satu setengah jam sebelumnya. Bastian tiba di All Star Grup, satu menit setelah Arsenio dan Cale pergi. Dia terlambat. "Freya!" Bastian buru-buru keluar dari mobil. Ia datang seorang diri. "Di mana Tuan Muda?" tanyanya langsung pada inti."Tuan Muda baru saja pergi mencari Anindira, bersama Cale," jawab Freya tanpa ada da yang ditutupi. Beberapa detik lalu, ia terdiam dengan pikiran kosong. "Ada apa dengan Anindira?" Bastian mengerutkan keningnya. Agaknya, ada hal sangat penting yang sudah ia lewatkan. "Anindira diculik. Keberadaanya tidak diketahui sekarang. Bersamaan dengan ledakan di sini, seseorang telah menyerang apartemennya. Ada sebuah surat yang mengatakan, bahwa saat ini Anindira sedang berada di suatu tempat dan Tuan Muda, harus segera menyelamatkannya."Napas Bastian seolah tertahan beberapa detik. Penuturan Freya, membuktikan firasatnya yang tidak enak beberapa saat lalu karena sedari tadi ia kesulitan untuk menghubungi Anindira. Terlebih lagi, ledakan di All Star Gru
DOOOOOORRRRRRR...Leonardo melepaskan satu tembakan. Sebelum yang lain bisa beraksi, Freya sudah lebih dulu mengambil tindakan cepat. Dalam satu detik, ia sudah berdiri di depan Arsenio tanpa ada yang menyadarinya. Langkahnya begitu cepat, secepat kilat yang menyambar bumi. "Freeyaaaaa!!!" teriak Arsenio sangat kencang. Dia baru sadar satu detik kemudian, saat timah panas itu sudah lebih dulu menembus dada Freya.Darah segar membuncah keluar tanpa bisa ditutupi. Arsenio mengepalkan kedua tangannya. Begitu juga dengan Bastian dan Cale.Tembakan itu sebagai tanda, mereka yang sedari tadi hanya memperhatikan dari kejauhan, kini telah keluar dari kegelapan.Arsenio menyanggah tubuh Freya yang hendak jatuh. Dia tidak peduli anak buah Leonardo dan Around sedang mengepung."Bertahanlah ...," ucap Arsenio sedikit lirih. Matanya berkaca-kaca, seolah ada sesuatu yang hendak menerobos pertahanannya.Arsenio menggendong Freya ala bridal style. Dia tidak bisa membiarkan Freya terkapar begitu sa
"Kalian keterlaluan!" Anindira meludahi wajah Around, yang berada tepat di samping kirinya."Sebenarnya apa yang kalian inginkan dariku ah?""Buatlah dia diam atau dia akan membuat seluruh rencana kita kacau!" berang Leonardo yang fokus pada jalanan beraspal Sky Blue City. Around menyeka bekas air liur Anindira di pipinya. "Diam kau, anak tidak tahu diuntung!" bentaknya meninggikan suara. Sampai air liurnya membuncah keluar.Anindira tidak bisa diam. Terus berteriak, berusaha agar orang lain di luar sana mampu mendengar suaranya. Meskipun nihil hasilnya, tetapi Anindira tidak mau menyerah pada keadaan. Around yang mendengarkan pun merasa sangat jengkel. "Diam!" teriaknya lagi. Bisa-bisa gendang telinganya pecah, kalau Anindira terus saja berteriak. "Aku tidak akan diam sampai kapan pun juga!" Suara Anindira tidak kalah tinggi dari pria yang memposisikan dirinya sebagai ayah itu.Ayah seperti apa? Dia tidak pantas dipanggil ayah. Bagaimana bisa seorang ayah yang menjadi cinta pertama