Laila dan Amelia berpandangan saat dokter Marzuki mengulurkan cup es krim. Amelia paling tahu diantara semua orang yang ada di hotel bahwa Laila ma ti-ma tian menahan diri untuk tidak salto sambil koprol saat ini. Laila nyengir saja sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia lalu mengucapkan terima kasih seraya menerima cup es krim dari tangan dokter Marzuki. "Oh, ya Mas. Tolong dong mundur dulu. Jangan terlalu maju!" ujar Laila dengan mengulurkan tangan kanannya ke arah dokter Marzuki. Dokter Marzuki mengerut kan dahi dan menatap Laila dengan heran. "Memang nya kenapa saya nggak boleh maju, La?""Hm, karena mas Marzuki itu ganteng nya kelewatan," sahut Laila nyengir. Dokter Marzuki tertawa renyah. Laila terpaku. Dalam hati dia merasa heran, apakah es batu di hati dokter Marzuki sudah mulai mencair. "Kamu bisa saja, La.""Mas Marzuki dulu kan yang menggoda saya," sahut Laila tersenyum. Dia mencoba melihat reaksi dokter Marzuki setelah memanggil nya dengan sebutan 'Mas'. "
"Mas Azzam mau ke hotel Astin untuk bertemu dengan ku?""Tentu saja. Ini kan malam Minggu. Aku libur kerja dan sedang tidak ada tugas jaga," sahut Azzam. "Baiklah. Kita ngobrol di lobi atau taman hotel saja. Aku tidak bisa jalan-jalan boncengan sama kamu, Mas. Keluargaku tidak memperbolehkan aku jalan-jalan dengan laki-laki non muhrim.""Oh, baguslah kalau begitu. Kamu bisa menjadi calon istri yang tidak tersentuh laki-laki lain," sahut Azzam membuat Laila mendelik. "Hm, baiklah. Jadi mau ke sini jam berapa?""Sekarang juga bisa. Masih jam delapan malam. Atau kalau kamu belum makan malam, kita makan di restoran saja. Aku akan mentraktir mu, La. Sekalian saja aku ingin ngobrol juga sama bapak dan ibumu, kalau diperbolehkan."'Astaga, mas Azzam ini kenapa justru bilang seperti itu? Apa dia nggak merasa kalau Amelia itu mencintai nya?' batin Laila. "Bapak dan ibu istirahat, Mas. Mungkin sudah tidur. Capek karena banyak tamu sejak siang.""Oh gitu, apa kamu juga capek? Atau jangan-jan
"Semangat Laila! Kamu harus bisa menjadi mak comblang untuk Amelia dan mas Azzam!" gumam Laila bersemangat. Gadis itu langsung menuruni anak tangga hotel dan menuju ke lobi. Prajurit yang baru menjadi tamtama itu melihat kedatangan Laila dengan wajah sumringah."Malam, La. Kamu cantik sekali!" seru Azzam melihat Laila dengan wajah berseri-seri. Laila hanya tersenyum kecil dan mengangguk pada Azzam. Lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Laila. Sejenak gadis itu ragu untuk menjabat tangan Azzam. Akhirnya Laila pun mengulur kan tangannya dan menyalami Azzam. "Apa kamu sudah makan?" tanya Azzam. Laila menggelengkan kepalanya. "Terakhir makan tadi pagi sih. Siang dan malam cuma minum air putih," sahut Laila. Dia memang tipe kalau sedang bahagia tidak pernah merasakan lapar sama sekali. Berbeda dengan saat Laila sedih. Bawaannya langsung selalu ingin makan. "Kamu kenapa nggak makan? Apa sakit? Atau banyak pikiran?" tanya Azzam. Perlahan tangan Azzam terangkat dan hendak menyentuh k
"Apa kamu bilang? Amelia mencintai ku?"Laila menatap ke arah Azzam dan mengangguk mantap. "Benar, Mas. Amelia mencintai mu. Dari dulu, tapi tepatnya sejak kapan, aku tidak tahu. Jadi, saya mohon dengan segala kerendahan hati pada mas Azzam agar mas Azzam lebih memperhatikan Amelia daripada saya."Azzam terdiam dan memejam matanya sejenak lalu membuka matanya. "Ini tidak mungkin.""Tidak mungkin bagaimana maksud nya, Mas? Amelia sudah menceritakan semuanya padaku lho. Masa mas Azzam masih nggak percaya?!""Kamu pasti mengatakan hal ini karena ingin membuatku berhenti mencintai mu kan? Agar kamu bisa bebas bersalah dengan lelaki lain yang kau cintai?""Kalau mas Azzam nggak percaya, aku bisa menelepon Amelia sekarang juga. Kita akan mendengar kan jawaban Amelia karena akan kuaktifkan pengeras suara nya."Laila mulai merogoh saku celananya dan meraih ponsel lalu meletakkannya di meja. Di hadapan Laila dan Azzam. "Bagaimana, Mas? Aku telepon Amelia sekarang ya?" tanya Laila. Azzam be
Namun alangkah terkejutnya Amelia dan Laila. Saat ponsel Laila terarah ke pintu masuk kawasan kolam, tampak Azzam membawa buket bunga mawar merah ukuran sedang yang sangat cantik. Lelaki itu bahkan mendekati Laila dengan tersenyum dan mengulurkan buket bunga mawar itu di hadapan Laila yang sedang melakukan panggilan video dengan Amelia!Amelia dan Laila terkejut saat melihat Azzam yang datang mendadak dengan buket mawar merah di tangan nya. Bahkan bertepatan dengan kamera depan Laila yang mengarah pada Azzam, sehingga mengakibatkan Amelia bisa langsung melihat wajah Azzam yang membawa bunga di hadapan Laila membuat hati Amelia kian mencelos. Laila mendelik dan kebingungan melihat tingkah Azzam. Gadis itu mengepal kan tangan kanannya yang tidak memegang ponsel. Ingin rasanya dia menonjok Azzam yang menurut nya begitu bo doh menampakkan diri padahal Laila sudah sibuk menutupi perasaan Azzam padanya. Pandangan Laila tak lepas dari Azzam seolah mengatakan, 'Apa yang sedang kamu lakukan,
Laila menatap punggung Azzam yang berlalu setelah membuang buket bunganya. Tanpa menatap nya dan tanpa berpamitan, Azzam berlalu meninggalkan Laila.Gadis itu pun berdiri dengan hati yang masygul lalu berjalan keluar dari halaman tengah. Saat melewati sudut kolam tempat buket bunga itu dibuang, Laila menoleh sesaat. Ada rasa bingung menyapa hatinya. Sesaat Laila tergoda ingin mengambil buket bunga mawar itu dan menyimpan nya di vas kaca berisi air. Buket bunga mawar itu terlalu indah untuk dibuang begitu saja. Tapi entah kenapa jika Laila mengambil bunga mawar itu dan memelihara nya, dia merasa seakan-akan mengkhianati Amelia. Akhirnya Laila terbengong beberapa saat dan melihat buket bunga itu. Setelah menimbang-nimbang baik buruk nya, Laila memutuskan untuk melanjutkan langkahnya meninggalkan buket bunga itu begitu saja. Gadis itu dengan langkah gontai berjalan di koridor hotel. Mendadak ponselnya berdering. Laila tersenyum saat melihat siapa yang menelepon nya. Dokter Marzuki.
Seluruh mahasiswa yang diterima di akademi kebidanan sedang berbaris di depan asrama mendengar kan kata-kata dari ibu asrama saat mendadak Amelia merasa perut nya mual dan dia pun muntah. "Hoek! Hoek!"Laila menatap ke arah Amelia dengan terkejut. Bahkan beberapa mahasiswa Akbid juga menatapnya penuh keheranan. "Kamu kenapa, Mel?" bisik Laila cemas. Amelia hanya menggeleng kan kepalanya dan tersenyum samar. Wajahnya pucat. "Kamu bohong ya? Kamu pasti sakit. Kamu pucat dan mual-mual?" tandas Laila lagi. Amelia tidak menjawab apa-apa. Dia bahkan terus mual-mual di barisannya. Salah seorang dosen perempuan mendekatinya dan menatapnya tajam. "Siapa nama kamu?"Amelia menatap dosen itu dengan wajah takut-takut. "Ada apa, Bu?" tanya Amelia mengekerut. "Kamu ikut saya, sementara mahasiswi lain harus tetap di sini dan mendengarkan pengarahan dari ibu asrama!"Ibu dosen yang tadi bernama Bu Yanik itu menatap kami secara bergantian lalu memandang tajam ke arah Amelia. "Ayo Amelia, ikut
Seluruh mahasiswa yang diterima di akademi kebidanan sedang berbaris di depan asrama mendengar kan kata-kata dari ibu asrama saat mendadak Amelia merasa perut nya mual dan dia pun muntah. "Hoek! Hoek!"Laila menatap ke arah Amelia dengan terkejut. Bahkan beberapa mahasiswa Akbid juga menatapnya penuh keheranan. "Kamu kenapa, Mel?" bisik Laila cemas. Amelia hanya menggeleng kan kepalanya dan tersenyum samar. Wajahnya pucat. "Kamu bohong ya? Kamu pasti sakit. Kamu pucat dan mual-mual?" tandas Laila lagi. Amelia tidak menjawab apa-apa. Dia bahkan terus mual-mual di barisannya. Salah seorang dosen perempuan mendekatinya dan menatapnya tajam. "Siapa nama kamu?"Amelia menatap dosen itu dengan wajah takut-takut. "Ada apa, Bu?" tanya Amelia mengekerut. "Kamu ikut saya, sementara mahasiswi lain harus tetap di sini dan mendengarkan pengarahan dari ibu asrama!"Ibu dosen yang tadi bernama Bu Yanik itu menatap kami secara bergantian lalu memandang tajam ke arah Amelia. "Ayo Amelia, ikut